Kata-kata itu membuatku semakin terhenyak, membuatku secara tidak punya nilai, hanya sebuah jasad yang hidup tanpa memiliki nyawa yang sesungguhnya. Seharusnya begitu aku tahu dia sudah meninggal aku ziarah kemakamnya.
"Ketika ditakdirkan aku bisa melihat, betapa aku menjadi takut melihat kenyataan yang ada, yang begitu mengerikan, kalau dulu aku cuma bisa merasakan apa yang terjadi, tanpa melihat kejadiannya"
Betul apa yang dikatakan ayahku, aku tidak punya hati, dan tidak pandai bersyukur. Betapa Bimo sudah mencurahkan segenap perasaan dan hatinya kepadaku, dia mampu mengubahku, mengajarkan berbagai kebaikan. Banyak sekali kata-katanya yang sangat menginspirasiku. Dia selalu berusaha untuk mengatakan apa yang sudah dia lakukan.
Dia bukanlah lelaki penjual kata-kata bijak hanya ingin memesona wanita, apa yang dia katakan adalah apa yang sudah dia lakukan dan dia alami. Dia pengagum hidup para sufi yang selalu seperti padi, penuh dengan kerendahan hati demi membunuh keangkuhan diri. Aku memang tidak pernah memujinya, karena dia tidak butuh itu.
Di pusara ibu, aku kembali menumpahkan berbagai kesedihan dan penyesalan, namun aku tersadar bahwa itu tidak akan bisa memperbaiki kesalahanku. Aku memang harus melakukan sesuatu dengan lillah, agar aku tidak lelah. Aku harus berusaha untuk ikhlas menerima semua keadaan, dan aku harus memperbaiki keadaanku agar lebih baik.
Selepas ziarah dimakam ibu, aku menyusuri trotoar yang sekarang sudah semakin lebar. Aku melihat dan mengamati guiding block khusus kaum disabelitas. Aku baru tahu bentuknya seperti itu, yang dibuat asal jadi dan sama sekali tanpa perencanaan yang matang sesuai kebutuhan. Aku memang bersyukur sudah bisa melihat, tapi bagaimana dengan kaum disabelitas lainnya.
Aku pernah hampir celaka mengikuti jalur guiding block, aku tidak pernah tahu kalau didepanku ada lobang got yang masih dibiarkan menganga, untung saja saat itu ada Bimo yang menolongku, dan itu merupakan awal perkenalanku dengan Bimo. Sejak peristiwa itu dia sering mengawasiku, sering mengikuti kemana aku pergi.
Bimo selalu membuat aku tersenyum disaat hatiku sedang gelisah, Bimo juga yang menjelaskan padaku bahwa dunia ini begitu indah diciptakan Tuhan, dan sangat sempurna sebagai sebuah karya cipta. Semua yang dikatakan Bimo bukan sekadar menyenangkan hatiku, setelah aku bisa melihat, aku bisa membuktikan bahwa apa yang dikatakan Bimo semuanya benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H