Mohon tunggu...
Angelina R
Angelina R Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Warga Negara Indonesia yang baik hati dan tidak sombong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Serial Joko dan Lastri) Pertemuan Pertama

7 Februari 2012   15:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:56 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber gambar di sini

Sudah satu jam Joko duduk sendirian di bangku itu, memperhatikan orang-orang yang lalu lalang memenuhi seantereo  taman yang ditumbuhi banyak pohon mahoni satu blok dari apertementnya.  Sudah menjadi kebiasaanya selama satu bulan ini setiap hari minggu duduk di bangku taman itu, menghabiskan minggu sorenya menikmati udara segar sekitar taman sebelum kembali bekerja keras Senin sampai Sabtu. Sementara senja bersiap meyerbu, mengkudeta matahari yang  pelan tetapi pasti melangkah perlahan ke ufuk barat. Angin berhembus pelan menggoyangkan daun-daun mahoni. Suara kendaran terdengar hiruk pikuk dari arah jalan raya tak jauh dari taman itu, jalan raya yang tak pernah sepi. Tak jauh dari tempatnya, segerombolan anak kecil berusia empat sampai tujuh tahun berlari riang di halaman rumput luas tak jauh dari bangkunya. Di belakang mereka ibu-ibu mereka berkumpul, bergosip ria tentang kehidupan sekitar mereka sambil sesekali berteriak menyuruh anak-anak mereka untuk hati-hati.  Joko memperhatikan wajah anak-anak yang berlari riang itu, sungguh begitu polos dan riang. Dan dia mulai berpikir, apakah dahulu saat menjadi anak-anak, dia riang sepeti anak-anak itu? Dia lupa kapan terakhir kali dia begitu bebas tanpa beban seperti anak-anak itu. Kelak setelah menjadi dewasa, manusia terkadang lupa bagaimana caranya menjadi riang. “Anda sendirian, Mas? Bisakah saya duduk di samping Anda?” Seorang perempuan berbaju terusan putih yang memegang sebuah buku tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. Joko menatap perempuan itu sejenak, badan perempuan itu langsing , baju terusan yan dipakainya pas dan mempertontonkan lekuk badannya yang indah. Wajahnya manis mengingatkan Joko pada Marsha Timothy. Tetapi perempuan di depannya ini berambut sebahu yang dipotong bop, membingkai hidungnya yang mancung. Joko menaksir umur perempuan itu dua puluh lima tahun. “Silahkan!” Jawabnya singkat. Perempuan itu tersenyum dan segera duduk di sampingnya.  Lalu kemudian perempuan itu sudah tenggelam dalam buku bacaannya. Suasana hening tercipta di antara mereka, Joko kembali sibuk memperhatikan keadaan sekitarnya lagi. Anak-anak kecil masih berlari riang dan ibu-ibu mereka masih sibuk berbicara. Tiba-tiba salah seorang anak laki-laki terjatuh dan menagis. Ibunya yang sedang asyik berkumpul bersama ibu yang lain bergegas menghampiri. “Oh Sayanggg, ayo bangun! Ahh dasar tanah jahat, sudah bikin anak Mama jatuh. Ayo pukul tanah yang sudah bikin kamu jatuh itu!” kata ibu anak itu, anak kecil yang terjatuh itu terdiam lalu kemudian memukul-mukul tanah yang membuat dia jatuh itu. sementara teman-teman kecilnya yang lain tampak ikut memukul tanah. “Terkadang orang tualah yang mematikan karakter anaknya.” Tiba-tiba perempuan di sebelah Joko berbicara. Joko tersentak memandang perempuan yang juga memandangnya. Pandangan mereka bertemu, Joko dapat melihat bola mata perempuan itu yang begitu bening. “Maksudmu?” Joko berkata bingung. “Si Ibu tadi telah mematikan karakter si anak kecil itu.” Kata perempuan lagi. Joko menunjukan muka bingung. “Aku tak mengerti.” Katanya. perempuan itu tersenyum. “Ibu itu telah mematikan karakter berjuang  pada anaknya. Ketika jatuh, si ibu malah menyuruh anaknya memukul tanah, hal itu sama saja menumbuhkan karakter menyalahkan orang lain ketika terjadi masalah yang menimpa pada anaknya. Kelak ketika anak itu besar dia akan berubah menjadi laki-laki dewasa pengecut. Lelaki dewasa yang selalu menyalahkan sesuatu bila mengalami kegagalan.” Terang perempuan itu. Joko mengangguk meski dia tidak begitu mengerti. “Lalu apa yang harus dilakukan ibu itu?” “Hampiri anaknya dan suruh dia bangun sendiri dari jatuhnya , jangan lupa katakan "Ayo dong, masa sama jatuh aja takut" . Dengan begitu si ibu mengajarkan untuk selalu bangkit bila mengalami masalah.” Kata perempuan itu lagi. Joko menganguk-nganguk mengerti “Apakah kau seorang psikolog?” Tanya Joko. Perempuan itu tertawa.“ Aku Lastri dan aku single.” Katanya mengedip pada Joko. Suasana Akrab tiba-tiba menghampiri mereka. “Aku Joko” kata Joko mengulurkan tangannya. Perempuan itu tersenyum dan menjabat tangan Joko. “Senang berkenalan denganmu, Joko.” Kata Lastri , Joko terperangah menatap senyum Lastri yang indah dan tiba-tiba saja, jantungnya berdegup cepat. “Mau kutraktir kopi?” katanya kemudian. “Maaf aku tak bisa, aku ada keperluan lain.” Jawab Lastri sambil melirik arlojinya. Joko terlihat kecewa. “Kalau begitu bolehkah kuminta nomor teleponmu.” Kata Joko. Lastri tersenyum menggeleng. “Begini saja, kembali lagi hari Minggu di taman ini pukul tiga  sore dan kita bisa bercerita banyak.” Lastri berhenti sebentar dia melirik arlojinya. “Aku harus pergi, Joko. Sampai jumpa Minggu depan.” Lalu dia bagkit berdiri. “Hey apakah kau yakin akan datang minggu depan.” Tanya Joko. Lastri tersenyum mengangguk lalu berlari menjauh.  Di hitungan kelima, dia menoleh ke arah Joko kembali tersenyum. Joko senang bukan kepalang. Perempuan itu akan jadi istriku, Pikirnya dalam hati. Taman mulai gelap. Dan Joko merasa sudah waktunya dia pergi. *Bersambung di Serial Joko dan Lastri minggu depan :-)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun