Oleh : Ajeng Regita Cahyani*
Wabah covid-19 telah menjadi masalah teratas bagi keberlangsungan hidup manusia sekarang ini. Dilansir dari situs Tribun news.com pada 19 oktober, 40 juta orang lebih di dunia sudah terjangkit corona virus sejak kemunculannya pertama kali di Wuhan, Cina. Indonesia pada kasusnya sudah sebanyak 361.867 orang dan di Banten sendiri tercatat 7.593 angka yang terkonfimasi. Tentu saja hal ini menjadi tolak ukur suatu pemerintah di mata rakyat. Mampukah 'mereka yang dipilih rakyat' memimpin? Benarkah mereka mengeluarkan kebijakan yang dapat membuat situasi sulit ini menjadi lebih terkendali?
Pemerintah provinsi Banten mengklaim akan berfokus pada 3 penanganan aspek di masa pandemi.
1. Kesehatan
2. Jaringan pengaman sosial (JPS/social safety net) Â
3. Pemulihan ekonomi
Ketiga gagasan yang di usung sekilas memang sejalan dan searah, namun pada kenyataannya pemerintah provinsi Banten kurang dianggap cakap dalam mengeksekusi pernyataan mereka sendiri. Lantas siapa yang dapat menjawab dengan tepat pertanyaan "siapa yang bersalah dalam kurangnya penanganan covid-19?"
Corona Mengintai
Masalah utama pada masa pandemi ini tak lain adalah kesehatan. Covid-19 atau biasa di kenal dengan corona virus ini menyebar melalui tetesan kecil (droplet) yang di keluarkan pasien pada saat bersin atau batuk. Gejalanya berupa gangguan pernafasan akut, demam, batuk dan sesak nafas. Maka dari itu masyarakat di anjurkan untuk tetap di rumah dalam menjalankan aktivitas.Â
Pada penerapannya, sekolah-sekolah, perguruan tinggi sampai beberapa kantor di tuntut melakukan pekerjaannya melalui daring. Adapun hal yang mesti di sampaikan secara langsung hendaknya di lengkapi oleh protokol kesehatan yang ketat seperti mencuci tangan, memakai masker/face shield, menggunakan hand sanitizer, dan menaati konsep jaga jarak antar orang lain.Â
Namun pada kenyataanya masyarakat masih banyak yang tidak patuh pada peraturan tertulis ini, layaknya sebuah kaset rusak--pernyataan protokol ini hanya terus di putar ulang tanpa adanya tindakan aksi nyata. Contohnya saja penyemprotan disinfektan yang dulunya menjadi program unggulan kini makin sukar di temui.
Sebenarnya pemahaman tentang corona ini sangatlah beragam. Ada yang terkesan parno/takut, ada yang setengah takut-setengah melanggar, ada yang tidak peduli bahkan ada yang mengkaitkan corona dengan sebuah konspirasi di baliknya. Dari sinilah peran pemerintah yang mestinya menampar masyarakat bahwa corona virus ini NYATA, terlepas dari segala isu yang menaungi di dalamnya benar atau salah.Â
Peran pemerintah yang harusnya turun tangan untuk memberikan pemahaman dan contoh nyata yang sesuai agar masyarakat dapat mencerna dengan baik dan tidak terjerumus dalam isu-isu berpotensi hoax. Pemerintah dapat memulainya dengan program pembagian masker atau hand sanitizer gratis atau rapid tes rutin bagi masyarakat terutama yang melanggar protokol kesehatan.Â
Diadakannya PSBB juga masih terkesan memaksa karena tidak lengkapnya pemeriksaan protokol terlebih kurangnya kesadaran dari sebagian masyarakat sendiri membuat penyebaran covid-19 ini justru terasa semakin luas jangakauannya. Lantas siapa yang patut di salahkan, rakyat? Pemerintah? Atau keduanya? Pada hakikatnya pemerintah memiliki kekuasaan, kewenangan yang harusnya dapat menciptakan ketaatan dan ketertiban. Pertanyaanya.. Apakah pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik?
 Bansos Salah Bidik
 Dikutip dari situs ombudsman.go.id Banten telah mencapai angka pengaduan covid-19 tertinggi di Indonesia. Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Banten, Zainal Muttaqin menuturkan dari 5 kategori tersebut diantaranya 191 aduan Bansos. Lalu 8 aduan layanan keuangan, 2 aduan transportasi, kesehatan 2 aduan dan 1 aduan keamanan.Â