Mohon tunggu...
Ajar Alamsyah
Ajar Alamsyah Mohon Tunggu... Guru -

The little man.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paradox

23 Januari 2016   09:09 Diperbarui: 25 Februari 2016   17:38 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tall man but short character.

Steep profits but shallow relationships.

It is a time when there is much in the window, but nothing in the room.”

 

Cara Melihat

Itulah rangkaian kata-kata indah Dalai Lama mengenai Paradox. Paradox artinya bertolak belakang, bertentangan, tidak linear, akan tetapi itulah sifat alam. Sejak dulu kala, huruf aksara China sudah menandaskan, krisis terdiri dari dua suku kata: Bahaya dan Kesempatan, dua suku kata yang Paradox. Dan menurut Charles Handy, Guru Besar MIT, inilah Zaman Paradox. Semakin cantik wanita, semakin kosong isi kepalanya. Semakin gagah fisik seorang pria, semakin tipis karakternya. Orang yang suka pamer, semakin kosong jiwanya. Orang berpenampilan nampak seperti orang terpelajar, tapi hidup terus di ketiak orang tuanya. Berperilaku biadab, mengatasnamakan ajaran Islam. Semakin menarik penampilan seseorang, semakin banyak tangan yang pernah menjamahnya. Dan contoh Paradox lainnya. Penulis juga ingin berbagi fakta menarik mengenai fenomena ini, Paradox hanya dapat dilihat oleh cara kita memandang sesuatu. Bayangkan dua situasi. Situasi pertama, ada jalanan menanjak. Kita berjalan di jalanan tersebut dengan rasa tidak nyaman, bukan? Kita berkeringat, otot betis kita bekerja lebih keras, nafas kita banyak terbuang, dan seterusnya. Sama diibaratkan jika hidup kita terasa sulit. Sejatinya, kita harus dapat merasakannya. Kita sedang “menanjak” ke atas. Nah, sekarang bayangkan situasi kedua. Ada jalanan menurun, kita melaluinya dengan mudah, dengan nikmat. Kita terbuai, kita tersenyum simpul saat menuruni jalan yang menurun karena mudah dan enak. Bayangkanlah hidup kita enak, tidak ada masalah, everything goes as planned kemudian  kita berleha-leha, hanya mencari suka ria. Nikmat betul, bukan? Dan sama rasanya seperti kita menuruni jalan yang menurun tajam tadi. Tetapi, jika Pembaca membuka mata atau mengubah cara melihat Pembaca. Itu hanya ilusi kenikmatan semu belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun