Mohon tunggu...
Ajeng Kania
Ajeng Kania Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Guru di SD yang sedang asyik menemani bayi mungilnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ancaman Hipokinetik, Ketika Arena Bermain Anak Tergerus..

18 Oktober 2010   06:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:20 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_293504" align="alignleft" width="211" caption="kegiatan bermain anak-anak berbasis gerak"][/caption] Sepuluh tahun yang lalu (2000), saat berkunjung ke kampung paman masih di wilayah Cileunyi, masih banyak dijumpai tanah lapang. Tampak anak-anak mengeksplorasi masa kanak-kanaknya  dengan bersuka cita berlari ke sana ke mari dalam permainan ucing sumput.  Bila musim layangan, tempat itu dijadikan arena untuk mengadu layangan. Tapi ketika bulan lalu ke sana lagi, semuanya telah berubah.  Tanah lapang itu sudah tidak ada. Tanah lapang milik H. Komar itu telah di-split menjadi petak-petak kecil hunian  anak-anaknya.  Bangunan bata  sebagai pembatas membuat posisi gang terasa sumpek dan penat.  Kalo ada becak berpapasan, yang satu harus mencari tempat agark longgar. Di tempat sempit pula, ada anak yang mencoba memaksa bermain layang-layang.  Meski dibayangi sejumlah bahaya mengancam, seperti: kabel listrik, pengendara sepeda motor, lalu-lalang gerobak, dia mencoba terus menerbangkannya. Alamak, layangan pun tersangkut kabel, ketika dipaksa ditarik putuslah talinya. Kasihan.... Itu karena ketiadaan ruang memadai berupa tanah lapang. Ruang publik semakin sempit.  Tanah lapang semakin hari semakin tergusur.  Ini pula yang membuat generasi kita banyak beralih ke permainan digital yang tidak membutuhkan tanah lapang. Akan tetapi permainan digital aman dan nyaman  bukan tanpa bahaya.  Duduk statis di depan komputer selama berjam-jam secara kesehatan membahayakan proses tumbuh-kembang anak dan dapat munculnya gejala hipokinetik (kurang gerak) berpotensi memicu obesitas.  Gejala kegemukan berpotensi mengundang sejumlah penyakit degeneratif seharusnya diderita manula lebih cepat tiba pada anak. Anak mengisolasi diri berjam-jam mengabaikan proses sosial bergaul sesama kawan sebaya berpotensi memiliki karakter lebih sensitif dan ekslusif.  Celakanya, proses menyendiri menjadi semacam "pelarian" dari keengganannya bergaul dengan sebayanya. Padahal permainan berbasis gerak membuat anak lebih cekatan, ulet dan cerdas.  Anak ditantang mencoba belajar menyelesaikan permasalahan (problem solving) dijumpainya.  Secara tidak sadar, permainan anak-anak kaya aturan yang ditaati bersama oleh mereka, dan menerima kekalahan secara legowo.  Kalaupun ada masalah, mereka akan berupaya menyelesaikan secara baik versi mereka, dan tetap rukun kembali. Permainan anak penuh spontanitas merupakan alat penyingkap bawah sadar mereka untuk melepaskan segala unek-unek membalut dengan teriakan spontanitas yang amat lepas.  Di samping belajar, sudah menjadi fitrah anak untuk bisa mengeskplorasi bermain,  berolah-gerak dan ceria. (**)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun