Mohon tunggu...
Andi Tenri Ajeng
Andi Tenri Ajeng Mohon Tunggu... -

pengembara di jalan sepi. perenung yang mencintai kematian dan pencari Tuhan yang meyakini cinta timbal balik antara Tuan dan hambaNya. Bukan siapa-siapa, hanya Hamba Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pagi Pak Polisiiiii

28 April 2015   11:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:36 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi yang teduh di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Jalanan sesak dengan kendaraan yang bersilangan di perempatan jalan yang padat. Jam menunjukkan angka delapan, alamat agenda rutin coffe morning sebentar lagi akan dimulai.

Jarak tempuh terminal ke arah kantor adalah 15 menit sementara jarum panjang sudah menunjuk angka 11.

“Pritttt......” bunyi sempritan membuatku tersadar dari celoteh di kepala.

“Ciiiitttt....” Dan sebuah mobil mencicit hampir mencium tubuhku.

Saya sigap terpaku di tengah jalan, di bawah pelototan mata semua orang. Seorang Polisi lalu lintas menyeretku ke pinggir jalan, “Ahh...mbak hampir saja tertabrak, lain kali jangan melamun dong”

“Iii...iya pak”. Momen memalukan sudah terjadi sepagi ini. Namanya Sultan, dua balok bengkok melekat di pundaknya, pangkatnya masih Brigadir Polisi Dua (Bripda), pangkat terendah di kepolisian. Dan dia sudah jadi dewa bagiku pagi ini, dewa penyelamat.

Polisi berasal dari kata Latin Politia ; Yunani Polis, Politea ; bermakna warga kota atau pemerintahan kota. Di masa lalu, pada dunia Helenis, Polis merupakan negara kota yang otonom dan mandiri, tapi biasanya tergabung dengan aliansi (bersama) polis lainnya, sehingga terbentuk atau membentuk semacam kerajaan.

Karena semakin kompleknya sikon hidup dan kehidupan Polis, maka pemerintahan polis memerlukan orang-orang tertentu untuk menjaga keamanan masyarakat (dan mereka bukan tentara). Oleh sebab itu dipilih dari antara penduduk. Mereja harus mengikuti kemauan – kehendak (policy, bahkan perintah pemerintah kota) untuk menjaga dan melayani masyarakat.

Sehingga jika ada tindak kekerasan – kriminal dan lain sebagainya, masyarakat tak perlu melapor ke istana, tetapi cukup datang pada petugas-petugas keamanan tersebut. Dan jika para petugas tersebut tiba di TKP, masyarakat akan berkata, “polis sudah ada atau polis sudah datang” dan lain sebagainya.

Dalam arti, petugas-petugas tersebut mewakili dan bertindak atas nama pemerintah kota/polis dalam/ketika menyelesaikan masalah.  Dalam kerangka itu, polisi merupakan petugas yang mewakili pemerintah untuk menciptakan rasa aman, tenteram, damai, serta ketertiban, dan lain sebagainya kepada rakyat. Sehingga, kehadiran dan sebutan untuk dan kehadiran para petugas polis tersebut, disamakan dengan kehadiran pemerintah yang menenangkan rakyat.

Lama kelamaan, mungkin pada abad pertengahan di Eropa, ketika pamor negara kota sudah tak ada, dan berganti dengan kerajaan, penyebutan policy-polis masih tetap dipergunakan; serta fungsinya sama seperti masa-masa sebelumnya; policy - polisi, sebagai orang diangkat dan mewakili pemerintah untuk memberikan ketenteraman kepada warga atau rakyat.

“Dueeaarrrr....” bunyi badanku terbentur dinding kaca kantor, terasa nyut-nyut di jidat. Seisi lobby senyum-senyum melihatku. Di sebuah sudut terdengar tawa nyaring “hahahahahahaha”

Tirtayasa VII/20

Tenri Ajeng Andi Sulolipu

[Sumber: Jappy.8m.com]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun