Mohon tunggu...
Listya Ayu Widarranti
Listya Ayu Widarranti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Ilmu komunikasi .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yes , I Still Have Mom

21 Januari 2012   16:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:36 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mungkin tidak ada yang aku pamiti saat berangkat sekolah saat bapak masuk malam.

Adiku masih tidur , hanya pembantu yang setia menyiapkan sarapan dan mengantarkanku ke seberang untuk menunggu bis jemputan. Akuterbiasa dengan hal ini sampai SD usai . Bahkan terkadang , bapak menyempatkan waktu untuk menjemputku , saat beliau sedang libur bekerja .

Mungkin tidak ada yang yang memarahiku , saat aku mulai mengenal kata berpacaran.

Bahkan teman-teman seumuranku tak ada yang sedekat itu dengan lawan jenisnya, hanya aku . ya mungkin karena aku butuh pelampiasan akan kasih sayang .  Dia mulai datang ke rumah  dan bapak menemaniku di teras, sejak dia datang sampai dia pulang . Bapak sangat khawatir, ada orang lain yang menyentuhku, melukaiku.

Mungkin kau tak akan melihat aku Sungkem dengan mamah saat Lebaran.

Lebaranku sepi , hanya menunggu bapak pulang dari kerja lalu sujud sungkem padanya. Sholat ied ku dan adikku pun bersama tetangga, atau bersama saudaraku yang dititipi bapak untuk bersamaku , atau bersama neneku. Bapak masih kerja , kamu sholat sama budhe ya, nanti bapak jemput" ujarnya di ujung telepon. Aku hanya berkata, ya , sambil memakaikan adikku baju , memilihkan dia baju baru yang kemaren kita beli bertiga . Bertiga, tanpa mamah disampingku . karena mamamh pun selain tak ada  dia memakai agama berbeda.

Mungkin yang menemaniku saat upacara kelulusan hanya teman-temanku.

Yah, adikku masih terlalu kecil untuk datang . Bapak masih bekerja, ijin cutinya hanya saat istirahat siang . Itu saja sudah membuang jam kerja terlalu lama, padahal di sana dia hanya duduk, aku tidak bisa menemani karena kau bernyanyi bersama di panggung bersama teman seangkatanku .  Aku melihatnya datang ,  saat aku turun dari panggung dia pulang , berpesan untuk menelpon saat pulang, nanti bapak jemput . Di rumah kasihan adik hanya bersama pembantu .

Mungkin tidak akan pernah kau lihat aku les tambahan diantar mamah.

Pembantu andalanku, atau sepeda itu yang menjadi teman setiaku . Bapak kerja, ya sudah berulang kali kukatakan . Aku tidak bisa melawan jam kerjanya, atau memaksanya untuk cuti hanya untuk mengantarkanku les. aku bersiap sendiri, mandi , dan berangkat . Tak lupa bapak mengingatkanku, berpesan agar hatihati, selalu dia lakukan sebelum aku bernagkat les, via telpon dari kantor . Berbda dengan teman-temanku yang diantar ibunya , bila hujan dipayungi bahkan dijemput mengendarai mobil , atau ditemani . Aku ? terkadang menumpang saat ditawari oleh orang tua teman yang rumahnya dekat denganku , atau karena teman ayahku .

Mungkin kau hanya melihat seorang laki-laki dengan wajah tua , galak , namun penuh kekhawatiran di rumahku.

Aku tidak pernah pergi begitu saja dari rumah , aku harus pastikan ada yang menemani bapak, membuatkan kopi untuknya saat berangkat kerja, dan ada yang menemani adikku . Tidak boleh satupun aku lewatkan , bila tidak , aku merasa ada kesalahan paling besar yang kulakukan .  Tidak pernah kukenal malam minggu bermain , aku menemani adikku , atau aku meminta temanku untuk datang kerumah . Kencan ? hanya akan terjadi bila bapak telah kenal baik dengannya, jika tidak, ada saja alsan bapak untuk melarangku pergi dengannya. Kesal , namun aku tak bisa melawan . aku mau, tapi aku tak bisa.

Mungkin yang tahu HAID pertamaku adalah teman dekatku dan orang tuanya.

Aku tidak tahu bercak kecoklatan di celanaku . Aku pikir aku Bab di celana. Aku hampir menangis, aku bingung , ini apa. Akhirnya dengan malu aku bertanya, apa yang terjadi. mungkin kamu haid ? kata temeanku. Ibunya mendekat dan menyentuh darah itu tanpa ragu , ya kamu Haid, selamat ya" ujarnya . Aku bingung , aku tahu apa itu haid, tapi aku tak tahu harus bagaimana sampai temanku membawakanku pembalut dan mengajariku . aku lalu pulang dan bercerita kepada bapakku keesokan harinya , dan dia tersenyum , anakku sudah dewasa ujarnya .

Banyak cerita yang mungkin , sekedar imajinasi pahit . Tapi padaku , ini nyata dan terjadi apa adanya . Sampai kini , aku masih menaruh cemburu pada mereka yang memili ibu di rumahnya , dan menungguinya pulang bila pulang terlalu larut . Pada dia yang ibunya selalu menyiapkan sarapan sampai makan malam. Pada dia yang bisa mencium tangan ibunya saat dia berangkat sekolah , pada dia yang  menyiapkan opor tengah malam saat lebaran .

Kepahatan ini hanya sementara , senyum bapak dan kebanggannya yang menjadikan semuanya manis. Amarahnya dan kekhawatirannya yang membuat kepahitan ini yang memiliki berbagai macam rasa. Sepertinya aku tak bisa bila tanpa dia sedetikpun.

Dan adikku yang tidak pernah tahu , apakah mamah dulu secantik sekarang ? apakah mamah dulu menyusuinya dan menggendngnya ? apakah mamah dulu menyiapkan dia sarapan ? karena saat itu umurnya baru 5 tahun , untuk mengenal orang di sekelilingnya pun dia masih ragu . apalagi saat mamah datang membawa alkitab di tas nya . Aku takut , dia ragu pada kehadirannya .

Mamahku ada, namun dia berbeda. Mamahku nyata , meski semu di sampingku .  Doa nya selalu manis, meski tak pernah ku tahu apakah kita masih bisa satu . Wajahnya masih cantik meski menyimpan rindu . 365 hari dalam setahun , 5 hari kami sisakan untuk bertemu dengannya . Dia ada, meski kini tak lagi sama .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun