Mohon tunggu...
deasy laztatie
deasy laztatie Mohon Tunggu... -

Pecinta kopi, sastra dan senja.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Entertainment Show di Darling Harbour

2 Januari 2016   04:41 Diperbarui: 2 Januari 2016   04:47 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu, langit masih terlihat cerah meski jam sudah menunjuk pada angka 19.00. Di negeriku, di mana musim berjalan begitu teratur dengan dua pergantian musim saja yaitu kemarau dan penghujan, ,jam segini  langit sudah gulita. Kumandang maghrib sudah bergema dari corong-corong masjid lalu orang-orang sudah tinggal di kediamannya masing-masing, berkumpul bersama keluarga. Namun, di sini sedang musim panas. Sydney, daerah bagian selatan Australia ini sedang mengalami musim panas di mana matahari bersinar lebih panjang dari hari biasanya. Pukul 03.58 dini hari sudah subuh, lalu maghrib pada pukul 20.00.

Majikan memintaku untuk menemaninya bertemu dengan seseorang. Anak temannya yang sedang belajar di sini untuk mengantar titipan dari orang tuanya. Kami membuat temu janji di sekitar Darling Harbour, central hiburan di kawasan Darling Harbour. Di sana terdapat berbagai bangunan yang bisa dikunjungi pelancong, Mall, Café, Bar juga kapal-kapal kecil yang bisa disewa untuk mengadakan pesta maupun sekedar makan malam, museum Madam Tussauds dan juga feri yang bisa mengantar dari satu pulau ke pulau lain.

Setelah bertemu dengan Mina, orang yang ingin ditemui majikan saya memilih untuk berjalan menyusuri pelataran trotoar yang penuh dengan pengunjung, apalagi saat ini masih musim liburan natal dan menyambut tahun baru. Banyak pelancong dari berbagai negara datang dan menghabiskan sore hari dengan duduk-duduk di kursi-kursi yang disediakan di sepanjang darling harbour sambil menanti kedatangan langit senja.

Saya mendekati kerumunan orang-orang yang sedang menyaksikan salah sebuah Show. Pengamen jalanan yang membentangkan tali merah melingkar sebagai area show mereka. Saat itu, sedang ada pertunjukan Pantomim dengan lagu Sam Smith, Stay With me. Dengan mengenakan kostum hitam putih serta berdasi bendera Australia, lelaki yang mengenakan topeng Merah dan Grey itu meliuk-lliuk membuat drama pantomim. Pengunjung turut hanyut akan kisahnya sebentar kemudian ketika music selesai, suara gemuruh tepuk tangan menggema memenuhi area Show. Lelaki tadi membentangkan topi yang dipakainya untuk menerima koin. Tidak banyak yang melempar koin meski pertunjukannya dinikmati.

Selang beberapa menit, kembali lagi dengan pertunjukan yang lain. Senja mulai merangkak turun, sinar jingga menerpa gedung-gedung pencakar langit sepanjang Darling harbour. Keramaian belum usai hingga pukul 22.00 nanti, di mana  café-café baru akan tutup. Kali ini seorang lelaki melakukan Stand Up comedy dengan atraksi bermain api.

Memerlukan waktu bermenit-menit untuk mengumpulkan orang untuk akan berdiri di belakang garisan merah yang ia buat. Membuat lelucon-lelucon agar orang merasa betah dan tidak menyingkir dari area pertunjukannya. Menyapa satu persatu orang yang lewat agar berhenti lalu melihat aksinya. Berjabat tangan, bertanya dari mana asal penonton. Yah, berinteraksi dengan penonton adalah salah satu cara agar mereka tetap berdiri melihat aksinya selama dua puluh menit ke depan. Hingga sepuluh menit kemudian, penuhlah lingkaran merah itu dengan penonton.

Setiap lawakan yang ia lontarkan disambut dengan gelak tawa. Saat ia melemparkan 3 pisau ke atas dengan dua tangan saja membuat penonton bergidik ngeri, apalagi saat bermain dengan batangan api.

The Gold Or Bill atau cara mengekspresikan kalau penonton menikmati pertunjukannya adalah dengan memberi uang. Kalimat itu terus dilontarkan di tengah-tengah pertunjukan komedinya. Benar, tidak ada yang salah dengan apa yang diungkapkan pengamen jalanan ini. jika kita menikmati pertunjukannya kenapa harus pelit melemparkan koin sekedar satu dollar-dua dollar ?

Namun, nahas. Hujan tiba-tiba datang di saat pertunjukan belum ada separuh. Lingkaran yang dipenuhi penonton itu secepat kilat bubar. Pengamen belum menerima hasil dari jerih payah pertunjukannya. Berlarian mencari tempat berteduh meski hujannya masih sebatas gerimis.  Namun, takdir Tuhan siapa yang bisa menyangka ?begitu juga dengan pengamen tadi.

Di tengah lariku kembali ke hotel, aku  kembali terfikir. Apa dia rugi dengan pertunjukannya lalu mengumpat takdir ? pertunjukannya sia-sia sebelum ia mendapatkan uang. Namun, aku juga terfikir begitulah realita hidup. Kita tidak akan mampu menebak apa yang akan terjadi dalam beberapa menit ke depan, entah sial, keberuntungan, tangis maupun tawa. Sebagai pelakon hidup, hanya perlu lakukan saja, jalani selayaknya kodrat hidup itu harus berjalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun