Kalau prinsip itu yang direrapkan sejak awal, mungkin tidak akan pernah terjadi perdebatan antara naturalisasi dengan normalisasi, karena sudah jelas tujuannya sama. Hanya ingin  terlihat berbeda dalam penggunaan kata, secara prinsip pelaksanaanya sama.
Empat kelurahan yang akan terdampak pembebasan lahan antara lain, Tanjung Barat, Pejaten Timur, Cililitan dan Balekambang. Yang akan menjadi persoalan adalah, berapa lama memakan waktu untuk pembebasan lahan tersebut, karena dalam pembebasan lahan pun nantinya akan menemukan berbagai kendala.
Lahan yang dibebaskan seluas 13 hektar terdiri dari 23 bidang lahan di kelurahan Gedong dengan luas 1,6 hektar, di Balekambang 45 bidang dengan luas 3,7 hektar, dan di Cililitan 14 bidang dengan luas 4.727 meter persegi.
Selanjutnya di Cawang ada 15 bidang yang dibebaskan dengan luas 4.813 meter persegi dan di Kampung Melayu sebanyak 10 bidang dengan luas 1.399 meter persegi.
Kendala yang umum terjadi dalam pembebasan lahan adalah pada tarik menarik harga yang dipatok dalam hitungan permeter perseginya, dan tentunya berdassarkan patokan harga NJOP di setiap wilayah akan berbeda. Selain itu mentalitas oknum yang ikut terlibat dalam pembebasan lahan, akan sangat mempengaruhi negosiasi harga.
Kalau saja sejak 2017 pemprov DKI Jakarta  memiliki kerendahan hati untuk menerima konsep normalisasi, dan tidak kukuh mempertahankan konsep naturalisasi, sejak awal menjabat sebagai Gubernur, normalisasi kali Ciliwung sudah bisa dituntaskan lebih cepat, dan sesuai dengan target yang ingin dicapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H