Mohon tunggu...
Angelina R
Angelina R Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Warga Negara Indonesia yang baik hati dan tidak sombong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Ramen) Seharusnya Kudengar Kata-katamu, Bu

12 Januari 2012   21:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:57 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kamu yakin dengan keputusanmu, Nduk?” Ibu menatapku penuh kasih. Aku menatap ibu lama

“Bu, Mau sampai kapan lagi kita seperti ini. Aku sudah cape menjadi orang miskin.” Aku berkata keras. Ibu tertunduk.

“Kamu masih muda, Nduk. Masih duapuluh tahun. Apakah kamu yakin akan pergi ke kota bersama lelaki bernama Heru itu?” Ibu kembali bertanya.

“Aku yakin, Bu! Aku sudah duapuluh tahun sekarang. Lagian Heru berjanji akan menjadikan aku model, Bu. Dia bahkan sudah memberikan aku uang muka sebesar dua juta rupiah. Dengan uang itu kita bisa membeli obat ayah kan, Bu?” Kataku. Ibu terdiam memandangku lama.

“Ibu hanya tidak begitu suka dengan Heru itu, Nduk.” Katanya kemudian. Aku memandang ibu penuh kasih sayang.

“Semua akan baik-baik saja, Bu!” Kataku kemudian. Ibu tersenyum berusaha tenang meski aku tahu hatinya gundah.

*

Aku melepas kepergian putriku Ayu dengan berat hati. Sungguh sebenarnya aku tidak begitu menyukai Pria bernama Heru itu.Aku tidak suka tatapan matanya yangjalang menatap Kecantikan Ayu. Tetapi aku tak bisa berkata apa-apa melihat tekad Ayu yang begitu kuat menjadi Model. Aku Tahu Ayu tidak tahan tinggal di kampung ini. Aku Ibunya hanyalah seorang penjahit baju yang pas-pasan sedangkan ayahnya tidak bekerja lagi semenjak strooke yang menyerangnya setahun lalu. Heru memang memberikan uang kepada Ayu yang digunakanuntuk membayar obat ayahnya.

Saat ketika Ayu Pergi bersama Heru aku memandang mereka dan berharap semua akan baik-baik saja. Maka disinilah aku sendiri menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok. Hari esok yang cemerlang untuk Ayu suamiku dan aku.Lindungilah anakku, ya Tuhan! , bisikku lirih saat malam ketika Ayu pergi bersama Heru ke kota.

*

Aku dan Heru sampai di kota lima jama setelah menempuh perjalanan yang melelahkan dari kampung. Dia membawa aku kesebuah Wisma yang sangat besar. Kami disambut oleh seorang perempuan tua yang dipanggil Mami oleh Heru.

“Anak baru, Mi!” Heru menyerahkan aku kepada Mami

“Wahh wahh wahh, barang bagus ini.” Kata mami senang.

“Kapan saya akan difoto seperti model, Mas heru?” Tanyaku kemudian yang disambut gelak tawamami dan Heru.

“Dasar bodoh! Kamu bukan menjadi Model kamu akan menjadi pelacur.” Kata Mami. Aku tergelak kaget.

“Apa? Kenapa menjadi pelacur? Kau bohong Heru. Kurang ajar! Kembalikan aku ke desa?” aku memberontak tetapi aku malah diseret masuk ke dalam wisma itu.

Dan rupanya firasat ibuku benar.Heru ternyata bukanlah orang baik-baik. Janji muluk yang dia tawarkan kepadaku di kampung dulu bahwa aku akan bekerja menjadi model ternyata hanyalah ucapan belaka. Bukannya menjadi model aku malah dimasukan ke dalam sebuah kamar bersama puluhan wanita lainnya yang ternyata juga ditipu Heru. Dan kemudian hari yang menakutkan dalam hidupku tiba, saat Heru membawaku paksa ke sebuah hotel. Di hotel itu aku bertemu dengan Joko.

Joko Berbadan tambun, kata Heru dia adalah seorang anggota dewan dari pusat. Matanya berbinar melihat aku.

“Masih perawan, Om!” Kata Heru yang membuat matanya bertambah binar. Lalu aku ditinggal pergi bersama Joko pria yang hampir seusia bapakku.

“Sini kamu manis!” Kata Joko mendekat ke arahku.

“Jangan om!” Kataku lirih. Tetapi Joko mendekat dan mulai menggagahi aku.

Aku menghabiskan malamku dengan menangis menyesali tidak mendengar kata-kata ibuku.

Tamat


Silahkan ke sini Untuk karya peserta lainnya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun