Mohon tunggu...
Wilujeng Windhiari
Wilujeng Windhiari Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar Sepanjang Hayat

Ibu rumah tangga, satu putra. Penulis buku-buku Ekonomi dan Akuntansi. Kadang jadi editor. Pernah jadi murid, mahasiswa, guru, akuntan, auditor, pebisnis, penjual sekaligus cs. From all of that, the best thing and I Love so much, is become a housewife and mother of my son.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Makroprudensial dan Strategi di Arena Balap

17 Juni 2019   17:35 Diperbarui: 17 Juni 2019   18:00 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by skeeze from Pixabay

Setiap negara di dunia sejatinya sedang berada di arena balap. Baik di bidang pertahanan, pendidikan dan yang paling kelihatan dan terukur adalah di bidang ekonomi. Semuanya salip menyalip berusaha dengan kecepatan penuh, guna mencapai poin tertinggi.

Demikian pula yang terjadi pada dunia balap sesungguhnya. Tidak peduli itu balap motor, balap mobil atau balapan liar. Tidak ada yang namanya bertanding untuk meraih poin terlama. Pernah suatu ketika saya berandai-andai, bahwa ada lomba lari yang pemenangnya adalah si paling lambat sampai di finish. Yah, angan-angan tersebut terbetik sebab saya berulang kali kalah lomba lari dengan teman sebangku saya masa SMP. Demikian pula dalam kenyataan, semuanya berlomba dan berusaha menjadi tercepat dengan segala daya upayanya.

Perhatikan lebih dekat dan lebih cermat, nyatanya antara arena balap motor atau mobil, memang memiliki banyak kesamaan dengan balapan di bidang ekonomi. Baik mari kita cermati satu per satu.

Sama-sama memperjuangkan waktu, yang bisa jadi uang atau pedang. 

Image by Nattanan Kanchanaprat from Pixabay
Image by Nattanan Kanchanaprat from Pixabay

Di arena balap, waktu bisa jadi uang, sebab jika menjadi pemenang maka bakal mendapat sejumlah dolar sebagai penghargaan, belum lagi sponsor yang bakal menguntit si juara. Lihat saja The Doctor alias Valentino Rossi, yang nyambi ngiklan di Indonesia sebab prestasi kebut-kebutannya. Jadi pedang, kalau menjadi yang paling akhir atau makin lambat di arena balapan. Kalau si pembalap sudah tua, maka alamat akan segera pensiun, kalau tidak mau pensiun ya jadi pelatih saja, atau justru mendirikan klub balap sendiri.    

Dalam bidang ekonomi, terang tarwaca alias jelas sekali, ekonomi yang bertumbuh paling cepat artinya menghasilkan banyak uang. Semua penduduk berpendapatan tinggi, perekonomian lancar jaya selayaknya air yang mengalir. Negara-negara yang perekonomiannya bertumbuh dengan baik lebih awal, diganjar status negara maju. Kalau lagi ngebet-ngebet-nya bertumbuh predikatnya emerging countries, salah satunya tanah air tercinta kita Indonesia. Konon memang istilah waktu adalah uang, paling dikenal di kalangan pedagang. Mungkin melihat jam bundar di halaman tengah, sudah mirip uang logam recehan. Jangan salah, sekarang uang logam makin susah dicari.   

Kalau jadi pedang, jika ekonomi mengalami perlambatan pertumbuhan. Namanya lambat tentu membutuhkan waktu yang lama. Kalau dibiarkan terus menerus, bisa berefek menyakitkan, seperti krisis di tahun 1998, yang merembet ke krisis multidimensi. Maka tidak berlebihan jika salah satu ekonom golongan Keynes, yakni Lerner yang menyebutkan bahwa perekonomian yang berada dalam keadaan baik, juga akan dapat mengatasi aneka ragam masalah sosial.

Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh

Semboyan di atas sangat berlaku di arena balap. Meski kita hanya mengenal nama seperti Lewis Hamilton, Rossi, Schumacher atau Moreno, sebenarnya di balik mereka ada beratus orang yang bekerja. Pelatih sudah pasti memegang peranan yang penting, dan sudah pasti terkenal juga. Namun ada pula yang susah terkenal, meski mendampingi juara balapan, yakni navigator atau co-driver dalam balap mobil, yang tugasnya mengarahkan si pembalap. Kehadirannya sangat dibutuhkan.

Ada pula tim teknis, yang tugasnya mengganti ban, kemudi atau mengisi bahan bakar. Jika diperhatikan tim ini, kerjanya ekstra keras dan cepat saat balapan berlangsung. Tidak ada yang dengan santai memasang baut ban. Tim di balik layar yang jarang sekali terekspos media juga penting keberadaannya, seperti: ahli teknis, ahli aerodinamis, ahli bahan bakar dan semua ahli yang berhubungan dengan kendaraan bermotor. Mereka semua tidak tampil, namun menentukan kemenangan si pembalap.

Image by Rayna Bauman from Pixabay
Image by Rayna Bauman from Pixabay

Semua tim balapan tersebut, bersatu dan bekerja sama dengan baik. Tidak ada satupun yang berminat untuk menghancurkan sang ikon alias si pembalap. Dan nyatanya, semua memang memegang peran krusial. Ambil contoh yang paling ringan, si pemasang baut ban atau pengencang baut. Pekerjaan tersebut tampak ringan dan mudah sekali dilakukan. Oke, seandaianya si pemasang baut mempunyai niatan yang buruk dan kemudian mengencangkan baut seenaknya, bukan tidak mungkin kecelakaan hebat akan menimpa si pembalap. Sehingga kerjasama tim yang baik sangat diperlukan.

Bagaimana dalam perekonomian?

Kerjasama tim dalam ekonomi juga sangat dibutuhkan. Rossi, Hamilton adalah ibaratnya nama sebuah negara. Mereka bergelut dengan kecepatan dan angka yang diperoleh. Kalau perekonomian negara, tentu bergelut dengan tingkat inflasi, suku bunga, pajak, defisit dan pendapatan. Dalam melakukan pengukuran tingkat ekonomi, dengan mudah dapat dilihat dari hal-hal tersebut. Kebijakan atas perihal ekonomi yang bersifat besar dan menyeluruh tersebut, kemudian disebut makroprudensial yang tanggung jawabnya dibebankan pada Bank Sentral yakni Bank Indonesia.

Tim dalam perekonomian juga sangat banyak. Ya pasti dong, ini kan menyangkut hajat hidup orang satu negara. Ada tim ahli ekonomi, perpajakan, ini yang masih skala besar. Tim yang lain, selayaknya pemasang baut, seperti tidak penting, namun krusial keberadaannya, seperti: pedagang di pasar tradisional, rumah tangga dan bahkan kesehatan. Kebijakan atas tim ini, disebut dengan mikroprudensial yang merupakan tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Nah baik makroprudensial dan mikroprudensial, haruslah memiliki strategi kerjasama yang cukup baik, semuanya saling mendukung dan bersatu. Strategi kerjasama keduanya, disebut dengan makroprudensial. Makin terang bukan, kalau kerjasama di bidang ekonomi sangat dibutuhkan, mulai dari yang paling besar sampai bagian terkecil. Jangan pernah meremehkan peran pedagang cabe di pasar, yang bahkan belum melek teknologi. Mereka juga bisa berperan mempercepat pertumbuhan ekonomi, atau bahkan menyumbangkan inflasi.

Tak ubahnya balapan, yang beresiko mengalami kecelakaan, ekonomi pun bisa mengalami krisis. Tahun 1998 adalah masa perekonomian Indonesia, mengalami kecelakaan, dan bahkan menyandang predikat terparah dan terlama di kawasan Asia. Pada masa tersebut, kebijakan makroprudensial belum diterapkan dengan baik.

Uniknya saat tahun krisis Asia, ekonomi Indonesia dalam keadaan yang baik-baik saja, sebab dalam kondisi defisit rendah dan pengangguran bukan masalah krusial. Toh Indonesia ambruk juga pada kuartal kedua tahun 1998. Ternyata sumber masalah krisis adalah rendahnya pengawasan dan minimnya standar akuntansi, atau tidak lain penyebabnya adalah dari sistem keuangan. Sampai kemudian di krisis 2008 pun, penyebabnya adalah kredit perumahan yang termasuk dalam bidang mikroprudensial. Oleh sebab itu, krisis generasi ini ditengarai disebabkan oleh sistem lembaga keuangan dan perilaku investor. Resiko krisis yang terjadi sebab pertautan antara banyak hal di bidang ekonomi, baik itu sistem keuangan, lembaga keuangan, perilaku pelaku ekonomi, dan bahkan individu inilah yang kemudian dikenal dengan resiko sistemik.

Nah, guna menghindari resiko kecelakaan atau resiko sistemik tersebut, maka kebijakan makroprudensial sangat dibutuhkan. Kalau di arena balapan wujudnya adalah kerjasama tim, guna mewujudkan gelar juara, kalau di bidang perekonomian adalah kerjasama antara makroprudensial dan mikroprudensial, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan tentu menghindari kecelakaan berupa krisis ekonomi.

Jadi sekali lagi, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun