“Semua laki-laki didunia itu brengsek yah” Rani membuka percakapan. Kami aku, Rani dan Yanto menghabiskan malam bersama. Semua dimulai ketika aku mendapat pesan singkat dari Rani yang ingin diskusi atau halusnya curhat, dia sedang mengalami masalah dengan Rudi kekasihnya yang dipacarinya kurang lebih 6 bulan belakangan ini. Meski enggan aku dan Yanto mau tidak mau harus mendengarkan dia bercerita. Sejujurnya aku heran sama perempuan, kenapa mereka selalu berpikir dengan bercerita keadaan akan beres? Tetapi aku dan Yanto tidak ingin persahabatan 3 tahun kami harus berakhir hanya karena kami tidak ingin mendengarkan curhatannya. Rani selalu dapat diandalkan ketika kami kesulitan. Toh cukup mendengarkan saja semua ceritanya itu dan memberikan saran secukupannya bila diminta.
“ Waduh! Teori dari mana itu? Perasaan gue sebagai laki-laki ga brengsek.” Yanto yang bersuara. Aku tersenyum rupanya ada yang berbeda dengan curhatan Rani malam ini. Sepertinya dia tidak hanya akan bercerita dan terus bercerita seperti yang selalu dia lakukan.
“Itu teori gue setelah melakukan penelitian terhadap Rudi” balas Rani lagi. “Dia brengsek tau ga, selalu saja punya cara buat nyakitin gue” aku mengernyitkan dahi berpikir. Sepertinya Rani dan Rudi bertengkar hebat.
“Ah hanya karena lo bertengkar hebat dengan Rudi, bukan berarti lo mengatakan semua laki-laki itu brengsek dong. Gue sama teguh kan laki-laki juga, emang kita pernah nyakitin elo? Ga kan?” Yanto angkat bicara, dia berpikiran sama denganku rupanya. Sepertinya pertengkaran Rani dan Rudi lebih hebat daripada sebelumnya.
“Elo berduakan sahabat gue, jadi wajarlah kalo lo berdua ga pernah nyakitin gue, beda ama pacar-pacar gue.” Rani tetap ngotot
“ Eh gue ama Teguh juga punya pacar, tapi kami ga brengsek tuh sama pacar-pacar kami” Balas Yanto lagi. Dia agak terganggu dengan ucapan brengsek Rani diawal. Sepertinya akan ada pertengkeran hebat lagi malam ini, Yanto dan Rani memang sering berdebat.
“Sudah-sudah kok lo berdua jadi memperdebatkan kebrengsekan laki-laki seh? Ran, lo ngeSMS kita buat curhat kan? Masalah lo apa? Gue ama Yanto disini mendengarkan” akhirnya aku berbicara. Kedua sahabatku itu terdiam.
“gue kan cuma ingin meluruskan presepsi Rani tentang kebrengsekan laki-laki” Yanto membela diri. Rani menatapnya sebel, dia sepertinya akan menyerang yanto lagi tetapi segera mengurungkan niatnya saat ku memberikan tatapan “sudah cukup”
“Gue bukan mo ngajak lo berdua curhat, gue mau diskusi” kata rani akhirnya
“Diskusi tentang kebrengsekan laki-laki gitu” tanya Yanto. Rani memukul tangannya gemes.
“To, lo tersinggung banget yah, gue bilang brengsek. Gue cuma pengen tau aja tetang laki-laki dari lo berdua” Yanto mengangkat bahunya
“Ga juga seh, tapi tumben lo mau diskusi biasanya lo hanya akan bercerita dan bercerita” kata Yanto lagi. Rani menatapnya gemes
“Oke, apa yang ingin lo tau tentang laki-laki emangnya?” Melihat ancang-ancang Yanto dan Rani akan bertengkar lagi, akupun bersuara
“ Gue bingung sama Rudi. Akhir-akhir ini dia jarang SMS gue, selalu harus gue yang nge SMS dia, harus selalu gue yang nelpon dia. Apa menurut lo dia punya pacar lain gitu?” kata Rani kemudian
“Kenapa seh perempuan itu selalu berprasangka?” Yanto menjawab pertanyaan Rani. “Mungkin Rudi lagi sibuk banget sama kerjaannya, Possitive thinking aja lah, Ran. Hadeehh, kiraian lo berdua bertengkar hebat. Cuma karena ga di SMS neh ceritanya sampai lo bilang Rudi brengsek”
“Habis, brengsek banget ga seh ketika elo harus selalu meng SMS cowo lo tanpa pernah sedikitpun dia punya keinginan untuk SMS duluan. Gue kan sakit hati banget jadinya” Rani membela diri.
“Iya tapi karena masalah sekecil itu, lo bilang semua laki-laki brengsek kan ga relevan” omel Yanto.
“Tapi menyakiti hati perempuan dengan cara apapun itu namanya brengsek, To” Rani tak mau kalah
“Udah berapa lama emang dia kaya gitu?” aku bersuara, Yanto masih tidak terima tentang teori Rani tentang kebrengsekan laki-laki dan sepertinya akan dimulai lagi perdebatan mereka yang biasanya panjang
“Sebenarnya sejak dari pertamakali pacaran, Rudi udah kaya gitu seh. Selalu gue yang nge SMS dia” Rani menjawab
“Itu mah, sifat dia yang emang kaya gitu, Ran” Kata Yanto kemudian sepertinya dia sudah memaafkan Rani dan teori brengseknya “Laki-laki itu emang mahluk paling egois, egois yah bukan brengsek”. Rani terlihat bingung
“Lo tau Theory Freud ga? Dalam teori ini, Freud bilang kalo kepribadian kita itu terdiri dari tiga unsur yaitu; Id, Ego dan Super Ego. Id itu adalah keinginan-keinginan kita, nah kalo super ego itu bisa dibilang adalah hati nurani. Id dan super ego itu sering bertentangan. Yah iyalah, keinginan kita kadang bertentangan dengan suara hati kan. Nah, disinilah tugas ego. Ego bertugas untuk menyeimbangkan id dan super ego. Ego adalah unsur kepribadian yang bertindak sesuai kenyataan yang ada. Laki-laki itu egonya tinggi itulah mengapa mereka selau bertindak segala sesuatu dengan rasional melihat kenyataan. Beda sama elo perempuan yang super egonya tinggi apa-apa pake perasaan” Jelas Yanto panjang lebar membuat aku dan Rani mengerutkan dahi. Tumben manusia satu ini mengutip pendapat ahli dalam percakapan kami.
“Betul yang Yanto bilang seh Ran, gue sebagai laki-laki selalu menggunakan rasional gue. Contohnya aja ketika gue nembak cewe, doi ga terima. Gue mungkin akan sakit hati dan malu untuk beberapa saat tetapi abis itu, ya sudah terima kenyataan kalo cewe itu ga suka sama gue dan gue beralih kecewe-cewe lainnya. Sedangkan elo mana berani lo nembak cowo, perasaan takut di tolak yang akan membuat harga diri lo hancur berantakan dan lo memilih untuk tidak melakukannya” aku menyederhanakan konsep Yanto. Yanto tampak manggut-manggut menyetujui
“Tapi gue terkadang mahluk ego juga loh” balas Rani setelah diam merenungkan perkataanku dan Yanto. Yanto tersenyum
“Yah udah Logikanya ne, kalo harus selalu elo yang SMS dan telpon si rudi, kenapa lo ga putusin dia sekarang?” tantangnya.
“ Ah jangan ah, sapa tau si Rudi lagi ada masalah”
“Nah itu kan, lo main perasaan disini” Yanto terlihat senang. Rani berpikir sebentar dan mencibir Yanto
“Ga, gue ga main perasaan kok” katanya kemudian. Aku tertawa
“Lo emang main perasaan Ran, lo perempuan dan itu wajar. Tapi coba deh sekali-kali lo berpikir dari dari sudut pandang yang berbeda. Berpikir dari sudut pandang laki-laki” kataku kemudian
“Betul banget tuh, ide yang bagus. Cobalah mencontek dari gaya pikiran kami Ran, Mengutamakan kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan orang lain. kalo si Rudi jarang nge SMS elo duluan, yah lo sekarang jadi kaya dia ga usah SMS dia deh. Sekali-kali lo jadi egois dan tahan tuh perasan lo” Yanto menambahkan
“Jadi intinya gue harus lebih menonjolkan ego gue neh, berpikir dari sudut pandang pria yang selalu menang sendiri” kata Rani yang tentu saja tidak diterima Yanto dan aku
“Kita ga mau menang sendiri Ran, kita hanya mengutamakan kepentingan sendiri diatas kepentingan orang lain” sanggahku Yanto mengiyakan, Rani tertawa
“ Ahaaa boleh juga, baikalah gue akan mencoba ide kalian”
***
Seminggu kemudian aku mendapat SMS dari Rani yang isinya:
“Teguh dan Yanto, thanks untuk sharing kita yang waktu itu, Gue udah ngikuti saran kalian, untuk lebih menonjolkan Ego dan berhasil. Seharian gue ga SMS atau nelpon Rudi eh tiba-tiba dia nelpon gue dan kita jadinya ngobrol lama banget. Tetapi menjadi Ego itu sulit yah, tau ga lo berdua seharian itu pikiran gue dipenuhi prasangka dan ketakutan gimana kalo Rudi akhirnya ga hubungin gue, gue sudah benar-benar pasrah dan akan menghubungi dia hingga akhirnya dia menelpon. ahh thanks God gue seorang perempuan”
Aku tersenyum membaca SMSnya dan bersyukur, aku bukan perempuan.
Depok, 25 oktober 2011
Terinspirasi sehabis sharing dengan Ka. Armin Bell :_)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H