Aku tidak pernah pergi begitu saja dari rumah , aku harus pastikan ada yang menemani bapak, membuatkan kopi untuknya saat berangkat kerja, dan ada yang menemani adikku . Tidak boleh satupun aku lewatkan , bila tidak , aku merasa ada kesalahan paling besar yang kulakukan . Â Tidak pernah kukenal malam minggu bermain , aku menemani adikku , atau aku meminta temanku untuk datang kerumah . Kencan ? hanya akan terjadi bila bapak telah kenal baik dengannya, jika tidak, ada saja alsan bapak untuk melarangku pergi dengannya. Kesal , namun aku tak bisa melawan . aku mau, tapi aku tak bisa.
Mungkin yang tahu HAID pertamaku adalah teman dekatku dan orang tuanya.
Aku tidak tahu bercak kecoklatan di celanaku . Aku pikir aku Bab di celana. Aku hampir menangis, aku bingung , ini apa. Akhirnya dengan malu aku bertanya, apa yang terjadi. mungkin kamu haid ? kata temeanku. Ibunya mendekat dan menyentuh darah itu tanpa ragu , ya kamu Haid, selamat ya" ujarnya . Aku bingung , aku tahu apa itu haid, tapi aku tak tahu harus bagaimana sampai temanku membawakanku pembalut dan mengajariku . aku lalu pulang dan bercerita kepada bapakku keesokan harinya , dan dia tersenyum , anakku sudah dewasa ujarnya .
Banyak cerita yang mungkin , sekedar imajinasi pahit . Tapi padaku , ini nyata dan terjadi apa adanya . Sampai kini , aku masih menaruh cemburu pada mereka yang memili ibu di rumahnya , dan menungguinya pulang bila pulang terlalu larut . Pada dia yang ibunya selalu menyiapkan sarapan sampai makan malam. Pada dia yang bisa mencium tangan ibunya saat dia berangkat sekolah , pada dia yang  menyiapkan opor tengah malam saat lebaran .
Kepahatan ini hanya sementara , senyum bapak dan kebanggannya yang menjadikan semuanya manis. Amarahnya dan kekhawatirannya yang membuat kepahitan ini yang memiliki berbagai macam rasa. Sepertinya aku tak bisa bila tanpa dia sedetikpun.
Dan adikku yang tidak pernah tahu , apakah mamah dulu secantik sekarang ? apakah mamah dulu menyusuinya dan menggendngnya ? apakah mamah dulu menyiapkan dia sarapan ? karena saat itu umurnya baru 5 tahun , untuk mengenal orang di sekelilingnya pun dia masih ragu . apalagi saat mamah datang membawa alkitab di tas nya . Aku takut , dia ragu pada kehadirannya .
Mamahku ada, namun dia berbeda. Mamahku nyata , meski semu di sampingku . Â Doa nya selalu manis, meski tak pernah ku tahu apakah kita masih bisa satu . Wajahnya masih cantik meski menyimpan rindu . 365 hari dalam setahun , 5 hari kami sisakan untuk bertemu dengannya . Dia ada, meski kini tak lagi sama .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H