Mohon tunggu...
Aji Prasanto
Aji Prasanto Mohon Tunggu... Lainnya - Bujangan

Suka menulis apa saja dan tertarik dengan keluh kesah dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dualisme dalam Realitas Kehidupan Manusia

5 Maret 2023   00:33 Diperbarui: 5 Maret 2023   01:04 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels.com/ Mitzi Mohana

Dengan begitu, dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, fenomena mental adalah entitas non-fisik dan raga adalah fisik. Oleh karena itu, paham dualisme ini melihat fakta secara mendua. Akal dan materi adalah dua substansi yang secara ontologis terpisah, jiwa dan raga tidak saling terkait satu sama lain.

Dari penjelasan di atas, kita masuk kedalam suatu bentuk istilah yaitu "Dikotomi". Istilah dikotomi dijelaskan sebagai suatu pembagian dari suatu keseluruhan menjadi dua bagian, pengertian ini sama halnya dengan dikotomi sebagai suatu pemisah.

Jika dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti: seseorang memisahkan urusan kehidupan duniawi dengan urusan kehidupan ilahi. Seorang tersebut memisahkan kesuksesan dalam pekerjaan dunia dengan kesuksesan urusan akhirat.

Dari pengertian tentang dualisme dan dikotomi, mengantarkan kita kembali pada paragraf pembuka diatas, yaitu; antara baik dan buruk, salah dan benar, bahagia dan sengsara, dst. 

Dengan mengistilahkan sebagai suatu "Pikiran dualistik-dikotomik", setiap orang pada umumnya memiliki pikiran ini, yaitu pikiran tentang suatu kebenaran yang dipercayainya secara absolut atau sebaliknya kesalahan secara absolut.

Pikiran dualistik-dikotomik menjadi dasar terbentuknya konflik sosial atau sentimen negatif terhadap seseorang. Dijelaskan dalam Reza A.A Wattimena (2016:32) "pikiran yang melihat dunia dengan kacamata hitam-putih. Ada pihak yang benar secara absolut, dan ada pihak yang salah secara absolut. Tidak ada jalan tengah. Keduanya harus saling menghancurkan satu sama lain". 

Oleh karena itu, secara mendalam kita memerlukan suatu kesadaran dalam menjalani kehidupan didunia ini, karena benar belum tentu tidak ada kesalahan dan salah tidak selalu bersifat buruk.

Orang yang merasa, bahwa persepsinya adalah kebenaran mutlak dan sesuai 100% dengan kenyataan, adalah orang yang hidup dalam delusi (Reza A.A Wattimena 2016:36). 

Pikiran dualisme juga sejatinya adalah ilusi. Tidak ada dualisme di dalam alam ini. Semuanya adalah sebagai jaringan yang saling terkait erat, tanpa bisa dipisahkan. Baik-buruk, benar-salah, untung-malang, semua dikotomi ini adalah hasil dari kesalahpahaman yang bercokol di dalam pikiran manusia (Reza A.A Wattimena 2016:33).

Dalam kehidupan seseorang, "melampaui pikiran dualistik-dikotomik (Adwaitacitta), tidak saja mendapatkan pikiran yang tenang dan seimbang (Upeksha), tapi juga menghasilkan pengetahuan tertinggi yaitu Praja (kesempurnaan kebijaksanaan), wawasan serta pemahaman akan diri dan kehidupan yang luas dan mendalam" (hindujogja.com).

Belakangan ini banyak isu di negeri kita tercinta, tentang; moralitas yang memudar, tanggung jawab yang sepi, keserakahan yang menguat, kejujuran yang hilang, kebijakan yang sewenang-wenang, serta masih banyak lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun