Sebagai seorang manusia yang memiliki keinginan, harapan, serta yang dicita-citakan memberikan sebentuk perjuangan untuk dapat mencapai apa yang disebut tujuan. Derasnya ombak kehidupan menerpa jalan setiap insan yang memberikan sebentuk kekhawatiran akan masa depan.
Hal-hal yang diinginkan juga setiap harapan dan yang dicita-citakan tidaklah semudah apa yang dibayangkan. Banyak manusia yang terlahir dalam ketidak beruntungan, terjerumus dalam lubang kesesatan dan menjadikan seorang insan yang dipenuhi pesakitan serta kehampaan.
Takdir Tuhan membuka jalan dalam mencapai tujuan, kedekatan seorang hamba dengan Sang Pencipta memberikan sebentuk pemikiran-pemikiran tentang apa dan mengapa seorang dilahirkan. Saat terasa jauh dan hampa datang, serta dipenuhi oleh rasa ketidak berdayaan sebagai seorang manusia yang penuh kelemahan tentu menginginkan sebentuk arahan yang bersumber dari Sang Maha Benar.
Demikian dengan apa yang disebutkan tersebut, tentu kita perlu memiliki kesadaran serta pemahaman tentang apa itu takdir Tuhan. Sehingga berjalannya kehidupan terdapat keseimbangan serta tidak terombang-ambing dalam arus kehidupan.
Dalam an-nur.ac.id, takdir diartikan sebagai peraduan/ gabungan antara qadha' dan qadar, ketetapan yang dimiliki Allah SWT dan juga keputusan-Nya terhadap manusia serta makhluk lainnya dengan kadar atau ukurannya masing-masing.
Qadar adalah apa yang Allah takdirkan secara azali (terdahulu) tentang apa yang akan terjadi pada semua makhluk-Nya. Sedangkan Qadha merupakan ketetapan Allah pada semua makhluk-Nya dengan menciptakan, meniadakan, serta merubahnya (an-nur.ac.id).
Arnesih, A. (2016). Dalam jurnal Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis, menuliskan pengertian takdir yaitu sesuatu yang ada ukurannya, baik itu ukuran waktu, ukuran tempat atau jarak atau yang lainnya.
Dalam jurnal tersebut, kaitan takdir dengan perbuatan manusia dijelaskan menjadi 3 golongan yaitu: Golongan Mu'tazilah adalah golongan yang mempunyai pendapat kalau manusia memiliki kebebasan melakukan sesuatu karena Allah telah memberi manusia akal pikiran, akan tetapi harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
Lalu golongan Jabariyah berpendapat bahwa manusia itu ibarat robot yang tidak bisa melakukan sekehendak sendiri melainkan digerakkan oleh Allah atas kehendak-Nya. Kemudian Asy'ariyah menjadi penyeimbang dari pendapat antara Mu'tazilah dan Jabariyah yakni berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kekuasaan menciptakan sesuatu tetapi manusia memiliki kuasa dalam melakukan sesuatu, dan selebihnya diserahkan kepada Allah.
Sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Asy'ariyah dalam jurnal Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis. Terdapat dua macam takdir manusia, yaitu Takdir Mubram merupakan takdir Allah yang tidak dapat dibantah atau ditawar oleh manusia (kelahiran, kematian, dsb). Kemudian Takdir Mua'llaq yaitu takdir yang sifatnya dapat diubah atau diusahakan (jodoh, cita-cita, rejeki, dsb) (an-nur.ac.id).