penghargaan untuk Diskotik Colosseum dari Pemprov DKI Jakarta. Awalnya saya tidak terlalu peduli dengan persoalan itu, tapi setelah anak saya cerita tentang kondisi Diskotik tersebut yang sebenarnya, saya mulai tertarik untuk mengetahuinya.
Beberapa hari yang lalu saya dikirimkan foto tandaMenurut anak saya, Diskotik tersebut tidak ada pantas-pantasnya untuk menerima penghargaan, karena didalamnya sarana bagi orang-orang mengumbar segala bentuk syahwat, mulai yang dari mabuk minuman sampai mabuk karena obat-obatan terlarang.
Yang terungkap lainnya dari kondisi sebenarnya di Diskotik Colosseum tersebut, adanya prostitusi  terselubung. Adakah pantas tempat seperti itu menerima penghargaan Adikarya Wisata 2019? Apa yang mendasari pemberian penghargaan tersebut.?
Tak urung pemberian penghargaan tersebut menuai berbagai protes dari elemen masyarakat, terakhir dikabarkan Pemprov DKI Jakarta mencabut penghargaan tersebut, dan gubernur Anies Baswedan tidak merasa merekomendasian pemberian penghargaan pada Diskotik Colosseum, lantas atas inisiatif siapa penghargaan itu diberikan.?
Sementara, piagam penghargaan tersebut ditanda tangani oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Itupun sudah disangkal juga, bahwa tanda tangan yang tertera dipiagam hasil cetakan.
Argumentasi ini bisa dibenarkan, karena memang ada yang melakukan hal seperti itu, tapi bagi seorang kepala daerah harusnya sangat riskan membiarkan tanda tangannya ikut tercetak saat piagam tersebut dibuatnya, karena berpeluang besar untuk disalahgunakan.
Apakah seorang Anies Baswedan membiarkan hal seperti itu terjadi.? Kecil sekali kemungkinanannya Anies bisa seceroboh itu. Sebagai seorang kepala daerah yang 'Smart' Anies tidak mungkin mau melakukan kesalahan seperti itu.
Tapi pada kenyataannya, kesalahan itu sudah terjadi. Sebuah Club yang tidak layak menerima penghargaan Adikarya Wisata 2019, menjadi penerima penghargaan tersebut, dan Anies Baswedan sudah buang badan, tidak merasa memberikan penghargaan tersebut.
Haruskah sebagai seorang pemimpin selalu melimpahkan setiap kesalahan kepada bawahannya? Jelas tidak, banyak pemimpin malah menanggap kesalahan bawahan adalah kesalahannya, dan merupakan tanggung jawabnya. Itulah sebuah resiko menjadi seorang pemimpin.
Kalau saya ada diposisi Anies, saya akan pikul semua kesalahan tersebut, menerima berbagai hujatan masyarakat sebagai konskuensi saya yang kurang cermat dalam mengawasi setiap tugas dan tanggung jawab bawahan saya.
Karena biar bagaimana pun, kesalahan seorang bawahan dalam melaksanakan tugasnya, tidak terlepas dari pengawasan saya sebagai pemimpin, dan saya harus siap menerima resiko terberat sekalipun dari kesalahan tersebut.
Kalau Anies dalam segala hal cuma mendengar hasil laporan bawahannya, maka kedepan Anies akan menghadapi banyak masalah akibat dari ulah para bawahannya. Ulah para Asal Bapak Senang (ABS) dari jaman kuda gigit besiw sudah seperti itu. Yang tak baik pun tetap dibilang baik dalam laporannya.
Begitu juga dengan Diskotik Colleseum, bisa jadi anak buah Anies melaporkan bahwa di Colosseum tidak ada narkoba dan sejenisnya. Itu satu hal yang tidak mungkin, dimanapun tempat hiburan malam yang ramai dikunjungi, pastilah ada daya tariknya bagi pengunjung. Inilah yang tidak dilakukan investigasi terlebih dahulu sebelum memberikan penghargaan.
Pemberian penghargaan bagi pengelola Diskotik tersebut dianggap sebagai sebuah legitimasi atas perijinannya. Padahal club sejenisnya itu pada kenyataannya sudah banyak yang diberangus perijinannya. Entahlah kalau pemerintahan Anies Baswedan sudah kembali melegalkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H