Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Negara, LSM, dan Intimidasi terhadap Ravio

27 April 2020   19:23 Diperbarui: 27 April 2020   20:48 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kondisi negara sedang dihadapi pandemi covid-19, sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk bahu membahu, bergotong royong memerangi pandemi yang mengancam stabilitas sosial, ekonomi, politik, dan keamanan.

Tidak ada satu pihak pun yang merasa posisinya terancam dan terganggu hak berdemokrasi, juga politiknya. Ini bisa tercapai kalau masing-masing pihak sadar posisi dan tanggung jawabnya.

Polisi sebagai penjaga keamanan dan pelindung masyarakat, sangat dituntut peranannya untuk melindungi negara dan masyarakat, begitu juga masyarakat bisa membantu pemerintah untuk menjaga kondusifitas keadaan.

Tidak ada satu pihak pun yang berusaha memanfaatkan situasi dan keadaan, untuk kepentingan kelompoknya, karena musuh kita bersama adalah pademi covid-19, dan pihak-pihak yang berusaha mengacaukan keamanan negara.

Lembaga Swadaya Masyarakat (social Justice warrior), sebagai sebuah lembaga kontrol sosial, harus bisa memosisikan diri sebagai pihak yang berdiri di tengah-tengah masyarakat, tidak menempatkan diri sebagai sebuah lembaga superior, yang merasa mewakili mata internasional.

Jangan sampai terjadi, antara aparat keamanan dan LSM saling mencurigai, dan saling merasa terintimidasi antara satu dan yang lainnya. Bisa saja ada anggapan LSM pun melakukan intimidasi lewat gerakan-gerakan yang berbau politik, yang akibatnya mengancam keamanan.

Sebaliknya, LSM pun merasa pihak keamanan/kepolisian melakukan represi terhadap berbagai aksi dan gerakan aktivis demokrasi. Hal seperti itu lumrah saja terjadi, karena kepolisian sebagai penjaga keamanan masyarakat dan negara, perlu melakukan sesuatu yang bersipat preventif.

Upaya preventif yang dilakukan pihak kepolisian pada akhirnya dicurigai sebagai upaya pengekangan demokrasi. Inilah yang terjadi pada kasus penangkapan Ravio Patra, pihak kepolisian dianggap sudah melakukan upaya represi terhadap gerakan yang mengkritisi pemerintah.

Semua hanya baru sebatas dugaan, pihak kepolisian pun belum bisa membuktikan kalau Ravio sudah merencanakan tindakan kerusuhan. Begitu juga LSM yang mendukung Ravio, belum bisa membuktikan kalau pihak kepolisian sudah melakukan represi.

Belum bisa dibuktikan, upaya peretasan akun WhatsApp Ravio adalah dilakukan oleh kepolisian, tapi tuduhan terhadap pihak kepolisian sudah berlangsung. Kedua belah pihak masih baru sebatas menduga-duga dan saling mencurigai, namun kesan yang muncul di masyarakat, seolah-olah Ravio sedang di zalimi.

Bisa saja masyarakat mencurigai, bahwa Ravio  tidak berdiri sendiri, tapi ada pihak lain yang ikut membonceng upayanya untuk mendiskreditkan pemerintah, agar pemerintah Indonesia buruk di mata internasional.

Peristiwa seperti ini bukan baru sekali ini terjadi, pada setiap rezim pemerintahan selalu terjadi. Boleh saja masyarakat punya anggapan seperti itu, karena masyarakat juga tidak menutup mata tentang eksistensi sebuah LSM, dan seperti apa sebuah LSM dibiayai pihak-pihak asing.

Belum ada satu pihak pun yang bisa meng-klaim posisinya benar, baik pihak kepolisian atau pun Ravio dan para simpatisannya, karena belum ada yang bisa dibuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah. Sebagai masyarakat atau pun LSM, tidak bisa juga menghakimi kepolisian sudah melakukan pelanggaran.

Sangat wajar kepolisian melakukan tindakan yang antisipatif, karena kalau terjadi gangguan keamanan, maka pihak kepolisian yang disalahkan. Penangkapan Ravio, adalah upaya preventif yang harus dilakukan kepolisian, sebagai insitusi yang bertanggung jawab terhadap keamanan masyarakat.

Seperti dilansir Merdeka.com, Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra menilai, polisi boleh saja memeriksa dan menyita HP milik Ravio.

"Andai kasus itu terjadi pada saya, pesan berisi hasutan menyebar dan hasil analisis polisi bahwa pesan itu berasal dari HP yang terdaftar atas nama saya, saya anggap wajar saja jika polisi mencari saya," kata Yusril melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Minggu (26/4).

"Polisi tentu berwenang mengambil langkah preventif jika di medsos beredar hasutan kepada publik agar melakukan kerusuhan dan penjarahan. Berdasar hasil pelacakan aparat pendgak hukum, untuk sementara diketahui bahwa pesan yang berisi hasutan itu berasal dari nomor HP tertentu dan terdaftar atas nama orang tertentu," sambungnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun