Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Nak, boleh Ibu curhat??

14 Desember 2011   14:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:17 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya masih belum bisa membayangkan bagaimana perasaan seorang ibu yang harus mengurus anak dengan perasaan yang hancur karena dimadu oleh suaminya.

Apalagi jika anak – anak yang diharapkan mampu menjadi teman bicara itu malah berbalik berperilaku kurang ajar.

Pengalaman seorang ibu yang yang sangat menggugah saya untuk menuliskan kisahnya disini.

Sebut saja beliau Ibu Mayang. Wanita ini genap berusia 50 tahun. Beliau ini lahir dan dibesarkan dalam hubungan kekeluargaan yang sangat harmonis. Tak ada perselingkuhan, tak ada kesakitan yang luar biasa seperti yang ia rasakan sekarang.

Dari awal perkawinan, ia baru tahu jika suaminya ini adalah duda beranak 2, dimana sang mantan istri tinggal di lingkungan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya bersama suami.

Saat ibu Mayang mengandung anak pertama, suaminya pulang ke rumah dengan keadaan yang amburadul. Di beberapa bagian wajahnya ada bekas lipstick, pada kemejanya tercium lekat wangi parfum perempuan. Ibu mayang sangat kecewa. Apalagi kondisinya saat itu sedang mengandung.

Pada kehamilan anak kedua pun suaminya melakukan kebodohan yang sama. Ibu Mayang menemukan sepatu wanita tertinggal di mobil suaminya. Di bantu oleh beberapa sahabatnya akhirnya terkuak fakta bahwa sang suami sudah menikah lagi dengan janda anak 1. Bukan main kecewanya ibu Mayang. Tapi ia berusaha bertahan untuk anak dan calon bayi dalam rahimnya. Tahun berganti, ibu Mayang pun masih dengan kedukaannya. Saat anak pertamanya menginjak usia remaja, ibu Mayang baru mengetahui bahwa masih ada 2 orang lagi yang dinikahi oleh suaminya. Ini adalah kehancuran yang terparah untuknya. Perkawinan seperti ini tentunya bukan impian bagi semua wanita. Karena ini layaknya mimpi buruk yang seharusnya tak pernah terjadi. Pernah seketika ia berniat meminta cerai, namun ia berfikir bagaimana kelangsungan hidupnya dan anak – anak nanti jika mereka bercerai. Karena memang ia akui bahwa selama ini ekonomi mereka lebih dari cukup. Perhatian dari suaminya pada anak – anak mereka pun tak perlu di pertanyakan. Di luar perselingkuhan yang dilakukannya ia adalah sosok ayah yang sangat menyayangi anak – anaknya.

Masalah orangtua sedikit banyak akan mempengaruhi mental anak. Begitupun yang terjadi pada anak – anak ibu Mayang. Anak sulungnya kini tak jelas masa depannya. Waktu masih sekolah, anak sulungnya pernah memiliki harapan akan mendapatkan calon suami seperti ayahnya.  Yang perhatian pada anak juga bertanggung jawab membiayai kebutuhan keluarganya. Tapi setelah anaknya semakin dewasa harapan itu seakan sirna. Anak sulungnya menjadi pemberontak. Ia seakan lelah menonton pertunjukkan sinetron yang dibuat oleh ibu dan ayahnya. Si sulung jarang di rumah. Lebih banyak mencari kesibukan di luar rumah. Entah apa yang dilakukannya. Positifkah? Atau negative? Tak ada yang tahu. Hanya saja kini si sulung jadi lebih temperamental.

Kini ibu Mayang tak lagi memiliki tempat untuk berkeluh kesah. Suaminya malah semakin memperjelas kondisi buruk ini. Yang biasanya pulang setiap hari kini membagi – bagi waktunya dalam satu minggu dari satu istri ke istri yang lain. Sekarang ibu Mayang sering sakit – sakitan. Beliau hanya berharap semoga si sulung bisa berubah menjadi lebih baik dan lebih kuat menjalani kondisi keluarga yang seperti ini. Kecil kemungkinan untuk suaminya bisa berubah. Dan hanya anaklah yang beliau harapkan untuk menemaninya sampai ajal menjemput.

Pertengkaran dalam rumah tangga ada baiknya tidak dilakukan di hadapan si anak. Karena akan memberi dampak sangat buruk bagi pertumbuhannya. Rumahku istanaku, jadikanlah rumah sebagai tempat paling nyaman bagi seluruh anggota keluarga.  Dimana tak harus keluar rumah untuk mencari ketenangan. Pertengkaran memang tak bisa di hindari dalam rumah tangga jika hanya satu pihak saja yang selalu mengalah. Anak bukan korban, jadikanlah ia sebagai penengah dan pereda amarah antara ibu dan ayah. Anak lahir dengan kasih sangat, besarkan pula ia dengan pengharapan dan doa.

Dari kasus ini, saya bisa menarik kesimpulan bahwa, betapa istri (ibu) adalah sosok tangguh yang harus mengorbankan kebahagiannya demi keutuhan keluarga. Dan anak adalah harapan satu-satunya selain Tuhan di saat ibu sedang menghadapi masalah dengan ayah. Sayangi ibu, cintai dia, beri sedikit waktu untuknya bercerita. Dengarkan keluh kesahnya. Jadilah sahabat terbaik baginya. Salamku untuk ibu kalian.

salam cengengesan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun