Pencitraan Multimodalitas pada Hyperparatiroidisme Primer:Â
Meningkatkan Akurasi Diagnostik
Khulud Mahmudach Hapsari Yassalim, Nanda Rizki Nurkholifah, Ajeng Putri Pradika, Maulidha Indra Chusnuraafi. Kelompok 1 PBL, Program Studi D4- Teknologi Radiologi Pencitraan, Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga.
Â
Abstrak
Hyperparatiroidisme primer adalah kondisi medis yang ditandai oleh peningkatan produksi hormon paratiroid (PTH) secara berlebihan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia dan berbagai komplikasi lainnya seperti osteoporosis, nefrolitiasis, dan gangguan fungsi ginjal. Diagnosis dan pengelolaan Hyperparatiroidisme memerlukan pendekatan multidisiplin, di mana modalitas pencitraan memainkan peran yang sangat penting dalam identifikasi dan lokalisasi kelainan paratiroid.Â
Artikel ini membahas secara mendalam penggunaan berbagai modalitas pencitraan, yaitu Computed Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan teknik Kedokteran Nuklir dalam diagnosis dan pengelolaan Hyperparatiroidisme.
Penggunaan optimal dari teknologi pencitraan ini dapat meningkatkan hasil diagnostik dan terapeutik, mengurangi komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan Hyperparatiroidisme. Oleh karena itu, integrasi dari berbagai teknik pencitraan ke dalam praktik klinis merupakan langkah penting dalam perawatan pasien dengan kondisi ini.
Pendahuluan
      Hyperparatiroidisme primer (PHPT) adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan produksi hormon paratiroid (PTH) secara otonom. Secara klasik ditandai sebagai hiperkalsemia dengan adanya peningkatan konsentrasi PTH serum, sekarang dikenal sebagai spektrum yang berkisar dari PTH yang terlalu tinggi atau bahkan normal dalam pengaturan kalsium yang tinggi atau bahkan normal.Â
Iradiasi leher dalam bentuk radiasi sinar eksternal atau yodium radioaktif dari ablasi tiroid sebelumnya juga merupakan faktor risiko. Spektrum gejala yang mungkin mewakili manifestasi klinis PH sangat luas yang mencakup antara lain, gangguan mental, gangguan pencernaan, gejala nefrolitiasis, serta nyeri tulang dan sendi akibat osteoporosis umum. Diagnosis PH didasarkan pada hasil biokimia, yaitu peningkatan PTH serum dan kadar kalsium total atau terionisasi serta hiperkalsiuria.
Diagnosis didasarkan pada kadar PTH di kisaran normal atas dengan peningkatan kadar kalsium serum yang pada beberapa pasien mungkin menghambat pelepasan PTH. Dalam kasus pasien tanpa gejala, perawatan bedah pada pasien dengan kadar kalsium serum total melebihi batas atas normal sebesar 1 mg/dL.Â
Indikasi untuk perawatan bedah termasuk gangguan fungsi ginjal (nefrolitiasis atau klasifikasi parenkim ginjal pada pemeriksaan pencitraan, bersihan kreatinin <60 mL/menit, hiperkalsiuria >400 mg/hari yang disertai dengan peningkatan risiko nefrolitiasis) serta kelainan tulang (tulang belakang). Fraktur yang ditunjukkan dalam studi pencitraan, skor T <--2,5 dalam studi DXA). Modalitas pencitraan seperti Computed Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan teknik kedokteran nuklir memainkan peran kunci dalam diagnosis dan penanganan hyperparatiroidisme primer.