Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pesan "Efek Kejut" Anies Baswedan dan Lockdown Modifikasi

18 Maret 2020   07:50 Diperbarui: 18 Maret 2020   08:09 2474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya hampir tidak percaya menyaksikan video Gubernur DKI Jakarta, yang dalam video tersebut mengatakan bahwa, pembatasan transportasi publik yang mengakibatkan penumpukan penumpang, baik di halte Trans Jakarta, atau pun di Stasiun MRT dan LRT, untuk memberikan pesan 'efek kejut'.

Tujuannya, agar masyarakat penduduk Jakarta tahu bahwa kita sedang menghadapi kondisi ekstrim, menurut Anies, "kalau kita tidak memberikan pesan efek kejut, penduduk kota ini masih tenang-tenang saja, yang tidak tenang itu cuma petugas medis". (04:22)

Video yang saya share dalam artikel ini, adalah video utuh saat beliau memimpin rapat tekhnis penanganan penyebaran covid-19 dengan pejabat dijajaran pemerintahannya, bukanlah video yang sudah diedit, dan disebarkan di media sosial.

Sangat tidak masuk akal, didalam keadaan genting seperti sekarang ini, seorang gubernur bereksperimen untuk memberikan shock therapy pada masyarakatnya, agar masyarakatnya sadar bahwa "begini lho keadaan kita sesungguhnya kalau tidak ada yang mengatasi".

Kurang-kurangilah pak memberikan efek kejut kepada masyarakat di Jakarta, karena efek kejut dari banjir saja mereka sudah sangat menderita, dan masih belum mereda. Padahal baru saja masyarakat memberi apresiasi kepada Anies Baswedan, karena kesigapannya menangani penularan Covid-19.

Saat ini kita belum bisa untuk bersikap lengah dalam mitigasi bencana covid-19, pemerintah bersama-sama masyarakat sedang fokus dalam penanganan penularannya, dengan tindakan yang tepat dan cepat, bukan dengan eksperimen-eksperimen yang buang waktu dan biaya.

Selalu berkordinasi dalam satu komando penanganan, agar tidak tumpang tindih dalam hal kebijakan, itu adalah langkah yang tepat. Kondisi sekarang ini bukanlah sebuah kondisi untuk mencari celah kelemahan antara pemerintah pusat dan daerah, dan bukanlah sebuah momentum politik.

Terlebih lagi terkait pengambilan keputusan 'lockdown', yang urgensinya haruslah berdasarkan keputusan bersama, antara pusat dan daerah. Keputusan tersebut kalau pun harus diambil, tetap mengacu pada situasi dan kondisi yang mendesak, bukan atas kepentingan lainnya.

Salah dalam mengambil sebuah keputusan, maka masyarakat Jakarta yang akan menerima resikonya, bahkan bisa memberikan efek domino kepada kondisi negara dan bangsa.

Dalam situasi bencana nasional non-alam sekarang ini, memang setiap kepala daerah mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap wilayah yang dipimpinnya, sesuai dengan otoritasnya, namun ada juga kebijakan yang bukan menjadi domain kepala daerah, dan tidak perlu disiasati agar kebijakan tersebut bisa dilangkahi.

Jangan lagi membuat suatu kebijakan, yang semata-mata untuk memberikan efek kejut, ditengah kepanikan masyarakat menghadapi bencana penularan covid-19 sekarang ini. Cukup lakukan tindakan nyata yang mampu memberikan solusi  yang efektif, agar masyarakat bisa merasakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun