Mohon tunggu...
deasy laztatie
deasy laztatie Mohon Tunggu... -

Pecinta kopi, sastra dan senja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Negara Indon dan Negara Indonesia

12 September 2014   02:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:56 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Indon Dan Negara Indonesia

Sekilas sebutan Negara Indon dan Negara Indonesia tidak jauh berbeda, hanya menghilangkan beberapa huruf di belakang saja. Keduanya juga merupakan satu Negara, namun lain bagi penyebutnya. Negeri Indon lebih sering dipakai oleh warga Malaysia bagi menyebut para TKI di Malaysia, sedang Indonesia adalah Negara di mana TKI yang tinggal di Malaysia berasal. Saya kurang yakin, apakah di Negara serumpun lainnya seperti Singapore dan Bruney Darussalam juga menyebut Negara Indon bagi menyebut Indonesia.

Beberapa waktu yang lalu, sangat ramai baik di obrolan media sosial maupun obrolan bersama teman-teman TKI membahas masalah penggunaan bahasa Indon yang sering digunakan warga Malaysia untuk menyebut Warga Indonesia. Khususnya TKI di Malaysia. Ada nada kecewa, jengkel, marah, tidak terima dan lain sebagainya. Merasa tidak terima ketika Negara tercinta Indonesia cukup dipanggil dengan panggilan Indon. Banyak sekali teman-teman yang menulis melalui status facebook, twitter dan blog, menyatakan bahwa Negara Indonesia bukan Negara Indon, bahkan teman-teman menyatakan tidak kenal dengan Negara Indon sebagai ungkapan rasa tidak terima tersebut.

Terlepas dari rasa untuk membangun perseteruan dan hubungan panas antara Indonesia dan Malaysia beberapa tahun lalu. Ungkapan Indon tidak digunakan begitu saja oleh warga Malaysia. Bahasa tersebut lebih awal digunakan oleh warga Indonesia sendiri yang telah tinggal di Malaysia dan menggunakan sebutan Indon untuk menyebut Indonesia, karena mungkin apabila menyebut Indonesia terlalu panjang. Seperti halnya seni Reog Ponorogo yang pernah suatu ketika dahulu dicurigai ‘diklaim’ sebagai budaya Malaysia, entah hal tersebut salah atau benar, yang jelas bahwa di Malaysia, seni Reog Ponorogo memang ditampilkan saat perayaan tertentu bagi warga Indonesia yang tinggal di Malaysia dan yang menampilkan adalah warga Indonesia sendiri.

Pemahaman lain yang saya dapati dari warga Malaysia mengenai Negara Indon. Saya turut mendengar percakapan beberapa warga yang sedang membicarakan tentang Indonesia. Mungkin mereka tidak menyadari, bahwa orang sedang diajak berbicara adalah warga Indonesia, karena selama ini saya selalu dianggap sebagai orang Sabah, salah satu negeri di luar semenanjung Malaysia. Namun, saya diam. Saya hanya ingin tahu, seberapa besar pengetahuan mereka tentang sebutan Indon dan Indonesia sehingga sebutan tersebut begitu lekat di lidah mereka. Menurutnya, warga Indon adalah mereka yang miskin, yang bekerja di Malaysia, sedangkan warga Indonesia adalah mereka yang kaya raya, pergi ke Malaysia untuk tujuan berbelanja, jalan-jalan bukan untuk bekerja.

Saya sedikit tercengang mendengar hal tersebut. Padahal, dalam sejarah manapun, bahkan di Malaysia juga dipelajari bahwa tidak pernah ada sejarah Negara Indon, tidak pernah ada bahasa Indon, tidak pernah ada warga Indon, letak geografis Malaysia juga bukan bersebelahan dengan Negara Indon melainkan warga Indonesia, bahasa Indonesia, juga Malaysia bersebelahan dengan Negara Indonesia.

Saya tidak menyalahkan warga Indonesia yang telah membiasakan diri menyebut Indonesia dengan sebutan Indon. Saya juga tidak mau menyalahkan warga Malaysia. ini hanya sebagai pelajaran penting bagi anak bangsa yang merantau di Negeri orang untuk tetap berpegang teguh dengan budaya dan tutur bahasa Indonesia. Untuk terus mencintai budaya Indonesia. Berpegang teguh pada bangsa, agar dimanapun kita berada tetap menjadi manusia yang memiliki idiologi terhadap bangsa sendiri.

Saya bisa merasakan perbedaan, saat saya pertama kali datang ke Malaysia dan belum mengenyam bangku pendidikan di Universitas, saya masih merasa sebagai TKI rendahan yang tidak mendapatkan pekerjaan layak di Indonesia. Namun, secara perlahan, ketika saya mulai bergabung dengan teman-teman TKI yang memiliki semangat belajar tinggi, jiwa nasionalisme tinggi, rajin membaca, rajin bergotong royong untuk saling membantu kesusahan orang lain, warga Malaysia mulai memandang, bahwa TKI sekarang sudah maju, tidak seperti TKI zaman dulu. TKI Indonesia berfikir sangat maju dan mau berjuang untuk terus maju ke depan tidak lain karena tuntutan kehidupan di Indonesia yanag keras.

Saya mengajak kepada teman-teman, kita pasti bisa menghapus sebutan Indon yang miskin tersebut dengan cara terus mengembangkan diri di manapun kita bekerja, kita harus buktikan bahwa kita adalah TKI yang disiplin, memiliki jiwa juang yang tinggi, telaten, ulet dan pintar. Berharap, di tahun-tahun berikutnya, Negara kita tidak lagi mengekspor TKi. Namun, Indonesia yang harus Import TKI.

Selain itu, kita harus terus membetulkan sebutan yang salah tersebut. Kita tunjukkan kepada mereka bahwa kita merasa tidak terima jika Negara Indonesia hanya disebut sebagai Indon tanpa adanya perdebatan yang hanya membuat nama Indonesia tercoreng. Kita tampilkan diri kita sebaik mungkin, agar tidak ada lagi yang meremehkan anak bangsa Indonesia.

Saya cinta damai, Indonesia dan Malaysia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun