Aku memulai menggali kemampuanku dalam menulis. Dengan menulis semua perjalanan hidupku, aku berharap bisa memulai karirku dalam menulis. Dengan bisa melihat tentunya akan lebih mudah bagiku untuk menulis. Masih sangat panjang kisah perjalanan hidupku yang bisa aku tuliskan.
Suatu ketika aku diajak Bimo ke Grand Indonesia Shopping Mall, dia ingin membelikan aku pakaian. Aku bilang sama Bimo, pakaian seperti apa yang ingin dia pilihkan buat aku, karena aku tidak bisa melihat apa yang pantas buat aku pakai.
Selama ini aku cuma membeli pakaian dengan merek tententu, yang sekadar nyaman aku pakai, aku tidak pernah tahu apakah pakaian tersebut pantas buat aku dalam pandangan orang lain, aku tidak terlalu peduli.
Dan yang pasti pakaian itu terjangkau oleh kemampuan daya beliku. Aku tidak pernah tahu seperti apa kombinasi warna pakaian tersebut. Bimo menganggap aku perlu memakai pakaian yang memang pantas buatku, baik dari segi style-nya maupun disain dan warnanya.
"Mas...apakah selama ini kamu melihat pakaian yang aku pakai tidak pantas.."
"Sangat pantas Aini..aku cuma ingin kamu lebih cantik dengan pakaian yang aku pilih.."
Kami keliling GI, sampai akhirnya masuk ke sebuah department store yang menurut Bimo lebih banyak pilihan style juga warnanya. Dia memilihkan beberapa pakaian buat aku coba di Fitting room. Satu persatu pakaian tersebut aku coba, dari tiga pilihan yang aku bawa, ada satu yang nyaman aku pakai.
Aku keluar dari fitting room untuk menemui Bimo yang menunggu diluar fitting room, dengan mengenakan gaun yang memang terasa nyaman aku pakai.
"Mas..aku nyaman dengan yang ini..menurut mas gimana.."
"Mas suka kamu pakai itu..warnanya sangat soft..sangat serasi dengan warna kulit kamu.."
"Kamu terlihat anggun memakai gaun itu.." Jawab Bimo meyakinkan aku, dan aku ikuti alasannya.
Terkait soal pakaian dan berpakaian, Bimo pun tidak sesederhana yang aku pikirkan. Aku kadang tidak peduli dengan pandangan orang lain terhadap apa yang aku pakai, tapi bagi Bimo ketika pakaian yang kita kenakan tindak pantas, akan sangat mempengaruhi pandangan orang lain, dan itu bisa menjadi dosa bagi orang lain.
"Dengan terganggunya orang melihat pakaian yang kita kenakan, maka dia akan membicarkan ketidakpantasan tersebut, dan akibatnya orang tersebut melakukan ghibah, sementara ghibah itu sangat dilarang agama".
Begitulah penjelasan dia, itulah gunanya kita berpakaian yang pantas, agar orang lain yang melihat tidak berpikiran buruk dan membicarakan kita. Memang soal pantas tidaknya kita dalam berpakaian, sangat dibutuhkan penilaian orang lain. Dalam relasi sosial etika berpakaian sangat perlu diperhatikan.
Bimo benar-benar menjadi mata bagiku, dia sangat memperhatikan segala hal yang aku lakukan. Dan itu membuat aku nyaman selalu ada di dekat dia. Meskipun aku buta, tapi aku merasa sangat beruntung sudah memiliki dia.Â
Dia mampu meredam amarahku dengan berbagai tingkah lakunya yang membuat aku bisa tertawa. Dia mampu mengobati luka dihatiku dengan kasih sayangnya.
Selepas keliling-keliling di GI kami mencari restoran masakan Indonesia, memang agak langka ditengah berbagai restoran ala Eropa, Tiongkok, Korea dan Vietnam yang begitu menjamur. Seakan-akan masakan Indonesia tidak ada lagi yang minati, lidah orang-orang Indonesia tidak lagi terbiasa dengan masakan khas negerinya sendiri.
Kami akhirnya melabuhkan pilihan untuk mampir di Kafe Betawi dilantai dasar. Variasi menu yang lumayan banyak pilihan, kami memilih makanan yang bersantan, yakni Soto Betawi. Lagi-lagi kami punya kesamaan selera.Â
Kali ini Bimo tidak lagi bicara filosofi tentang masakan Betawi tersebut, karena memang dia tidak terlalu mengenal jenis masakan ini.
Sambil makan dia tetap saja menyisipkan kata-kata falsafah yang selalu menggugah. Dia mengingat sebuah ucapan yang dia lupa buah pemikiran siapa,
" Makanlah disaat lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang ".
Menurut Bimo, kata-kata ini sarat dengan person moral yang bagus, agar kita bisa menahan diri, melakukan sesuatu jika memang dibutuhkan, agar apa yang dilakukan tidak mubazir, karena mubazir itu perbuatan setan.
Makan pun kita harus sesuai kebutuhan, dan tidak berlebih-lebihan. Makan yang berlebih-lebihan akan menimbulkan penyakit malas. Itu menurut Bimo, bahkan makan yang berlebih-lebihan itu akan melahirkan sipat yang tamak.
Selalu ada yang dia sampaikan, dalam situasi apapun. Semua itu tidak sekadar dia katakan, tapi juga dia amalkan. Entah siapa yang menjadi gurunya, sehingga dalam usia yang masih muda dia sudah berpikir cara para sufi, yang cermat dalam mengucapkan perkataan, dan sangat penuh kehati-hatian dalam perbuatan.
Menemukan Bimo bagiku seperti menemukan seteguk air dipadang tandus, filosofi hidup seperti yang diamalkan Bimo tidaklah terlalu dipedulikan oleh kalangan milenial sekarang ini, yang mengikuti perubahan arus yang begitu cepat, dan mudah terkontaminasi oleh gaya hidup kekinian.
Bagiku apa yang perlu aku ketahui, perlu aku sampaikan, tidak terlalu peduli apakah masih nyambung atau tidak dengan pola pikir generasi kekinian. Yang aku tahu, apa yang disampaikan Bimo adalah sesuatu yang memang patut dijadikan bahan renungan. Zaman boleh berubah, tapi makna dan nilai kebaikan tidak akan pernah berubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H