Mohon tunggu...
Aisyiyah Tabligh Ketarjihan
Aisyiyah Tabligh Ketarjihan Mohon Tunggu... Lainnya - Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Pusat Aisyiyah

Majelis Tabligh dan Ketarjihan dalam naungan Pimpinan Pusat Aisyiyah bergerak di bidang dakwah, yang bersumber dari nilai-nilai islam progresif. Hadir sebagai wadah strategis untuk penyampaikan pesan yang bersifat mencerahkan dan meneguhkan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena "Ipar adalah Maut": Memahami Hadist dan Konteksnya

3 Desember 2024   11:14 Diperbarui: 3 Desember 2024   11:21 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

Film Ipar adalah Maut yang baru-baru ini viral memicu diskusi luas di kalangan masyarakat. Pertanyaan utama yang muncul adalah apakah benar hadis yang menyebutkan "ipar adalah maut" memiliki dasar kuat dalam Islam, dan bagaimana memahami konteksnya secara lebih mendalam.

Hadis tersebut memang berasal dari sabda Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Uqbah bin Amir. Rasulullah bersabda "berhati-hatilah masuk ketika menemui wanita".  Namun, memahami hadis ini secara tekstual saja dapat menimbulkan salah paham. Dalam masyarakat, tafsir literal hadis ini bisa memunculkan ketakutan atau kecurigaan berlebihan terhadap ipar, bahkan menyebabkan kerenggangan hubungan keluarga. Oleh karena itu, penting untuk memahami hadis ini sesuai dengan konteks dan tujuan Rasulullah SAW ketika menyampaikan sabdanya.

Pada masa Rasulullah, budaya masyarakat Arab cenderung memberikan kebebasan dalam interaksi antara lawan jenis, termasuk antara ipar. Rasulullah menggunakan kiasan "maut" untuk menggambarkan bahaya yang mungkin muncul dari interaksi yang tidak terkendali. Dalam bahasa Arab, istilah "maut" sering digunakan sebagai metafora untuk hal-hal yang menakutkan atau buruk. Dengan kata lain, Rasulullah menekankan prinsip kehati-hatian dalam menjaga batas-batas interaksi.

Makna ini ditegaskan dengan pendekatan linguistik dan pandangan para ulama. Dalam kitab Fathul Bari, misalnya, dijelaskan bahwa "alhamu" (ipar) bisa mencakup saudara ipar, sepupu, atau mertua lawan jenis bukan sekadar saudara ipar dalam pengertian sempit. Pesan utamanya adalah kewaspadaan terhadap potensi fitnah dan dosa akibat interaksi yang tidak terjaga.

 

Dalam Islam, konsep mahram sangat penting untuk dipahami agar interaksi antara lawan jenis berjalan sesuai syariat. Mahram adalah orang-orang yang haram dinikahi karena hubungan keturunan, persusuan, atau pernikahan. Mahram terbagi menjadi dua: mahram mu'abbad (abadi) dan mahram muaqqat (sementara).

Hubungan dengan mahram mu'abbad, seperti orang tua, anak kandung, atau saudara kandung, memiliki batasan aurat yang lebih longgar. Sedangkan untuk mahram muaqqat, seperti ipar, batasannya lebih ketat, yaitu hanya boleh terlihat wajah dan telapak tangan. Sayangnya, banyak masyarakat yang salah kaprah dan menganggap ipar sebagai mahram mutlak sehingga mengabaikan batasan aurat dan interaksi.

Kesalahpahaman terhadap hadis ini bisa menimbulkan dampak negatif. Hubungan keluarga yang seharusnya erat dapat terganggu karena salah tafsir, sementara potensi fitnah justru meningkat karena interaksi yang tidak dijaga. Oleh karena itu, edukasi tentang mahram, batasan aurat, dan etika berinteraksi dalam Islam sangat penting untuk menghindari masalah-masalah seperti fitnah, perselingkuhan, atau bahkan perzinaan.

Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam hadis lain, "Janganlah seorang pria berdua-duaan dengan wanita, kecuali yang ketiga adalah setan." Hal ini menekankan pentingnya menjaga jarak dalam interaksi dengan lawan jenis, termasuk ipar, untuk mencegah munculnya godaan syaitan.

 

Fenomena "ipar adalah maut" bukanlah seruan untuk memutus hubungan atau mencurigai ipar secara berlebihan, melainkan ajakan untuk bersikap hati-hati dan menjaga batas-batas syariat. Islam mengajarkan keseimbangan dalam menjalin hubungan sosial dan keluarga, tanpa melupakan prinsip kehati-hatian dalam menjaga moral dan akhlak. Dengan pemahaman yang tepat, masyarakat dapat mengambil hikmah dari hadis ini untuk menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun