Mohon tunggu...
Aisyah Supernova
Aisyah Supernova Mohon Tunggu... Konsultan - man purposes God disposes - ssu

Muslimah | Your Future Sociopreneur ! | Islamic Economic Science Bachelor | Islamic World, Innovation, Technology and Entrepreneurship Enthusiast | Sharing, Writing and Caring Addict | Because i want to see my God one day. It's my ultimate goal...!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melihat Secara Monokrom

27 Juni 2018   07:52 Diperbarui: 27 Juni 2018   07:55 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan aku menyadari bahwa melihat dengan sudut pandang monokrom berbagai hal itu lebih melegakan, menenangkan dan menyenangkan. Lalu, apa yang dimaksud dengan melihat secara monokrom?

Contohnya, saat aku membeli sebuah tas. Dalam pikiranku, sudah terbayang kecenya aku memakai tas itu dan juga saat tas itu menemui ajalnya misal rusak, tercopet, dan sebagainya.

Contoh lagi. Saat aku nyaman dengan seseorang, aku membayangkan betapa asyiknya menghabiskan waktu bersamanya. Juga membayangkan apa yang akan kulakukan jika terjadi antara aku dengan dirinya. Apa solusi yang kulakukan untuk menghadapi ujian tersebut?

Contoh lagi. Kalau ini dari kakakku. Keponakanku sempat sakit-sakitan. Luar biasanya, kakakku yang notabene paranoid orangnya, berpikir bahwa jika seandainya keponakan aku meninggal pun, ia sudah bersyukur karena sempat memiliki dan merawat anak lelaki. Jadi batinnya lebih siap atas kemungkinan terburuk.

Juga contoh yang sedang berusaha kuterapkan. Saat akan memilih pasangan hidup. Aku sudah memikirkan bagaimana capeknya menjalani keseharian berumah tangga, saat menghabiskan waktu dengan menyenangkan juga dengan mengesalkan bersamanya. Jadi ya.Pasangan sesempurna apapun kelihatannya, juga ada kekurangannya. Tak berekspektasi tinggi-tinggi, namun fokus pada mengoptimalkan potensi.

Menurutku, setiap hal, di dunia ini memiliki sisi monokrom (hitam putih)nya masing-masing. Baik itu orang, hewan, tanaman, tempat, benda, dan semuanya. Hitam mewakili kekurangan, keburukan dan kebinasaan. Putih mewakili harapan, kebaikan dan potensi kebermanfaatan. Bukankah kita seharusnya sudah siap dengan keduanya? Bukan melulu menuntut putih dan putih pada ciptaan Tuhan yang sejatinya punya sisi monokromnya sendiri?

Melihat secara monokrom menurutku menjadikan diri kita lebih siap dengan berbagai kemungkinan. Menghindari perasaan terlalu euforia saat mendapatkan sesuatu juga terlalu sedih atau depresi saat kehilangan sesuatu. Bukankah hanya Tuhan yang kekal, sedang semua apapun selainnya itu fana? Setiap pertemuan, ada perpisahan. Setiap yang ada pasti akan binasa. Setiap yang muda pasti akan tua. Setiap yang hidup pasti akan mati. Iya kan? Hehe..

Eh ma shaa Allah.. Masa pas aku lagi ketik ini, lagu Monochrome nya Tulus diputar coba. Rabb, romantis amat sih. Moment-nya dapet banget. Hehe..

Wallahu'alam. Aku juga masih belajar. Saling menyemangati dalam kebaikan dan kebenaran ya sahabatku semua :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun