Taukah engkau hal yang menyakitkan?
Rasa yang di pendam, perasaan yang tak berujung. Tenggelam dalam bayang oleh angan yang tak selaras kenyataan.
Aku dan kamu hanyalah ilusi yang tercipta.
Rasa ini akan selalu abadi. Abadi karna, rasa inilah yang diberikan oleh tuhanku padaku. Rasa yang tulus, sangat tulus. Rasa yang sudah lama berlabuh namun tak singgah.
Sakit, teramat sakit kurasa. Dalam penjara ini, tersimpan seribu hal tentangmu. Dalam doaku, kuharap engkau bahagia dalam hidupmu.
Yogyakarta 2012
Tulisan seorang wanita, Â Syana Aliza. Ana, sapaan singkatnya. 'Tulisan ini, tulisanku di SMP. Bagaimana kabarnya sekarang?'
"Ana, lagi ngapain tuh?"
Sapa Kana, temannya Ana.
"Enggak, ini lagi baca tulisanku waktu SMP. Kana, ternyata rasa ini masih sama padanya hingga sekarang. Sekarang, aku sudah mau tamat SMA. Tapi, kenapa masih dia?"
"Syana Aliza, kamu masih teringat tentang Alden? Bentar.... Coba aku inget namanya panjangnya. Ehh, wika.... Zaa..."
Belum sempat Kana menyelesaikan kalimatnya, Ana memotong ucapan Kana.
"Mahawira Alden Wikaza. Itu aja kamu ngak inget. Eh tau ngak Kana. Aku dapat kabar, dari temannya. Ia melanjutkan pendidikan di Akademi Militer. Hebat. "
"Iyaa, dia hebat. Tapi tak kalah hebatnya denganmu na. Syana Aliza, siswa berprestasi yang aktif organisasi di dalam maupun luar sekolah. Piagam dan pencapaianmu tak terhitung, kini setelah kamu menemui banyak orang. Masih dia pemenangnya. Ana ana."
Kana menjelaskan kepada Ana berapa hebatnya seorang Syana Aliza. Namun, Ana tetap saja teringat akan orang itu.
"Kana, tau ngak. Aku pernah dapat kalimat yang gini.
'Tentang rasa suka emang tak mampu aku berkata namun aku punya prinsip.
Rasa suka saat ni
mengganggu pikiran.
Otomatis ganggu ibadah ganggu belajar.
Kalo ibadah keganggu jauh dari tuhan sementara yang akan mempersatukan aku dan dia adalah tuhan.
Klo belajar ke ganggu jadi malas belajar. Nanti akhirnyabodoh. Kalo bodoh mana ada orang yang suka.'
Kana, itu prestasiku hanyalah pengalihanku darinya. Namun nyatanya, tuhan menginginkan rasa ini lebih lama. Toh, pada akhirnya tuhanlah yang menentukan antara aku dan dia."
Ana mengucap kalimat yang ia sampaikan kepada Kana sambil menahan air mata yang sudah mengumpul di mata Ana. Tetes demi tetes air matanya jatuh, melewati pipinya. Air mata kerinduan yang tak tertahan.
Kana, berusaha menenangkan sahabatnya sambil berbisik ia berkata pada Ana.
"Aaa.... Naaaa... Aku disini."
"Kana, aku sakit. Aku kangen Alden."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H