Indonesia, sebagai negara tropis, umumnya dikenal memiliki suhu yang stabil sepanjang tahun. Namun, pada tahun 2024, suhu di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dengan suhu ekstrem. Anomali suhu udara di Indonesia pada Agustus 2024 adalah yang tertinggi kedua sepanjang catatan pengamatan sejak tahun 1981 dengan suhu udara rata-rata 26,9 derajat celcius dengan anomali suhu rata-rata 0,7 derajat celcius [1]. Fenomena ini didorong oleh gelombang panas global yang terkait dengan perubahan iklim dan fenomena cuaca ekstrem seperti El Nino. Fenomena ini menyebabkan suhu permukaan laut menjadi lebih hangat, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan suhu udara di berbagai wilayah di Indonesia [2]. Meskipun secara geografis Indonesia terlindungi dari gelombang panas ekstrem seperti yang dialami di negara-negara lintang tinggi, efek pemanasan global tetap dirasakan dengan lonjakan suhu yang tidak biasa.
Gelombang panas yang melanda berbagai bagian dunia pada 2024 menambah kekhawatiran akan dampak krisis iklim. Indonesia, meskipun lebih lembap dan dikelilingi lautan, tidak sepenuhnya bebas dari ancaman suhu ekstrem. Kondisi ini berpotensi memengaruhi sektor-sektor penting seperti pertanian, kesehatan masyarakat, dan ketahanan energi. BMKG memperkirakan bahwa suhu di beberapa wilayah Indonesia pada tahun ini akan lebih tinggi dari biasanya, memperburuk potensi risiko terkait cuaca ekstrem, terutama bagi populasi rentan [1].
Fenomena ini menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim tidak hanya bersifat global, tetapi juga lokal, dan menuntut tindakan cepat untuk mitigasi dan adaptasi terhadap cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi
Faktor Penyebab Suhu EkstremÂ
Beberapa faktor utama yang berkontribusi pada suhu ekstrem di Indonesia tahun 2024 meliputi:
1. Pemanasan GlobalÂ
Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4), terus memerangkap panas di atmosfer. Efek rumah kaca ini memicu kenaikan suhu permukaan bumi secara global, termasuk di Indonesia. Pembakaran sampah merupakan salah satu perilaku yang masih sering kita jumpai dan berhubungan erat dengan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap efek rumah kaca dan pemanasan global. Proses ini mengeluarkan sejumlah gas berbahaya ke atmosfer, tergantung pada jenis sampah yang dibakar dan metode pembakarannya.
Selain itu asap kendaraan bermotor memiliki hubungan langsung dengan peningkatan gas rumah kaca di atmosfer, yang berkontribusi pada efek rumah kaca dan pemanasan global. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022, jumlah kendaraan di Indonesia mencapai 148.212.865 [8]. Kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil seperti bensin atau diesel melepaskan berbagai gas ke atmosfer selama proses pembakaran bahan bakar di mesin. Beberapa gas yang dilepaskan ini merupakan gas rumah kaca utama, yang menjebak panas di atmosfer dan menyebabkan suhu bumi meningkat [3].
2. Fenomena El Nino Â
Siklus El Nino yang kuat di tahun 2024 memengaruhi cuaca global, termasuk di wilayah Asia Tenggara. El Nino menyebabkan pengurangan curah hujan dan peningkatan suhu di banyak bagian Indonesia, memperparah efek gelombang panas [2].
3. Deforestasi dan Degradasi LingkunganÂ
Deforestasi adalah proses penggundulan atau penebangan hutan secara permanen untuk tujuan tertentu, seperti pembangunan lahan pertanian, pemukiman, pertambangan, atau infrastruktur. Aktivitas ini mengakibatkan hilangnya area hutan yang berfungsi penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, termasuk menyerap karbon dioksida, menjaga keanekaragaman hayati, serta mengatur siklus air. Dikutip dari Forest Watch Indonesia, deforestasi di Indonesia tahun 2017-2021 rata-rata sebesar 2,54 juta ha/tahun [7] Deforestasi yang terus berlangsung di Indonesia memperparah efek perubahan iklim. Berkurangnya hutan mengurangi kemampuan alam untuk menyerap panas dan meningkatkan emisi karbon dari aktivitas manusia. Sedangkan degradasi lingkungan adalah proses penurunan kualitas atau kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun faktor alam. Proses ini dapat mencakup berbagai aspek lingkungan, termasuk tanah, air, udara, dan keanekaragaman hayati [3].Â
Dampak Suhu Ekstrem di IndonesiaÂKenaikan suhu ekstrem di Indonesia membawa berbagai dampak yang signifikan, di antaranya:
1. Dampak KesehatanÂ
Gelombang panas dapat menyebabkan dehidrasi, migrain, demam tinggi, panas dalam, dan bahkan kematian akibat serangan panas (heatstroke), terutama di kalangan populasi rentan seperti anak-anak dan lansia. Lonjakan penyakit yang terkait dengan perubahan suhu juga menjadi perhatian, seperti peningkatan penyakit pernapasan [4].
2. Dampak EkonomiÂ
Suhu ekstrem mengganggu sektor pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia. Tanaman yang bergantung pada cuaca stabil seperti padi dan jagung mengalami penurunan hasil, yang berdampak langsung pada pendapatan petani dan suplai pangan nasional. Sektor lain seperti pariwisata juga terdampak akibat cuaca yang terlalu panas. Selain itu, suhu ektrem ini juga berdampak pada sektor lain seperti sektor perikanan dan kelautan. Di sektor perikanan, perubahan suhu laut dan cuaca ekstrem seperti badai bisa mengganggu habitat ikan dan mengurangi hasil tangkapan. Contohnya, fenomena El Nino sering dikaitkan dengan naiknya suhu permukaan laut, yang menyebabkan ikan berpindah ke perairan yang lebih dingin, sehingga mengurangi jumlah ikan di wilayah tangkapan biasa. Akibatnya, pendapatan nelayan dan pasokan ikan di pasar menurun, dan dapat mempengaruhi harga komoditas perikanan [5].
3. Dampak LingkunganÂ
Kenaikan suhu mempercepat pencairan es di puncak gunung serta memperbesar risiko kebakaran hutan. Ekosistem laut di Indonesia juga terancam, dengan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) akibat kenaikan suhu air laut, yang memengaruhi keberlanjutan biodiversitas laut dan industri perikanan [6].
Upaya Penanganan dan Adaptasi
Untuk menghadapi ancaman suhu ekstrem ini, beberapa upaya adaptasi dan mitigasi perlu diterapkan:
1. Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
Indonesia perlu berkomitmen pada pengurangan emisi dengan beralih ke energi terbarukan, seperti energi matahari dan angin, serta mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Penggunaan kendaraan umum juga dapat menjadi salah satu cara mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai bentuk penguraan penggunaan kendaraan pribadi.
2. Perlindungan dan Reboisasi HutanÂ
Reboisasi dan penghentian penggundulan hutan merupakan langkah penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Hutan memainkan peran penting sebagai penyangga alam terhadap perubahan suhu ekstrem.
3. Peningkatan Kesadaran MasyarakatÂ
Pendidikan tentang perubahan iklim dan adaptasi terhadap suhu ekstrem harus ditingkatkan di kalangan masyarakat. Ini termasuk kampanye kesehatan publik untuk menghadapi gelombang panas serta dorongan untuk hemat energi dan peduli lingkungan.
4. Pengembangan Infrastruktur Berkelanjutan
Indonesia perlu membangun infrastruktur yang lebih tangguh terhadap perubahan iklim, seperti ruang hijau di perkotaan.
Suhu ekstrem di Indonesia pada tahun 2024 merupakan peringatan keras tentang dampak perubahan iklim global. Tindakan cepat dan kolektif diperlukan untuk menghadapi tantangan ini, baik dari pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat. Hanya dengan usaha bersama, Indonesia dapat menekan dampak perubahan iklim dan melindungi generasi mendatang dari ancaman yang lebih besar.
ReferensiÂ
[1] BMKG. 2024. Anomali Suhu Udara Bulan Agustus 2024
[2] BMKG. Variabilitas Iklim di Indonesia
[3] DLH Semarang. 2020. Penyebab Global Warning Serta Solusi Yang Dibutuhkan
[4] Kemenkes RI. Waspadai Penyakit Saat Cuaca Panas
[5] Kemenkeu RI. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Kinerja Sektor Perekonomia Regional (Identifikasi Sektor Terdampak)
[6] DLH Semarang. 2020. 8 Dampak Pemanasan Global Bagi Kehidupan
[7] Forest Watch Indonesia. 2024. Nasib Hutan Indonesia di Ujung Tanduk
[8] Badan Pusat Statistiik. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis (Unit), 2021-2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H