Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Wisata Seks Halal dan Kawin Kontrak

17 Februari 2020   10:06 Diperbarui: 17 Februari 2020   10:08 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Fenomena wisata seks halal di Puncak, Bogor, Jawa Barat, yang sekarang sedang hangat menjadi perbincangan publik, sebetulnya bukanlah hal yang baru.

Wisata Seks Halal, sebetulnya merupakan 'lebel' yang diberikan pada tradisi kawin kontrak, yang sudah marak terjadi diwiliyah Puncak, Bogor dan sekitarnya sejak puluhan tahun yang lalu.

Hanya saja ketika ada yang memanfaatkannya, untuk menghalalkan sebuah perzinahan, maka kawin kontrak dianggap sebagai solusinya. Pada akhirnya, praktik kawin kontrak ini dilebeli dengan 'wisata seks halal'.

Praktik model ini ternyata menjadi daya tarik bagi turis dari Timur Tengah, yang memang ingin menikmati seks dengan tarif murah meriah, dan dijamin halal, karena cukup merogoh kocek satu kali, dalam ikatan kawin kontrak, maka bisa melakukan aktivitas seksual selama dalam masa ikatan kontrak.

Sekitar tahun 2000, penulis pernah punya pengalaman, ditawarkan oleh supir taksi untuk kawin kontrak. Saat itu paket kawin kontrak hanya 5 juta, artinya dengan membayar 5 juta, Anda sudah bisa menikmati seks halal selama masa kontrak berlaku.

Penulis sempat mempertanyakan hak dan kewajiban sebagai suami yang terikat kawin kontrak, si supir bilang, cukup memberikan belanja bulanan bagi isteri, dan itu sesuai kemampuan. Dengan begitu, suami berhak untuk tidur sama isteri sepuasnya, selama terikat kontrak.

Artinya, secara nilai ekonomi lebih menguntungkan dari pada sekadar 'jajan' dan bayar setelah dipakai. Secara agama dianggap sebagai hubungan seksual yang sah, karena melalui proses ijab kabul. Dengan sekali membayar didepan, atas nama kontrak, maka bisa melakukan aktivitas seksual sepuasnya.

Hanya saja penulis pada saat itu tidak tertarik untuk melakukan hal itu. Masak sih sebuah perkara yang begitu sakral, yang dinamakan sebuah pernikahan, hanya dilakukan semata untuk pelampiasan nafsu, tidak ada sama sekali ikatan secara emosional.

Itu sama halnya dengan membayar wanita pemuas nafsu untuk jangka panjang, namun dibayar didepan dengan nilai yang cukup besar, agar bisa secara legal menikmati seks sepuas hati, untuk jangka panjang.

Praktik seperti itulah yang terjadi di Puncak, Bogor, Jawa Barat sekarang ini. Kawin kontrak yang dilebeli wisata seks halal. Bagi para turis yang memang menginginkan seks halal, kawin kontrak memang dianggap senagai solusinya.

Sekarang pola kawin kontrak ini berubah menjadi short time, namun meski pun begitu tetap lewat proses ijab kabul, sebagai penanda hubungan seksual dilakukan adalah hubungan yang sah dan halal. Pada kenyataannya praktik sebenarnya adalah prostitusi terselubung.

Yang short time seperti itu, untuk sekali kencan harus merogoh kocek antara 1 juta hingga 1,5 juta. Harga ini sangat bervariatif, ini adalah nilai yang dipatok oleh jaringan penyedia jasa wisata seks halal.

Tapi ada juga turis dari Timur Tengah yang melakukan kawin kontrak, dengan membayar nilai yang cukup mahal, antara 25 sampai 50 juta, dia sudah bisa menikmati seks halal dalam ikatan kontrak, selama waktu yang sesuai dengan keinginannya. Beberapa bulan yang lalu pernah dibahas berbagai media. 

Bahkan, turis yang memang memiliki kecukupan materi, selain mengeluarkan uang senilai tersebut diatas, juga memberikan uang harian yang nilainya cukup terbilang lumayan, antara 500 ribu sampai  juta. Ini mungkin khusus turis yang memang royal, dan senang dengan pelayanan yang diberikan.

Tapi apa pun namanya, kawin kontrak atau pun wisata seks halal, tidaklah akan memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat, untuk jangka panjang, yang jelas malah akan memberikan stigma negatif terhadap masyarakat sekitarnya.

Seperti apa keabsahan proses ijab kabul yang dilaksanakan oleh para penjual jasa seks halal tersebut? Benarkah ijab kabul yang dilakukan dianggap sah secara agama? Atau jangan-jangan proses ijab kabulnya pun hanya sekadar seremonial, untuk meyakin para penikmat wisata seks halal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun