Menegangkan, seharusnya Zasya tidak mengucap kalimat itu pada Chiko. Karna ia dan kami tau bahwa Chiko akan membalas siapapun yang menggangunya. Tak peduli siapa dirimu, namun Chiko tidak akan berhenti sebelum dendamnya terbalaskan.
'Manusia biadab!' sahut batin Chiko.
 Jam pelajaran telah di mulai. Tidak ada perakapan tambahan antara Zasya dan Chiko. Syukurlah hari ini Chiko tidak menimbulkan kekacuan.
"Tinggg, tingggg waktu pelajar telah selesai para siswa telah di perbolehkan untuk pulang tinggg, tingggg." Bel pulang sudah berbunyi itu tandanya kami sudah mulai beberes untuk pulang.
Sore itu langit mendung, sungguh perasaan ku merasa janggal kala itu.
"Zena, aku sama Nura pergi ke ruang seni yaaa. Aku
mau nyelesein lukisanku untuk pameran minggu depan. Tolong kabarin bunda di rumah bahwa aku telat pulang hari ini. " Sahut Zasya sambil beberes untuk menuju ruang seni.
"Ok Syaa, nanti aku kabarin sama bunda yaa. Aku duluan ya Nura, Syaa." Sahutku sambil meninggalkan ruang kelas.
Ayah sudah menungguku di lapangan sambil memegang payung. Menuntunku menuju mobil. Â Hari terakhir kami berbicara, karna setelahnya ada kejadian yang membuatku menyesal dalam heningku.
"Syaa, udahan yuk ngelukis nya. Aku ingin pulang." Sahut Nura yang sudah mulai kelelahan.
"Kamu duluan aja, aku ingin menyelesaikan ini sedikit lagiii." Sahut Zasya pada Nura.
"Aku duluan ya syaa, jan lama - lama. Hari ini hujan sangat deras lohh." Sahut Nura sambil melangkah meninggalkan ruangan seni.
Pukul 16.18, Zasya mulai meninggalkan ruangan seni. Ia berjalan menuju tangga yang kebetulan ruangan seni berada di lantai dua. Ia mematikan lampu ruangan dan menutup pintu. Angin berhembusan sangat kencang kala itu dan hujan yang semakin deras.