Sejatinya Koalisi Partai itu seperti batang tubuh, yang merupakan satu kesatuan dari berbagai anggota tubuh, yang tidak bisa terpisahkan.
Apa lagi Koalisi partai pemerintah, harus menganut prinsip "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing". Posisi Presiden sebagai pucuk pimpinan, yang didukung partai koalisi, adalah pemegang kendali penuh sebuah pemerintahan.
Ketika sinegisitas antar koalisi partai dan Pemerintah tidak bisa dijalankan secara kolektif kolegial, pilihannya cuma dua, " Take it or leave it", selain dari itu tidak ada.
Tidak bisa tetap bertahan, tapi jadi merusak tatanan yang sudah ada, menjadi api dalam sekam di tengah kebersamaan, atau menjadi duri dalam daging yang justeru menyakitkan dan tidak mengenakkan.
Jangan seperti karyawan perusahaan yang sudah tidak nyaman bekerja dalam tim, tapi diluar terus "ngerasanin" Perusahaan tempatnya bekerja, tidak suka dengan cara kerja pimpinan perusahaan, tapi tidak mampu memberikan solusi.
Inilah yang terjadi dengan Partai Gerindra, Ketua Umumnya, Prabowo Subianto didaulat sebagai Menteri pertahanan di Pemerintahan, tapi kadernya dibelakang pemerintah terus ngerasanin Presiden, dengan kritik yang sama sekali tidak konstruktif.
Sementara keberadaan Prabowo Subianto di Pemerintahan, menuai apresiasi atas kinerjanya. Prestasi Prabowo tidaklah didapat atas kerjanya sendiri, pastinya atas dasar adanya Kerjasama yang baik dengan pucuk pimpinan tertinggi Pemerintahan.
Sepertinya Gerindra sudah tidak sabar menunggu Pilpres 2024, sehingga berusaha menjadi api dalam sekam di Pemerintahan. Ini Ini sebuah pendidikan politik yang tidak baik diwariskan Prabowo didalam partainya.
Gerindra mencerca pemerintah, itu sama halnya dengan Gerindra mencerca Prabowo, karena Prabowo sendiri adalah bagian dari Pemerintahan. Seharusnya mekanisme kritik yang disampaikan terhadap pemerintah, bisa disampaikan pada Prabowo di internal partai.
Yang lucunya lagi, jelas-jelas pemerintah tidak menerapkan lockdown, suka tidak suka, karena Prabowo bagian dari Pemerintahan, ya harus mendukung kebijakan tersebut, bukan malah berbicara di internal partai, terus dengan sengaja obrolan tersebut dibocorkan ke media, bahwa Prabowo memilih untuk lockdown.