Seketika matcha latte favoritku sudah terasa hambar. Langsung saja aku membereskan barang-barangku dan bergegas pergi sebelum wanita itu sadar akan kehadiranku.Hujan di luar ternyata sudah mereda. Waktu menunjukkan pukul setengah 4 sore. Langsung saja aku membuka aplikasi ojek online dan mengunjungi seorang psikiater yang kebetulan rumah sakit tempat Ia bekerja, cukup dekat dengan kedai kopi yang aku kunjungi.
Sesampainya aku di ruang konseling, terlihat seorang wanita paruh baya menyambutku dengan senyum hangat.
"Hai manusia kuat." Aku tersenyum saat Ia memanggilku manusia kuat.
Tak sengaja matanya melihat tangan kiriku yang penuh dengan darah yang mengering.
"Lagi, Rhea?" Tanyanya halus.
"Ayo sini duduk di samping saya." Ucapnya. Terlihat Ia sedang mencari sesuatu.
Ia, Dokter Rose. Sudah kali ke-5 aku mengunjunginya hanya untuk memeriksa kesehatan mentalku.
Plester luka bermotif kupu-kupu menempel cantik di tangan kiriku, menutupi luka goresan yang sering aku buat ketika banyak hal yang mengganggu pikiranku.Â
Dokter Rose tersenyum setelah mengobati luka di tangan kiriku.
"Kamu tau, Rhea? Kenapa saya selalu menyarankan kamu untuk menggambar kupu-kupu di tanganmu daripada kamu harus membuatgoresan seperti cakaran kucing?" Tanya dokter Rose.
"Kupu-kupu adalah jiwa, Rhe. Psikoterapi adalah penyembuhan jiwa. Tetapi, untuk disembuhkan, jiwa, seperti kupu-kupu, harus melalui siklus transformasi. Perlu untuk melewati tahap ulat, tahap ketidakberdayaan dan ketidaksadaran, berada di pupa, dan tahap upaya untuk menetas dari kepompong. Saya tahu kamu sabar dan berusaha untuk sembuh. Saya yakin kamu pasti bisa, Rhea." Lanjut dokter Rose.