Resensi Novel "Orang-orang Biasa" Karya Andrea Hirata: Sosok Luar Biasa di Balik Kata 'Biasa'
Penggemar sastra dan pencinta novel tentunya tidak asing lagi dengan nama Andrea Hirata. Seorang sosok sastrawan dan novelis ternama Indonesia yang berhasil membawa karyanya ke puncak dunia. Andrea Hirata selalu membawa sensasi baru di setiap karya yang ditulisnya, dengan guyonan dan humornya yang ringan , khas Andrea Hirata yang mampu membuat pembaca tertawa.Â
Andrea Hirata telah banyak melahirkan berbagai macam novel, mulai dari karya pertamanya yaitu Laskar Pelangi, dilanjutkan dengan buku kedua dari  tetralogi Laskar Pelangi yaitu Sang Pemimpi, kemudian Edensor, dan yang terakhir Maryamah Karpov. Selain tetralogi Laskar Pelangi, Andrea juga menulis banyak novel lainnya, salah satunya yaitu "Orang-orang Biasa".Â
Novel "Orang-orang Biasa" diterbitkan pertama kali pada tahun 2019 oleh PT Bentang Pustaka. Â Novel ini bercerita tentang gambaran kehidupan sekelompok orang biasa di kota kecil bernama Belantik. Kisah di dalam novel ini berpusat pada sepuluh orang sahabat yang menjalani hidup sederhana dan biasa, namun penuh warna dan tantangan.Â
Sepuluh orang sahabat itu adalah Dinah, Salud, Julinah, Nihe, Handai, Sobri, Honorun, Rusip, Debut dan Tohirin. Andrea Hirata dengan cermat mengeksplorasi kehidupan sehari-hari mereka, impian, dan perjuangan menghadapi kesulitan.Â
Meskipun terlihat biasa dari luar, kehidupan yang biasa itu penuh dengan momen-momen yang signifikan, keputusan sulit, dan situasi yang membutuhkan keberanian dan ketabahan. Kehidupan seperti ini sering ditemui di dalam cerita-cerita karya Andrea Hirata,di mana karakternya menjalani kehidupan yang mungkin tampak biasa, tetapi diwarnai dengan emosi, humor, dan perjuangan yang membuatnya luar biasa.
Inti cerita pada novel ini dimulai ketika Aini, anak Dinah diterima di Fakultas Kedokteran. Dinah, yang hanya seorang janda yang memiliki empat anak dan berjualan mainan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecilnya dilanda kebingungan untuk mendapatkan uang agar bisa mendaftarkan anaknya di Fakultas Kedokteran.Â
Dinah sedih karena tidak mampu menjadi ibu yang baik bagi anaknya dan sakit membayangkan bahwa Aini harus menyerah pada impiannya. Padahal Dinah tahu bahwa Aini belajar dengan keras untuk menggapai impiannya. Dinah mencoba meminjam uang pada koperasi, bank, dan simpan pinjam. Namun, tidak ada satupun yang ingin memberikan pinjaman padanya karena jaminan Dinah tidak memungkinkan untuk melakukan peminjaman.Â
Dinah menceritakan kegundahannya pada Debut, salah satu sahabatnya. Debut turut senang mendengar bahwa Aini diterima di Fakultas Kedokteran. Debut awalnya menyarankan untuk meminjam uang pada bank, koperasi, simpan pinjam, keluarga, dan teman-teman. Tetapi, jalan untuk semua hal itu sangat gelap, yang artinya tidak mungkin dan tidak bisa. Pilihan terakhir, akhirnya Debut menyarankan untung merampok bank. Awalnya Dinah tidak setuju, tetapi atas bujukan Debut, akhirnya Dinah menyetujuinya. Itu semua demi Aini.
Sepuluh orang itu, hanyalah orang-orang biasa yang memiliki kehidupan, keinginan dan mimpi yang sederhana, namun hidup mereka berubah ketika mereka memutuskan untuk merampok bank.Â