Beberapa waktu yang lalu saya sempat mengunjungi sebuah daerah yang berada di pinggiran kota, sebuah desa lebih tepatnya. Biasanya sebuah desa itu lekat sekali dengan pemandangan yang indah, udara yang sejuk, dan air bersih yang mengalir di sungai-sungai sehingga tanahnya subur makmur.
Di desa yang saya kunjungi ini, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Namun, di desa ini, saat musim kemarau, para petani tidak bisa mengandalkan pendapatan dari aktivitas bertani. Pasalnya, jangankan untuk bercocok tanam, untuk keperluan sehari-haripun, air sulit didapatkan. Ini disebabkan karena tipe sawah di desa ini adalah sawah tadah hujan.
Sehingga petani hanya bisa mengandalkan air hujan untuk mengairi sawahnya. Alasan utama tidak diterapkannya teknik irigasi sawah adalah kondisi desa ini yang tidak memenuhi syarat untuk pembuatan irigasi. Otomatis, pada saat musim kemarau, mereka mencari pekerjaan lain untuk mendapatkan penghasilan. Namun, sebagian besar dari petani hanya mengandalkan pendapatan yang mereka dapat pada musim panen. Sehingga mereka harus sebisa mungkin mengelola pendapatan tersebut untuk kelangsungan hidup hingga musim panen berikutnya.
Selain itu, kondisi rumah warga pun masih jauh dari kata layak. Rumah penduduk di desa ini rata-rata masih berupa rumah panggung yang bersatu dengan kandang ayam. Setidaknya beberapa dari penduduk sudah memiliki sumur untuk kegiatan MCK (Mandi, cuci, kakus). Walaupun masih banyak dari penduduk yang melakukan aktivitas MCK di pinggir danau.
Ternyata, sekolah anak-anak ini kekurangan tenaga mengajar sehingga kegiatan belajar mengajar tidak efektif. Hanya saja, yang membuat saya terkagum-kagum pada saat berada di desa ini adalah semangat anak-anak untuk sekolah yang luar biasa. Saya acungkan dua jempol untuk semangat bersekolah anak-anak di desa ini! Mereka rela berjalan kaki 5 (lima) hingga 10 (sepuluh) kilometer untuk bersekolah. Mereka berangkat dari rumah jam 6 (enam) pagi agar sampai di sekolah sebelum jam 8 (delapan) pagi. Mereka masih anak-anak, tetapi perjuangan mereka untuk sekolah sangat luar biasa.
Sebenarnya, jika kita telusuri lebih jauh, Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar yaitu sebesar Rp 46,9 triliun. Dana Desa tersebut memang ditujukan untuk membangun infrastruktur di desa, seperti jalan, irigasi, serta untuk meningkatkan infrastruktur dan pelayanan di bidang kesehatan dan di bidang pendidikan.
Saya heran, dana desa yang dianggaran oleh Pemerintah sudah sangat layak. Namun, mengapa masih terdapat desa yang seolah-olah ditelantarkan oleh pemerintah. Tidak hanya desa yang saya kunjungi ini, masih banyak desa-desa lainnya di seluruh Indonesia yang harus dibangun infrastrukturnya.
Saya tidak menuntut Pemerintah, namun saya mengajak seluruh pembaca untuk ikut serta mengawasi seluruh program pemerintah agar berjalan dengan baik, mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, serta tepat sasaran. Tidak hanya program Dana Desa, namun masih banyak program pemerintah lainnya yang belum terlaksana dengan baik.
Mari kita dukung dan awasi alur pelaksanaan setiap program pemerintah agar berjalan dengan semestinya dan pada akhirnya majulah Indonesia kita!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H