Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mata untuk Aini | Filosofi Sayur Lodeh

21 Januari 2020   08:11 Diperbarui: 21 Januari 2020   08:16 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: PicsArt/design by Ajinatha

Bimo mengajaku makan disebuah restoran yang tidak terlalu ramai, dia ingin aku bisa mencicipi menu kesukaannya. Kami memilih tempat yang agak paling sudut, agar tidak terlalu terlihat banyak orang. 

Dia pesankan makanan kesukaannya. Sambil menunggu makanan, dia menceritakan banyak hal tentang ilmu Tasawuf, menurutnya memahami Tasawuf itu adalah ilmu untuk mengenal Tuhan.

BAB Sebelumnya

BAB IV. CINTA DAN FILOSOFI SAYUR LODEH

Begitu makanan datang, aku mencium aroma masakan yang sangat aku kenal. Aku pikir makanan kesukaan Bimo adalah masakan yang begitu spesial, ternyata lidah Bimo sangat Indonesia, sama seperti aku.

"Aini, kamu bisa mencium aroma masakan dihadapan kamu"

"Aku sangat kenal aromanya mas, karena aku sering memasaknya"

Aku angkat satu mangkuk makanan yang sudah tersaji dihadapanku, dan aku dekatkan kehidungku, ternyata dugaanku benar. Hanya sayur lodeh, tapi ini menjadi spesial karena selera kami sama.

"Sayur lodeh mas, aku sangat suka"

"Kamu tahu gak filosofinya sayur ini"

"Wah .... aku cuma suka melahapnya saja mas"

"Sambil makan mas akan cerita soal filosofi sayur lodeh"

Bimo selalu punya cara untuk membangkitkan rasa cintaku padanya. Keluasan pengetahuannya tentang berbagai hal, semakin meneguhkan cintaku padanya. Bahkan makanan pun bukan cuma untuk sekedar dimakan, dia pelajari filosofi dibalik makanan tersebut, yang menjadi alasan untuk menyukainya.

"Komponen pokok sayur lodeh yaitu labu kuning yang dalam bahasa Jawa disebut waluh memiliki arti wal itu artinya lepas, dan luh itu adalah airmata.

" Artinya memakan sayur lodeh, secara filosofis akan melepaskan derita dan airmata"

"Apa lagi kalau lagi lapar berat Aini, maka akan menghilangkan kesedihan karena lapar"

Begitulah cara dia selalu menghidupkan situasi dalam setiap pertemuan. Selalu menyisipkan candaan yang membuat aku semakin terpesona pada dia. Selama mengenal dia selama dua tahun, belum sekalipun kami bertengkar. Itu karena dia lebih banyak mengalah dan memaklumi aku.

"Santan dalam sayur ini juga menjadi simbol penawar racun duniawi. Karena kemewahan dunia justru bisa menjadi racun"

Selalu ada pesan dalam setiap ucapannya yang terkesan tidak menggurui, sehingga apa yang disampaikannya sangat mengena di hati. Padahal bagiku sayur lodeh hanyalah menu makanan biasa, yang hampir setiap orange menyukainya, tapi bagi Bimo sayur lodeh tidak sesederhana yang aku pikirkan.

Kami menikmati sayur lodeh tersebut penuh dengan nikmat dan rasa syukur, berharap berbagai kebaikan dari memakannya, sehingga dua mangkuk sayur lodeh dan satu porsi ikan bawal bakar yang tersaji, tuntas habis kami makan.

Oh ya, lagi-lagi dia tahu kalau aku sangat menyukai bawal bakar, dia begitu yakin kalau aku pasti menyukainya. Dan memang aku adalah penggemar bawal bakar, khususnya bawal laut. Hal-hal seperti ini semakin memperkuat rasa cinta kami. Inilah yang membuat aku sulit melupakan Bimo.

Filosofi sayur lodeh itu selalu aku ingat, sehingga ketika aku memasak sayur lodeh aku memasaknya dengan penuh khidmat. Aku ingin sayur lodeh yang aku masak bisa dinikmati Bimo sesuai dengan kandungan filosofi didalamnya. Penuh dengan rasa cinta dan sungguh-sungguh memasaknya.

Benar saja saat dia makan siang dirumah, dengan hidangan spesial yang aku sajikan, dia memuji dan menyanjungku. Dengan keterbatasane penglihatanku, dia menganggap sayur lodeh yang aku masak lebih enak dari sayur lodeh yang kami makan direstoran.

"Aini, tidak salah mas ajak kamu makan di restoran tempo hari"

"Dengan memahami filosofi sayur lodeh, ternyata kamu memasaknya dengan penuh cinta"

"Sayur lodeh buatan kamu jauh lebih enak dari yang kemarin"

Aku sangat tersanjung dengan pujiannya, itulah kenapa aku menganggap Bimo sebagai mataku. Dan Tuhan sangat tahu itu, sehingga akhirnya mata Bimo pun diperuntukkan-Nya padaku. 

Sekarang aku bisa melihat dunia dengan mata Bimo, Bimo selalu hadir didalam diriku, dia akan menuntun kemanapun aku pergi.
Dari filosofi sayur lodeh yang begitu sederhana, aku diajarkannya untuk tidak silau pada dunia. 

Racun dunia menurut Bimo sangat menyesatkan, aku harus memiliki penawarnya seperti santan yang disimbolkan dalam sayur lodeh sebagai penawar racun. Tadinya aku berharap Bimo adalah penawar racun dalam hidupku, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain.

Hidup harus terus berjalan ada Bimo atau pun tidak. Itulah cara aku untuk meneguhkan hati, agar tetap kuat menghadapi berbagai cobaan hidup. Tanpa penglihatan aku sudah bisa buktikan bisa hidup selama ini, dan mampu melalui berbagai rintangan. Sekarang aku sudah bisa melihat, harusnya aku bisa lebih siap menghadapi berbagai tantangan.

Saat aku belum bisa melihat, Bimo banyak memberikan motivasi agar aku selalu kuat menghadapi cobaan-Nya, karena dalam setiap cobaan selalu ada rencana yang baik bagi kita. Selalu ber husnudzon terhadap Tuhan, karena tidak ada yang sia-sia dari setiap rencana-Nya. 

Begitulah Bimo selalu mengingatkan.
Suatu ketika aku pernah mengeluh pada Bimo, bahwa banyak perusahaan sangat diskriminatif terhadap kaum disable, seakan-akan kaum disable akan menjadi beban. Dengan sangat enteng Bimo bisa memberikan jawaban yang sangat memotivasiku.

"Aini, kamu tidak perlu kecewa atas penolakan itu"

"Itu tandanya Tuhan menginginkan kamu untuk menghasilkan sesuatu tanpa tergantung pada orang lain.."

"Hikmahnya, kamu terpacu untuk menggunakan kemampuan yang kamu miliki.."

Bayangkan, sedikitpun dia tidak mendukung kekecewaanku, dia tidak ingin su'udzon dengan perusahaan tersebut, dia mengalihkannya untuk memotivasi aku, agar aku lebih percaya pada kemampuanku sendiri. Dalam hatiku terucap,

"Subhanallah, malaikat seperti apa yang engkau kirim kepadaku ya Allah"

Aku begitu bersyukur dengan berbagai motivasi yang sudah diberikan Bimo, dari hal-hal yang sederhana bisa menjadi sesuatu yang memberikan manfaat yang sangat besar. 

Sepanjang dua tahun hubunganku dengan Bimo, entah berapa banyak manfaat yang aku dapatkan. Sekarang aku hanya tinggal menjalankannya.

Aku akan hadapi hidup ini sesuai dengan fitrahku sebagai manusia, apapun yang akan aku lakukan semata untuk mengabdi kepada Allah. Itulah cara untuk meringankan beban dari setiap apa yang akan aku lakukan. Begitulah tuntunan yang selalu diberikan Bimo semasa hidupnya.

Aku memulai menggali kemampuanku dalam menulis. Dengan menulis semua perjalanan hidupku, aku berharap bisa memulai karirku dalam menulis. Dengan bisa melihat tentunya akan lebih mudah bagiku untuk menulis. Masih sangat panjang kisah perjalanan hidupku yang bisa aku tuliskan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun