Betapa rentannya masyarakat terjebak pada kebodohan dan kepalsuan, tidak lagi bisa melihat secara realistis, mana yang emas dan mana hasil sepuhan. Sehingga segala bentuk kepalsuan yang dikemas dengan baik, tidak lagi dilihat kebenarannya.
Tidak sedikit yang berjadi korban penipuan transaksi yang berlebel syari'ah, juga banyak yang terjebak dalam bisinis penggandaan uang, yang dikemas lewat tekhnologi terkini, dan yang menjadi targetnya pun bukan orang sembarangan.
Yang sedang viral, kepalsuan dengan mengatasnamakan kerajaan. Berani membayar mahal kepalsuan seperti itu hanya demi kedudukan yang palsu. Modus penipuan ala Kerajaan Agung Sejagat, di Purworejo, adalah bentuk penipuan gaya baru yang memanfaatkan ketidak-tahuan masyarakat.
Tidak ada bedanya dengan modus penipuan membeli kapling syari'ah yang memanfaatkan tokoh agama, untuk meyakinkan masyarakat yang menjadi target, para pelakunya sudah mempelajari titik kelamahan masyarakat yang menjadi target sasarannya, yang memang sedang mabuk dengan segala hal yang berbau agama.
Sementara Ulama yang kita harapkan bisa menangkal modus penipuan seperti itu, malah ikut terpedaya oleh aksi tipu-tipu orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Bersedia dimanfaatkan hanya karena atas nama agama.
Kelompok yang satu mabuk terhadap kedudukan dan kekuasaan, meskipun dikemas dengan segala kepalsuan. Sanggup membayar mahal sebuah kepalsuan, hanya karena diiming-imingi kedudukan dan kesejahteraan. Sadar menjadi objek penipuan, setelah para pelaku dicokok aparat keamanan.
Sementara kelompok yang lainnya, terhipnotis oleh segala hal yang berlabel syari'ah, dengan label syari'ah seakan-akan sudah menjadi bagian penghuni surga, padahal, yang menjadi pelaku penipuannya sendiri pun, hanya memanfaatkan momentum tersebut semata untuk memperkaya dirinya sendiri.
Inilah fenomena terkini yang menjangkiti kehidupan sosial didalam masyarakat dewasa ini. Ini adalah bagian dari parodi atas perilaku elit yang mabuk kekuasaan, dan gila jabatan.
Itulah kenapa manusia dilahirkan dan diberikan akal oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, agar manusia berbeda dengan mahkluk lainnya, agar manusia bisa mencerna segala bentuk tipu daya. Tidak mudah tersesat, dan disesatkan.
Manusia menjadi buta akal, ketika dia cuma mengharap dunia, menjadi tersesat saat dia dikuasai nafsunya, menjadi buta mata karena tidak ingin melihat kebenaran sesungguhnya, kehilangan hati, ketika dia tidak mampu mengendalikan perasaannya.
Memang benar kalau dikatakan pendidikan tidak menjamin kepintaran seseorang, karena banyak juga orang yang tidak berpendikan lebih pintar menyiasati hidup, sebaliknya yang berpendidikan, banyak yang salah memanfaatkan kepintarannya.
Tergiur dengan kekuasaan Palsu, sehingga terjebak pada kedudukan dan jabatan palsu, bangga memakai atribut dan pakaiaan kepalsuan, dan memamerkannya sebagai sebuah kebanggan. Hebatnya lagi, berani membayar mahal untuk semua kepalsuan tersesat.
Memang tanda-tanda akhirnya zaman sudah semakin terlibat, dari berbagai fenomena yang aneh disekitar kita, baik tanda-tanda alam, juga tanda-tanda dari berbagai perilaku manusia yang semakin split diterima akal. Semua itu sudah diingatkan dalam kitab suci, bahwa akan datang suatu masa, dimana manusi sudah diluar batas fitrahnya sebagai manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H