Langkah dari Langit
Oleh: AivAtko31Â
Selamat pagi. Hari ini cerah, seperti biasanya. Aku menaikkan kaos kaki, memakai sepatu, lalu berdiri menghampiri teman-teman yang sudah menunggu di teras rumah. Kami berlima--aku, Alan, Ari, Ian, dan Rion-- sudah rapi dengan seragam merah putih kebanggaan. Jangan dikira seragam kami berkilauan dengan warna-warna cerah baru, tidak.Â
Seragam kebanggaan yang kami maksud adalah seragam merah putih dengan warna pudar yang penuh jahitan serta tambalan di sana-sini. Maklum, ini seragam sumbangan dari tempat rongsokan. Tapi percayalah, ini adalah baju terbaik yang kami punya. Kami melangkah beriringan melewati pematang sawah. Burung-burung yang berkicau dengan santainya di atas orang-orangan sawah serta hamparan hijau sepanjang mata memandang adalah hal yang biasa kami saksikan dalam keseharian kami saat menuju sekolah.Â
Aku menghentikan langkah tepat di bawah pohon cempedak di depan sekolah kami. Ari, Alan, Ian, dan Rion ikut berdiri di sampingku. Kami memandang satu objek yang sama. Alat-alat besar, orang bertopi putih yang sibuk dengan kertas di tangannya, orang-orang bertopi oren yang sibuk wira-wiri dan meneriaki satu sama lain, serta buldozer yang mulus meratakan bangunan tempat kami belajar. Kami akan betah melihat pemandangan ini selama berjam-jam, setiap lima hari dalam seminggu kami akan memakai seragam sekolah dan datang ke sekolah kami. Meski sekolah itu kini sudah rata menjadi tanah.