Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mata Untuk Aini | Sebuah Pertemuan

20 Januari 2020   10:29 Diperbarui: 21 Januari 2020   08:17 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Silahkan kalau mas tidak malu jalan sama orang buta.."

Setelah dia menemani menemani jalan-jalan, diapun mengantarku pulang. Alasannya saat itu ingin tahu rumahku. Karena sikapnya baik dan tulus, akupun tidak keberatan. Dia sering menjemputku kerumah, itulah yang membuat ayah sangat percaya dengan niat baik Bimo, sehingga dia bisa begitu dekat dengan ayah.

Sejak pertemuan itu, kami sering bertemu dan jalan bersama. Sampai suatu saat aku minta izin pada Bimo untuk meraba mukanya, dan dia mengizinknnya. Dari situ aku bisa merasakan bahwa dia lebih sempurna dariku, dia orang yang baik dan jujur, juga bisa di percaya. Bimo sangat care, dia tidak mengijinkan aku jalan sendiri, waktu senggang diluar aktivitasnya selalu diisi dengan bersamaku.

Bimo sedang kuliah Magister ilmu sosial dan politik dikampus terkemuka di Jakarta, jadi waktu kuliahnya tidak setiap hari. Saat sedang tidak ada kuliah dia mengajakku rekreasi, kami mengunjungi tempat-tempat yang pemandangannya Indah. Kadang dia menjelaskan seperti apa keindahan alam didepanku, meski aku tidak bisa melihatnya.

Itu salah satu cara dia mengenalkan kepadaku tentang luar biasanya sanga Maha Pencipta. Dia tidak pernah memperlakukanku seperti orang buta, dia menempatkan dirinya sebagai mata bagiku, agar aku selalu merasa melihat apa yang tidak aku lihat sebenarnya. Banyak sekali falsafah hidup yang dia berikan kepadaku, yang membuat aku semakin yakin menjalankan hidup ditengah keterbatasanku.

Ada satu yang sangat aku ingat kata-kata Bimo, tentang anugerah Tuhan diberikannya mata dan telinga agar digunakan sesuai dengan fungsinya, digunakan untuk melihat dan mendengar setiap peristiwa disekitar kita, peka terhadap segala situasi pertanda kita memfungsikannya.

"Dianugerahi mata tidak digunakan untuk melihat, diberikan pendengaran tidak digunakan untuk mendengar, lebih menikmati kebutaan dan ketulian dengan kelengkapan indera"

Apa yang dikatakan Bimo itu ternyata benar, aku menyaksikannya setelah aku bisa melihat, banyak sekali orang yang tidak memfungsikan indera penglihatan dan pendengarannya secara benar. Dulu ketika aku masih buta, tidak terlalu peduli dengan kenyataan seperti itu, tapi sekarang aku menjadi miris melihat kenyataan itu.

Bimo mengamalkan Habluminannas secara benar, baginya hubungan antar manusia itu tanpa sekat apapun. Hidup penuh toleransi antar sesama, tanpa berpikir tentang SARA, semua dia jalani dengan Lillahi Ta'ala. Tuhan kirimkan lelaki yang begitu istimewa untukku meskipun dia bukan jodohku, tapi dia sudah menjadi mata disaat aku belum bisa melihat.

Bimo pernah bilang padaku tentang bagaimana menyikapi hidup, agar tidak bersinggungan dengan orang lain. Dia memiliki filosofi yang bagus dalam menyikapi hidup. 

Bimo tidak ingin mencampuri urusan orang lain, tapi dia juga tidak suka urusan pribadinya dicampuri. Dia tidak pernah peduli dengan omongan orang lain, tidak bawa perasaan terhadap apa yang dikatakan orang lain tentang dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun