Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mata untuk Aini | Mengasah Kemampuan

25 Januari 2020   07:13 Diperbarui: 25 Januari 2020   07:11 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: PicsArt/design by Ajinatha

Menemukan Bimo bagiku seperti menemukan seteguk air dipadang tandus, filosofi hidup seperti yang diamalkan Bimo tidaklah terlalu dipedulikan oleh kalangan milenial sekarang ini, yang mengikuti perubahan arus yang begitu cepat, dan mudah terkontaminasi oleh gaya hidup kekinian.

BAB sebelumnya

BAB VI. MENGASAH KEMAMPUAN

Bimo kasih banyak pilihan buat aku, tentang hal-hal yang biasa aku kerjakan. Dia ingin melihat dari sekian pilihan, apa yang bisa menjadi passion-ku. Aku disuruh buat surat cinta yang ditujukan kepada dia, ini cara dia ingin mengetahui isi hatiku. Aku tulis surat cinta itu begini:

Bimo, kalau ada laki-laki yang paling aku cintai saat ini adalah kamu, dan aku tahu kalau kamu adalah jodoh dari Tuhan, yang disiapkan memang untukku

~Aini~

Bimo tersenyum puas membaca surat yang aku tulis, lalu dia mengambil drawing book aku diatas meja kerja Ayahku. Lalu Bimo menanyakan padaku,

"Diantara menulis dan menggambar fashion, mana yang membuat kamu lebih enjoy dan bergairah dalam mengerjakannya?

Aku bilang; " Dua-duanya aku enjoy mengerjakannya, tapi yang membuat aku bergairah ya menulis mas"

"Tekunilah salah satunya dulu, yang memungkinkan kamu bisa mengembangkan kemampuan"

Menurut Bimo; setiap manusia itu sudah dianugerahi masing-masing bakat dan kemampuan oleh Tuhan, dan itu harus digali dan diasah, agar dengan bakat dan kemampuan itu kamu bisa hidup.

Sejak manusia dilahirkan, bukan cuma rezeki saja yang sudah dititipkannya, tapi juga bakat dan kemampuan. Itulah yang tidak pernah aku ketahui.

Sehingga kadang aku mengerjakan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakat dan kemampuan yang aku miliki, alhasil aku cuma buang waktu sia-sia, aku mudah lelah dan bosan.

Perkembangan tekhnologi dewasa ini, memudahkan pekerjaan setiap orang, bahkan membuat setiap orang punya banyak pilihan untuk mengisi aktivitasnya sehari-hari. Untuk bekerja secara mandiri pun semakin banyak pilihannya. Itulah kenapa Bimo menggugah aku untuk bisa kerja mandiri, agar aku bisa bekerja dari rumah.

Awalnya aku sempat tersinggung dengan keinginannya tersebut, aku merasa dia meremehkan keterbatasanku. Seakan-akan aku yang kurang sempurna ini hanya pantas bekerja dirumah. Rupanya dia mempersiapkan sebuah rencana besar bagiku, agar aku bisa bekerja dengan kemampuan yang aku miliki, tidak terlalu tergantung harus bekerja di kantoran.

" Aini, kedepan dengan kemajuan tekhnologi, banyak orang akan memilih, menciptakan pekerjaan, tenimbang bekerja sama orang lain."

"Mas yakin kamu pasti punya bakat dan kemampuan untuk menjawab tantangan itu.."

Itulah ucapannya, saat awal dia membangun kepercayaan diri aku untuk menggali potensi yang aku miliki. Aku bertanya pada diriku sendiri: apa sih bakat yang aku miliki, apa iya aku bisa hidup dengan bakat dan kemampuan tersebut. Akhirnya aku ingat, bahwa aku sangat suka menulis, dan juga menggambar fashion.

"Ayah kamu seorang penulis yang hebat, bahkan karya-karyanya laris manis di toko buku"

"Mas yakin, gen yang dimiliki oleh ayah kamu, pastinya mengalir dalam diri kamu"

Dugaan Bimo benar, gen ayahku memang mengalir kuat didalam darahku, dan aku merasa menulis adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan.

Sejak itu, aku rajin menulis apa saja, bahkan setiap hari ada saja yang aku tulis. Termasuk juga pengalamanku sehari-hari bersama Bimo aku tuliskan dalam sebuh buku Diary.

Aktivitasku sehari-hari disaat Bimo tidak mengajakku jalan-jalan, aku bisa menulis apa saja sepanjang hari. Aku menulis novel, carpen, juga puisi di sebuah aplikasi penulisan.

Memang kegiatan itu belumlah menghasilkan uang, tapi untuk mengasah kemampuan dalam menulis aku pikir sudah cukup membantu. Aku juga bisa menjalin pertemanan dengan banyak orang.

Sekarang aku sudah bisa melihat, dengan begitu aku lebih mudah menekuni bidang pekerjaan yang aku sukai, tanpa pernah berpikir lagi untuk mencari pekerjaan, atau bekerja disebuah perkantoran.

Apa yang dikatakan Bimo dalam memotivasi aku membangun kemampuan sendiri, selalu aku ingat, betapa dia begitu jauh mempersiapkan diri aku untuk menghadapi realitas hidup yang tidak pernah aku duga.

"Mata kamu boleh buta Aini, tapi hati kamu jangan buta, karena dengan hati yang baik, mata batin kamu, akan terang melihat dunia, banyak orang bisa melihat, tapi mata batinnya buta, sehingga dunia yang begitu indah, menjadi gelap dalam pandangannya"

Itulah yang aku takutkan setelah bisa melihat, aku takut kehilangan mata batin yang selama usiaku sudah sangat aku jaga. Dengan mata batin itulah aku mudah peduli dengan sesama, aku bisa menimbang rasa terhadap orang lain yang nasibnya kurang beruntung, meskipun nasib aku sendiri juga tidak lebih beruntung, namun aku mensyukuri sekali itu sebagai nikmat-Nya.

Suatu kali kami sedang duduk di sebuah taman kota, tiba-tiba aku mendengar seseorang yang sedang menyanyi, kalau mendengar suaranya, dia seorang lelaki. Suaranya begitu merdu, lagu yang dinyanyikan juga sangat menyentuh perasaan. Aku tergugah dengan suaranya;

"Mas itu yang nyanyi, pengamen atau bukan?

"Pengamen Aini, dia dituntun anaknya, dia seorang tuna netra"

"Subhannallah ya mas, Tuhan anugerahkan kelebihan pada dia"

"Ya Aini, dan dia tahu apa yang menjadi kelebihannya, itu lebih luar biasa lagi"

Dari apa yang dikatakan Bimo itu aku bisa menangkap kesan, bahwa dia ingin mengatakan padaku, setiap orang tidak tahu apa yang menjadi kelebihannya kalau dia tidak menemukannya.

Untuk menemukan kelebihan yang dimiliki, itulah perlunya menggali potensi dan mengasah potensi yang dimiliki.

Begitu juga tuna netra yang ngamen tersebut, tidak tiba-tiba suaranya bagus, pastinya dia terus melatih dirinya agar suaranya menjadi bagus dan enak didengar orang lain, sehingga orang akan tersentuh saat mendengar suaranya.

Begitulah kira-kira yang dikatakan Bimo saat memotivasi aku untuk terus mengasah kemampuanku saat itu.

Orang boleh punya bakat segudang, tapi kalau satu saja tidak ditekuni, maka tidak akan bermanfaat apa-apa. Bakat tersebut tidak ada arti bagi dirinya sendiri.

Kalau sudah tidak bermanfaat bagi diri sendiri, bagaimana mau memberi manfaat bagi orang lain. Padahal, sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu memberikan manfaat, baik bagi dirinya sendiri, maupun bagi orang banyak.

Saat aku menulis ini, hari ini adalah minggu kedua setelah kepergian Bimo untuk selamanya. Entahlah aku selalu mengenang kebaikannya, dengan begitu aku berharap Tuhan mengampuni semua dosanya, dan menerima semua amal kebaikannya.

Kornea mata Bimo yang di transplantasikan kepadaku akan aku gunakan untuk melihat dan mengenang segala kebaikannya, yang harus aku teladani, agar amalnya dialam sana terus bertambah. Itulah cara terbaik untuk membalas segala kebaikannya.

Bisa dibayangkan seperti apa amal kebaikannya, semasa hiidupnya dia menjadi mata bagiku, setelah wafat, kornea matanya dititipkan kepadaku agar aku bisa melihat dunia. Bimo adalah mata yang senantiasa hidup yang mendampingiku.

Kalau pun aku tidak bisa bersanding dengannya di dunia, semoga Tuhan menyandingkan aku dengannya di Surga. Kalau pun sekarang aku masih hidup, itu tidak lebih menyambung pengabdiannya kepada Tuhan, dengan kornea mata yang dititipkan kepadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun