21 Juli 2019. Robi, Prigi, dan Tiza akhirnya bertemu dalam Pawai Bebas Plastik yang akan dilakukan dari Bundaran HI menuju Monas. Tiza tidak menyangka massa yang datang untuk ikut meramaikan pawai ini sangatlah banyak.
Dari pawai ini diharapkan massa yang berpartisipasi membawa semangat untuk menolak plastik sekali pakai ini ke rumahnya. Mereka benar-benar mengubah gaya hidup mereka. Tidak hanya individunya tapi juga dapat memengaruhi orang-orang di sekitar mereka.
Pemerintah juga sangat diharapkan untuk ikut bergerak. Tidak hanya memikirkan pembangkit listrik tenaga sampah maupun tempat pembuangan akhir saja. Namun ini ada solusi yang jauh lebih awal yang harus dilakukan, yaitu melarang penggunaan plastik sekali pakai. Karena inilah yang sudah darurat, kita butuh regulasi pemerintah secepatnya.
Akhir dari film dokumenter ini, kita kembali ke perairan laut Bali. Mengambil sample plastik yang sudah kita benamkan di laut selama 6 bulan. Kita ingin melihat apakah plastik-plastik yang di klaim ramah lingkungan itu sudah terurai atau belum.
Ternyata semua sample plastik yang dibenamkan masih belum terurai, hanya ada perubahan dalam warnanya saja yang memudar. Sedangkan pembungkus makanan yang berbahan kertas sudah terurai, hilang, tidak meninggalkan sisa. Artinya, plastik-plastik yang di klaim ramah lingkungan ini, tidak benar-benar ramah lingkungan dan tidak memainkan peran penting untuk mengurangi sampah plastik di lautan.
Lalu bagimana 100 sample feses yang diteliti? Apakah mengandung mikroplastik atau tidak? Ya, 100 sample tersebut semuanya positif mengandung mikroplastik. Tidak menutup kemungkinan di dalam tubuh kita juga mengandung mikroplastik bukan?
Kompasianer bisa menonton film dokumenter ini di platform streaming Netflix. Happy Watching!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H