Dari pengertian di atas, kita mendapat pengertian bahwa nafsu sendiri bukanlah suatu hal yang buruk yang dimiliki manusia. Dengan adanya nafsu yang diberikan oleh Tuhan kepada kita sebagai manusia akan memberikan kita sebentuk dorongan-dorongan seperti; bertahan hidup, memiliki sesuatu, keingintahuan, serta dorongan-dorongan baik untuk kita lakukan di kehidupan.
Namun, nafsu datang menjadi keburukan saat dihubungkan dengan kata "Hawa". Disebutkan bahwa hawa merupakan suatu keinginan yang bertujuan kepada hal-hal yang bertentangan dengan petunjuk Allah SWT (ZAD Al-Mufassirin). Sejalan dengan itu, dalam id.wikipedia.org menjelaskan bahwa kata nafsu yang ditambah kata hawa, menjadi Hawa Nafsu yang memiliki artian atau bermakna, "dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik". Arti hawa sendiri disebutkan dalam id.wikipedia.org adalah sangat cinta atau kehendak.
Dari uraian tersebut, kita diantarkan kepada tujuh macam hawa nafsu yang ada pada diri kita yaitu: Nafsu Al-Amarah, Al-Lawwamah, Al-Mulhimah, al-Muthma'innah, Al-Mardliyah, Aal-Kamilah, dan Al-Radliah. Dari tujuh macam nafsu tersebut, nafsu juga dapat dilihat sebagai suatu karakter atau kecenderungan sebagai sifat manusia dengan digolongkan menjadi empat macam, yaitu: Nafsu al-hayawaniyah, al-Subuiyyah, al-syaithaniyah, dan al-malakiyah (ZAD Al-Mufassirin).
Singkatnya, nafsu memberikan sebuah dorongan yang baik juga buruk di dalam diri kita untuk melakukan sesuatu, serta dalam menjalankannya kita sebagai manusia memiliki pilihan.
Seperti apa yang disebutkan dalam ZAD Al-Mufassirin, "nafsu merupakan suatu ciptaan Tuhan yang diberikan kepada manusia dalam keadaan sempurna sebagai perangkat dalam rohani manusia. Diciptakan dengan lengkap kepadanya yaitu kebaikan dan keburukan, dengan tujuan agar mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan itu, manusia diberi kemampuan untuk memilih antara keduanya".
***Â
Secara pribadi, dapat dikatakan nafsu (dorongan) yang baik dengan yang buruk dalam kehidupan biasanya lebih mudah dilakukan yang tergolong nafsu buruk. Seperti kemalasan, kerakusan, keinginan membeli sesuatu (bukan hal pokok), bahagia melihat orang lain menderita, dan hal-hal buruk lainnya.
Hal tersebut diperparah saat kita melakukannya tanpa adanya suatu kesadaran, mungkin dari sini pula agama Islam melarang mengonsumsi makanan atau minuman yang memabukkan di mana dalam keadaan tidak mengonsumsi pun kita terkadang sulit mendapat kesadaran apalagi kita masuk dalam pengaruh makanan atau minuman tersebut.
Berhubungan dengan itu, dalam puasa ini yang dikatakan akan menambah ketakwaan kita kepada Tuhan. Dalam tulisan ini dapat kita artikan sebagaimana puasa memupuk takwa yaitu memberikan kita sebentuk kehati-hatian, lebih waspada lagi dengan berbagai hal-hal yang sedang kita pikirkan. Seperti halnya saat kita menginginkan sesuatu (Nafsu: dorongan), apakah itu ada manfaatnya, atau hanya keinginan semata.
Tentunya berbicara itu mudah, melakukan yang susah. Begitu pula dalam tulisan ini, yang ditujukan sebenarnya bukan untuk mencoba menasihati atau menggurui atau memerintahkan seseorang (siapa saya, melakukan seperti itu). Namun sebagai pengingat diri pribadi, yang jika menurut pembaca ada yang baik dan dapat dipetik itu merupakan suatu bonus saja dari Tuhan (agak naif memang) serta semoga dapat menambah sedikit khazanah perbincangan.
***