Mendayung perahu menyusuri setiap lorong waktu,
aku terhenti sejenak...
Mata kecilku menatap ke belakang,
kembali mendayung,
terhenti,
lalu kedua mataku terpejam.
Secepat kilat bayangan datang dan membuyarkan seluruh isi otakku.
Satu kerinduan akan kebersamaan.
Tak ada air mata lagi.
Anganku menari, kembali mengikuti gerakan awan.
Aku adalah seorang yang tak memiliki kekuatan untuk mengetahui apa yang aku inginkan.
Aku terus berlari dan bersembunyi di dalam topeng yang menutupi wajahkuu dari realitas kehidupan.
Sesekali topeng itu lepas dan aku berjalan tegap menatap setiap mata yang melemparkan sejuta keraguan.
Tak pernah banyak waktu terlewati untuk menjadi diri sendiri.
Di kejauhan aku melihat sebuah pulau yang indah.
Satu keinginan yang besar untuk mendekatinya...
Namun sellu terempas kerasnya ombak.
Hingga suatu hari aku bisa merainya...
Aku berhasil mencapainya...
Tetapi entah kenapa, aku terdiam dan gundah.
Keraguan datang.
Ya, mengikatku di atas perahu.
Keberanian itu tak cukup kuat untuk membawa pikiran dan hatiku ke sana.
Satu yang tak pernah berubah, aku akan selalu berhadapan dengan pilhan.Â
Saat itulah aku menjadi diriku,
mengungkapkan apa yang aku mau,
dan berani mengambil segala risikonya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H