Mohon tunggu...
Ajeng arifianti
Ajeng arifianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Suka dan sedang belajar menulis untuk menghasilkan tulisan yang baik, menyukai bidang seni dan sejarah, tertarik dengan isu-isu yang berkembang di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Profil dan Peran Syafruddin Prawiranegara dalam perjalanan PDRI

16 Januari 2025   17:40 Diperbarui: 16 Januari 2025   20:15 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://images.app.goo.gl/GaYopQq4wV87ZVsA6

Mengenal sosok syafruddin Prawiranegara, beliau merupakan seorang negarawan sekaligus seorang ekonom di Indonesia. Ia lahir di Serang, Banten pada tanggal 28 Februari 1911 dan berprofesi sebagai seorang politisi. Pada tahun 1946, ia sempat menjabat sebagai menteri muda keuangan Indonesia pertama. Kemudian, pada 2 Oktober 1946 sampai dengan 26 Juni 1947 dan pada 20 Desember 1949 sampai dengan 27 April 1951 ia menjabat sebagai menteri keuangan Indonesia kelima. Kemudian di tahun 1953 di tanggal 1 Juli sampai dengan 1 Februari 1958 ia menjabat sebagai Menteri Kemakmuran Indonesia keempat. Lalu pada tanggal 1 Juli 1953 sampai dengan 1 Februari 1958 ia menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia pertama. Dalam ranah kenegaraan sendiri, ia sempat menjabat sebagai wakil perdana menteri Indonesia ketiga pada 4 Agustus 1949 sampai dengan 20 Desember 1949. Lalu pada 19 Desember 1948 sampai dengan 14 Juli 1949 ia diamanahi sebagai ketua pemerintahan darurat republik Indonesia (PDRI).

Ia lahir di Serang, Banten pada tanggal 28 Februari tahun 1911 dan menutup usia pada tanggal 15 Februari 1989 di usia 77 tahun di daerah Jakarta. Dia tergabung dalam partai politik bernam masyumi dan memiliki istri bernama Tengku Halimah Syehabuddin Prawiranegara dan memiliki putra bernama Farid Prawiranegara. Ia memiliki darah keturunan dari campuran darah Minangkabau dan Sunda Banten. Ia pernah menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School di Serang lalu dilanjutkan ke Meer Uitgebreid Lages Onderwijs di Madiun pada 1928, di susul kemudian melanjutkan pendidikan ke Algemeene Middlebare School di Bandung pada 1931. Lalu dilanjutkan ke Rechtshoogeschool di Jakarta dan mendapatkan gelar Meester in de Rechten pada tahun 1939. Pada masa studinya, ia ikut serta mendirikan perkumpulan mahasiswa Unita Studiorum Indonesien yang apolitis dan mendapatkan dukungan dari pemerintah Hindia Belanda.

Disamping berbagai pengalaman kiprahnya di dunia perekonomian dan perpolitikan negara, sosoknya sebagai ketua PDRI menarik untuk disoroti karena selaras dengan perjalanan persandian di Indonesia. PDRI sendiri dibentuk atas terjadinya situasi darurat yang terjadi di Indonesia. Kejadian yang memprakarsai adanya PDRI adalah Agresi Militer Belanda II. Dari peristiwa tersebut menyebabkan ditangkapnya tokoh penting pada saat itu seperti Hatta dan Soekarno, sehingga Syafruddin yang pada saat itu berada di Bukittinggi diberikan mandate oleh Soekarno sebagai presiden, amun, sebab telegram yang dikirimkan tidak sampai ke wilayah Bukittinggi sehingga kemudian Syafruddin merasa ragu akan mandat yang disampaikan tersebut, sehingga kemudian ia mendirikan PDRI dan menjabat atau menyematkan jabatannya sebagai ,ketua, PDRI pada saat itu.

Sebenarnya, setelah penandatanganan perjanjian renville, antara Indonesia dan Belanda berlangsung gencatan senjata. Namun, karena belajar dari gencatan senjata sebelumnya pada Agresi Militer Belanda I, pemerintah kemudian menyiapkan rencana darurat dengan menginisiasi adanya pemerintah cadangan yang ditempatkan di wilayah Sumatera Tengah. Pembentukan pemerintah darurat tersebut dilakukan atas dasar berjaga-jaga apabila Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Penempatan tempat di wilayah tersebut 

dipilih karena wilayah Jawa Tengah yang tidak memungkinkan untuk dijadikan penempatan karena sempit dan terlalu padat.

Lalu selanjutnya, Hatta selaku Wakil Presiden yang juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan mulai menyiapkan keperluan dan memindahkan perwira militer serta pejabat-pejabatnya ke wilayah Bukittinggi sebagai usaha persiapan pemerintahan darurat di tahun 1948. Persiapan dilanjutkan pada bulan November 1948, Hatta bersama dengan Syafruddin pergi ke wilayah Bukittinggi untuk menyiapkan dasar-dasar yang diperlukan untuk menyiapkan pemerintah darurat. Namun, tak berselang kemudian Hatta kembali lagi ke Yogyakarta karena keperluan perundingan yang tak bisa ditingalkan. Akhirnya, Hatta meninggalkan Syafruddin di Bukittinggi bersama dengan perwira dan pejabat-pejabat lain dan memberikannya mandate untuk membentuk Pemerintahan Darurat. Pertengahan Desember Hatta berencana kembali ke Yogyakarta dengan menaiki pesawat yang disediakan oleh Jawaharlal Nehru, seorang Perdana Menteri dari India.

Hal buruk terjadi ketika Hatta berada di Yogyakarta. Belanda melancarkan aksi Serangan Agresi Militer II lebih awal dari perkiraan sebelumnya, sehingga Hatta, Soekarno, dan pejabat-pejabat lain yang berada di Yogyakarta di tangkap olehBelanda dan diasingkan ke daerah Pulau Bangka. Pada hari yang sama, Martaatmadja mengabarkan peristiwa tersebut kepada Syafruddin. Kemudian langkah yang Syafruddin mula-mula adalah mengatur rapat dengan Gubernur Sumatera yakni Teuku Muhammad Hasan dan wakilnya yakni Mohammad Nasroen untuk membahas situasi yang tengah terjadi pada saat itu. Lagi-lagi kelancaran tidak berpihak padanya, pesawat tempur milik Belanda secara tiba-tiba melintasi Bukittinggi sehingga rapat langsung diakhiri dan rombongan Syafruddin meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban karena tempat yang mulai tidak aman.

Barulah kemudian pada tanggal 22 Desember berdirinya PDRI diumumkan oleh Syafruddin. Pengunguman atas berdirinya PDRI di Sumatera Barat juga ia umumkan beserta Komisiariatnya di Pulau Jawa. Tokoh-tokoh yang mengisi di dalamnya merupakan tokoh RI yang lepas dari cengkraman Belanda, diantaranya yakni Susanto Tirtoprodo, I. J. Kasimo, serta Soekiman Wirjosandjojo. Karena keraguannya akan gelar "presiden" maka Syafruddin menyeatkan nama "Ketua" pada PDRI yang ia dirikan. Setelah diumumkannya PDRI, langkah yang diambil selanjtnya oleh Syafriddin beserta rombongannya adalah mulai bergerak menuju wilayah Pekanbaru dan Aceh. Bagian sipil kea rah Pekanbaru dan bagian militer ke arah Aceh.

Dalam perjalanan yang mereka lalui, nyatanya tidak semulus itu. Belanda yang pada saat itu berhasil merebut beberapa kota di kawasan Pekanbaru, menyebabkan  rombongan tersebut memutuskan untuk berpencar di kawasan Sungai Dareh dan sepakat berkumpul kembali di Bidar Alam. Syafruddin dan rombongan induk sampai di daerah Bidar Alam pada tanggal 7 Januari 1949 begitupula rombongan yang lain ikut menyusul di bulan yang sama. Adanya pemancar radio milik PHB AURI ikut membantu dalam komunikasi antara Syafruddin dengan para pemimpin daerah, pasukan gerliya dibawah kepemimpinan Jendral Sudirman, dan komunikasi dengan pihak internasional.

Sejak kedatangan rombongan dari PDRI ke wilayah Bidaralam, suasana pedesaan Bidaralam menjadi berubah seketika. Pedesaan yang sebelumnya sunyi dan sepi berubah menjadi ramai dan penuhdengan kesibukan. Hal tersebut terjadi lantaran desa yang tergolong kecil tersebut bertambah kurang lebih sebanyak 30-40 orang dengan kegiatan sehari-hari yang diantaranya berprofesi sebagai menteri, pejabat tinggi, ditambah lagi dengan pembantu dan petugasnya, serta kegiatan Stasiun Radio yang tak ada hentinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun