Tak ada salahnya bagi media untuk melebarkan sayap ke sisi manapun, termasuk menggunakan Tiktok untuk menyebarkan berita. Toh, saat ini pun platform berbagi video itu tengah ramai digunakan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, setiap platform memiliki karakteristik masing-masing, sehingga khalayaknya pun memiliki karakter yang berbeda-beda. Sayangnya, hal ini sering luput dari perhatian pengelola portal berita.
Beberapa portal berita yang memanfaatkan media sosial seperti Tiktok, mempublikasikan konten dengan format serupa yang ditampilkan di televisi. Artinya, konten video hanya berpindah tempat, isinya tak diolah kembali untuk menyesuaikan karakteristik platformnya.
Ibaratnya, konten di televisi juga dibagikan melalui Tiktok. Selesai.
Menurut Asri (2017), media perlu mengetahui dan memahami siapa khalayak sasarannya, konsumen, atau penerima pesan dari media tersebut sebelum proses komunikasi berjalan.
Orang yang setia membaca koran, besar kemungkinannya adalah orang yang gemar membaca tulisan. Tulisan panjang sekalipun. Mereka yang membaca berita melalui artikel online, mungkin orang yang selalu butuh informasi baru, namun memiliki aktivitas yang padat. Mereka yang mengakses berita dari televisi, mungkin mereka yang tak banyak berinteraksi dengan ponsel atau internet. Mungkin saja mereka yang memiliki waktu luang untuk sedikit bersantai menikmati berita video dalam satu segmen atau satu acara sekaligus. Mereka yang suka mengakses informasi melalui media sosial, mungkin mereka yang lebih suka menerima informasi berbentuk audio-video atau grafis, sembari melakukan aktivitas lain.
Oleh karena itu, bukankah pada akhirnya konten tiap platform itu perlu menyesuaikan karakter khalayaknya?
Media Sosial sebagai Pintu Kreativitas
Nadin dan Ikhtiono (2019) menyebut jurnalistik online dan jurnalistik konvensional memiliki perbedaan sangat mendasar, dari segi medium yang digunakan, pekerja atau pelaku, penyusunan konten, hingga penampilan pesannya pun berbeda.
Oleh karena itu, media sosial rasanya menjadi tempat tepat untuk meningkatkan kemampuan mengelola konten audio-visual, termasuk bagi jurnalis. Kini berita bukan produk kolot yang hanya bisa dibaca lewat selebaran kertas, melainkan bisa dinikmati dimanapun kapanpun.
Sholihin, dkk (2018) menyebutkan beberapa keunggulan media sosial, yaitu tak terbatas tempat dan waktu, meminimalisasi biaya, lebih mudah untuk memilih sasaran, memudahkan komunikasi serta menumbuhkan kedekatan dengan konsumen. Dalam hal ini, konsumen adalah audiens yang menerima informasi. Dengan platform yang modern dan traffic tinggi, berita bisa menjangkau khalayaknya lebih jauh. Termasuk, pengguna media sosial yang sebelumnya hanya ingin mengakses konten hiburan, bisa ter-influence untuk mengonsumsi berita juga.
Peluang ini seharusnya menjadi pemantik memanfaatkan sumber daya jurnalis. Menggandakan konten seperti contoh diatas memang mudah. Tetapi, ada tanggung jawab jurnalis yang harus memaksimalkan kemampuannya.