Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Abraham Todo Napitupulu menilai ketentuan hukum dalam RUU Ciptaker itu tak hanya melanggar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tetapi menabrak UUD 1945.
"UU cuma bisa dicabut lewat UU atau Perppu, dan harus dibahas oleh pemerintah dan DPR," kata Erasmus kepada CNNIndonesia.com, Senin (17/2).
Sementara Menkumham cukup memberikan dalih 'salah ketik'. Keteledoran kalau cuma dianggap gampang, maka kesalahan yang sama akan terus berulang, akibat yang di terima Presiden pun hanya karena kesalahan orang-orang yang tidak bertanggung Jawab pada kewajibannya.
Terlalu sering kita mendengar dalih 'salah ketik', dan hal seperti itu harus selalu kita maklumi, tapi apakah mereka yang teledor terhadap tanggung jawabnya mau menerima hal tersebut sebagai sebuah kelemahan?
Sekian banyak orang-orang yang mengerti konstitusi dilingkaran Jokowi, tapi apakah mereka peduli, dan tahu adanya kesalahan dalam penyusunan RUU Cipta Kerja tersebut? Omnibus Law terkait RUU Cipta Kerja bisa menjerumuskan Jokowi, kalau tidak cepat diperbaiki.
PP adalah mutlak kewenangan eksekutif. Namun dalam omnibus law, penyusunan PP dilakukan dengan konsultasi bersama DPR. Ini sesuatu yang aneh, seperti yang diatur dalam Pasal 170 ayat 3,
"Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia,"
Kewenangan eksekutif pun ingin diintervensi legislatif lewat rancangan Undang-undang yang mereka rancang. Kalau para pembantu Presiden yang terkait dengan hukum dan perundang-undangan tidak cermat dan teliti, bisa-bisa Presiden masuk dalam jebakan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H