Mohon tunggu...
Aji Prasanto
Aji Prasanto Mohon Tunggu... Lainnya - Bujangan

Suka menulis apa saja dan tertarik dengan keluh kesah dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Identitas dan Politik

24 Desember 2022   22:38 Diperbarui: 25 Desember 2022   00:12 5883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia, jika kita berbicara mengenai manusia tentunya banyak pengertian atau anggapan-anggapan yang berbeda-beda. Dari hal tersebut kita mendapatkan suatu bentuk pengalaman yang unik dari setiap pemikiran, tingkah laku, serta ciri tersendiri dari setiap ungkapan yang dikeluarkan oleh masing-masing orang tersebut. Kompleksitas yang dimiliki manusia serta kemampuan untuk menunjukan eksistensi yang berbeda-beda, membentuk suatu pengertian atau penjelas tentang suatu gambaran dalam menunjukan seorang pribadi secara lebih spesifik.

Spesifikasi atau pelabelan dari seorang pribadi ke pribadi lainya, memudahkan kita untuk mengenal, mengingat, serta mencirikan seseorang. Hal ini tentunya tidak hanya berlaku dalam proses eksistensi diri seseorang, hal tersebut juga berlaku pada sebuah kelompok sosial, agama, negara, masyarakat, bahkan masih banyak lagi.. Untuk memperoleh pelabelan atau predikat atau sebagai penanda dari diri seorang individu bahkan kelompok sosial, terdapat banyak usaha dalam mencapainya.. Hingga pada akhirnya menjadi sebuah identitas dari diri seseorang atau kelompok sosial tersebut.

Istilah identitas dijelaskan dalam KBBI sebagai, "ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang". Hal ini menunjukan bahwa identitas dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kemelekatan yang dimiliki oleh seseorang; baik pemikiran, tingkah laku, kepercayaan, bahkan sampai gaya hidup. Begitu pula dalam pemaknaan identitas pada suatu kelompok sosial yang mana didalamnya terdapat suatu bentuk keterlibatan, rasa peduli, rasa saling memiliki, serta kebanggaan di dalam diri seorang anggota kelompok tersebut yang membentuk sikap, kepercayaan, dan gaya hidup.

Namun kompleksitas manusia memunculkan suatu bentuk keunikan, yang mana didalamnya terdapat suatu bentuk perubahan baik dalam; pemahaman, sikap, gaya hidup, serta masih banyak lagi sehingga memunculkan suatu bentuk identitas manusia yang berubah dan juga tidak menunjukan berakhirnya bentuk identitas diri dalam manusia selama manusia itu hidup. Hal ini sama dengan anggapan bahwa, manusia yang baik adalah manusia yang tumbuh yang ditunjukan baik dalam; pemahaman, sikap, gaya hidup, atau semacamnya sehingga menunjukan bahwa seorang manusia itu memperbaiki dirinya dari kesalahan-kesalahan masa lalu dan menunjukan bahwa sebagai makhluk hidup akan selalu berkembang.

Sehingga dari penjelasan diatas, secara sederhana dapat dijelaskan bahwa bentuk identitas yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok sosial tidak sepenuhnya selesai. Akan ada perubahan dalam suatu hal atau apapun selama manusia itu hidup, berakhirnya suatu bentuk identitas diri dari seseorang atau kelompok sosial yaitu pada saat manusia itu mati atau kelompok sosial itu bubar.

Issue

Sambutan presiden jokowi pada Konsolidasi Nasional Bawaslu RI, di Jakarta pada tanggal 17 Desember 2022 menjadi suatu tema yang cukup menarik di ILC pada tanggal 22 Desember 2022 dengan judul, Dosakah Politik Identitas?? // Ganjalan Untuk Anies?!.

Menjadi pro-kontra dari para pembicara mengenai identitas di masyarakat Indonesia, yang diantaranya suku, ras, etnis, juga agama, ataupun budaya yang melekat di masyarakat kita. Pembicara yang setuju dengan pidato dari Presiden Jokowi, serta ikut mengkhawatirkan tentang kemungkinan konflik yang didasari dari keberagaman identitas yang ada di negara Indonesia ini mengungkapkan bahwa, "Pelabelan antar komunitas sosial yang satu dengan yang lainnya, menjadikan suatu bentuk yang rentan disusupi dengan berita-berita buruk, atau saling menjelekan satu sama lain". Oleh sebab itu hal tersebut harus dijaga sebaik mungkin dan jangan sampai terjadi, serta tidak melakukan kampanye dengan pelabelan atau posisi kelompok sosial yang di anggotai lebih baik daripada kelompok sosial yang lainnya.

Sedangkan pembicara pada posisi yang kontra mengatakan bahwa, "Identitas sosial merupakan suatu bentuk anugrah yang tidak bisa di ubah, oleh karena itu kita harus bangga serta menjaga atas pemberian tersebut". Meyakini bahwa dalam memilih suatu ketua atau kepala pemerintahan, sebisa mungkin memilih dari golongan atau kelompok sosial yang dianut. Dengan anggapan bahwa, memilih calon kepala daerah/negara dari kelompok sosial yang di anggotai akan memiliki suatu bentuk visi dan misi serta tujuan yang sama, dan juga memungkinkan untuk tidak merugikan komunitas atau kelompok sosialnya sendiri.

Tentunya kita tahu bahwa diangkatnya isu ini dilatarbelakangi oleh suatu bentuk pengalaman masa lalu, yang mana pada saat itu pemilihan kepala daerah provinsi DKI Jakarta tahun 2017 cukup menjadikan perdebatan panjang serta panas baik di kalangan masyarakat Indonesia sendiri bahkan sampai ke luar negeri. Yang dikarenakan perkataan salah satu dari calon kepala daerah tersebut, menyinggung banyak anggota kelompok sosial agama, yang penganutnya mayoritas di negara Indonesia ini. Bahkan dari hal tersebut, dalam pemilihan calon presiden 2019 masalah tersebut masih dibawa-bawa, yang mana sampai sekarangpun aroma dari permasalahan tersebut masih tercium dikalangan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun