Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Museum Sejarah, Riwayatmu Kini

1 Desember 2011   20:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:56 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat sedang mampir untuk menikmati indahnya sore di Kota Tua ,Jakarta, terbesit keinginan untuk mereportase kondisi museum di Indonesia. Kota tua sore itu ramai dikunjungi orang. Beberapa orang berkumpul dan bercengkrama. Ada juga yang menyewa sepeda onthel untuk mengitari kompleks kota tua yang memang masih kelihatan seperti Indonesia di masa lampau. Bangunan – bangunan tua masih dibiarkan seperti aslinya. Tidak di pugar dengan alasan agar kesan kuno masih mendominasi. Bahkan percaya atau tidak sebuah bangunan yang kini dipakai oleh sebuah Perseroan Terbatas (PT) yang bergerak di bidang ekspedisi eksport/import wangi ruangannya sangat khas dengan aroma kayu tua. Saya tidak mencium aura mistis, hanya saja saya merasa amat sangat dekat dengan masa lalu di sini.

Kecanggihan teknologi (baca:internet) memberi banyak keuntungan dan kemudahan pada kita untuk dapat membrowsing apapun yang kita inginkan. Secara praktis dan ekonomis. Jika saya menanyakan sesuatu hal pada rekan – rekan saya yang sifatnya data, dengan mudahnya mereka akan menjawab,”kenapa nggak googling aja?”

Itu adalah harga mati untuk sebuah pertanyaan yang tidak bisa mereka jawab.  Ya secanggih itulah dunia per'Internetan kita saat ini. Semua mampu kita jangkau hanya dengan duduk manis di depan laptop dengan camilan atau kopi di sisi kiri dan kanan. Tanpa harus menyambangi sebuah lokasi yang jauh dari tempat duduk kita saat ini. Juga tak harus membuang waktu membuka buku – buku yang berkaitan dengan apa yang kita cari. Semua sudah tersedia hanya dengan mengetik “keyword” pada kolom yang tersedia, maka dengan ekstra cepat mesin pencari data akan mengantarkan kita ke link yang dimaksud.

Kemudahan  - kemudahan ini berdampak negative pada beberapa museum yang ada di Indonesia. Sejak semua data mudah kita dapatkan di internet, museum semakin tak terjamah. Dengan internet kita mampu melihat koleksi yang ada di setiap museum. Tanpa harus membuang – buang waktu untuk datang kesana. Museum yang dipugar dan dirawat secara berkala itu bak onggokan benda mati yang sungguh tak lagi memiliki arti.

Beberapa museum yang kurang diminati masyarakat:

1.Museum Etnobotani, lokasi Bogor

2.Museum Kayu Tuah Himba, lokasi Kalimantan

3.Museum Sumut, lokasi Medan - Sumatera Utara

4.Museum Bahari , lokasi Kota Tua – Jakarta

5.Museum Kretek, lokasi Kudus Jawa - Tengah

dan masih banyak lagi.

Pelajaran sejarah di sekolah mengenai museum dan seisinya apa dianggap cukup untuk membuat kita mengerti? Saya rasa itu hanya sebagai wacana yang diciptakan agar kita lebih mengenal bangsa ini di masa lalu dan point utamanya yaitu membuat kita penasaran dan ingin lebih mengenal serta melihat benda – benda sejarah yang dengan susah payah dikumpulkan lalu disimpan di sebuah ruangan yang dinamakan museum. Saya yakin, saat ini yang masih berminat mendatangi museum hanya para sejarahwan dan para siswa / siswi sekolah saja. Dan itupun mentok hanya sampai pada tingkat SLTP. Kemungkinan mereka juga tidak se’excited para pelajar jaman dulu yang menganggap bahwa museum adalah tempat wisata yang sangat menarik.

Sebagai bahan renungan:

Apakah ada orang yang rajin menuliskan kondisi perkembangan museum di Indonesia secara berkala termasuk foto – foto bagaimana kondisi museum itu saat ini? Kecuali website tentang museum itu sendiri???

Tuntutan teknologi memaksa pengelola menciptakan website untuk museum yang dikelolanya. Dengan maksud agar museum itu akan populer dan dikenal masyarakat di dunia maya. Mereka upload foto dari beberapa situs yang dikoleksi oleh museum tersebut. Sampai harga tiket masuk mereka paparkan disana. Tapi apa maksud mereka hanya agar kita puas sampai di situ? TIDAK !!! Seperti yang dituliskan pada sebuah website salah satu museum yang saya lihat pada akhir kalimat sebelum pengucapan salam, mereka mengharapkan doa restu dukungan dari berbagai pihak baik pemerhati museum, pihak akademisi, maupun pengunjung dalam usaha mereka memugar museum terkait guna menambah minat dan ketertarikan masyarakat akan keberadaan museum.

Saya garis bawahi pada kata “dukungan”. Dukungan seperti apa yang mereka butuhkan?

Jelas ini dari segi materi. Apa kita harus memberi sumbangan dengan menguras isi kantong? Tidak, mereka hanya berharap kita datang, membayar tiket sesuai peraturan yang ditetapkan pengelola. Apa itu sulit?

Lalu uang hasil penjualan tiketnya untuk apa? Untuk uang rokok penjaga museum? Ya jelaslah bukan. Uang yang terkumpul jelas untuk membantu biaya perawatan dan pemeliharaan museum terkait. Tiket Museum tidak semahal tempat rekreasi seperi Dufan, Sea World, Trans 7 Studio, Waterboom dll yang akan menguras kocek kita ratusan ribu rupiah. Tapi kenapa kita lebih tertarik ke tempat rekreasi yang mahal dibanding berwisata ke museum? Apa karena tidak ada mainan dimana tubuh kita bisa di jungkir balikkan di udara? Atau yang membuat kita bisa berbasah – basah ria seperti sedang syuting film India?

Saya juga menggaris bawahi kata “pengunjung”. Disini jelas kita yang ditunjuk. Bagi para pemerhati museum, akademisi, dan ahli sejarah, museum pasti sudah sangat sering mereka datangi tanpa harus diingatkan lagi.

Oleh karena itu, hargailah kekayaan masa lampau. Beri perhatian pada bukti – bukti otentik yang dimiliki Indonesia pada jaman dahulu yang sengaja di simpan rapi dan dirawat dengan sebaik - baiknya, agar kita sebagai anak-cucu mereka yang terdahulu masih mampu menikmatinya.

salam cengirrr :D

Image : Google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun