International Standard Book Number (ISBN) merupakan sistem identifikasi unik yang digunakan untuk mengenal buku secara global. Di Indonesia, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bertanggung jawab dalam mengelola dan mendistribusikan ISBN. Namun, baru-baru ini, Indonesia menghadapi krisis ISBN yang disebabkan oleh penerbitan buku massif selama pandemi COVID-19. Dalam artikel ini, akan dijelaskan tentang krisis ISBN di Indonesia, dampaknya, dan potensi solusi yang dapat ditempuh.
ISBN terdiri dari 13 digit unik yang diterbitkan oleh Badan Internasional ISBN di London. Untuk Indonesia, Perpustakaan Nasional RI telah menerima tiga grup identifier: 979 pada tahun 1985, 602 pada tahun 2003, dan 623 pada tahun 2018³. Pada tahun 2018, Perpusnas diberi alokasi 1 juta kode ISBN untuk digunakan selama periode tertentu. Namun, penerbitan massif selama pandemi COVID-19 telah menyebabkan krisis ISBN di Indonesia.
Pada tahun 2020 dan 2021, Indonesia telah menerbitkan sebanyak 208.191 buku ber-ISBN, yang merupakan salah satu penyebab utama krisis ISBN¹ ². Dalam kurun waktu empat tahun (2018–2021), Indonesia sudah menerbitkan 623.000 judul buku ber-ISBN. Sampai tahun 2023, jumlahnya melonjak menjadi 728.389 buku yang diterbitkan dengan ISBN¹ ².
Kondisi ini telah menyebabkan hanya tersisa sekitar 270 ribu nomor ISBN, yang kemudian disebut sebagai krisis ISBN. Dampak dari krisis ini adalah buku-buku lain kesulitan terbit dengan ISBN, dan beberapa buku bahkan ditunda atau batal terbit karena kekurangan nomor ISBN yang tersedia¹ ².
Krisis ISBN tidak hanya mempengaruhi penerbitan buku biasa, tetapi juga mempersulit proses penerbitan ulang buku yang mengalami perubahan signifikan. Pada kasus tersebut, pengajuan nomor ISBN tidak bisa menggunakan ISBN lama dan harus mengganti dengan yang baru. Selain itu, buku yang terbit tanpa ISBN tidak bisa tercatat dalam sistem nasional di Perpusnas, sehingga pelacakan identitas dan pendistribusian buku akan berpengaruh¹ ².
Untuk mengatasi krisis ISBN, Perpusnas telah melakukan beberapa upaya. Mulai tahun 2023, Perpusnas memperketat proses pengajuan ISBN. Sekarang, semua naskah harus dikirimkan secara lengkap dan diverifikasi oleh Perpusnas sebelum diberikan nomor ISBN. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan praktik-praktik ilegal seperti penerbitan buku tanpa naskah yang benar-benar dipublikasikan².
Selain itu, Perpusnas juga membatasi penggunaan ISBN untuk beberapa jenis dokumen yang tidak perlu dipublikasikan secara luas, seperti kumpulan tugas mahasiswa internal atau modul laboratorium yang tidak untuk dipublikasikan. Dengan cara ini, alokasi ISBN dapat dioptimalkan untuk buku-buku yang benar-benar membutuhkan identifikasi global².
Untuk mengurangi tekanan pada sistem ISBN yang terbatas, beberapa alternatif seperti Educational Serial Book Number (ESBN) mulai digagas. ESBN dirancang khusus untuk buku pendidikan dan dapat membantu mengintegrasi data yang lebih akurat dan valid dalam sistem pendidikan nasional. Sistem ini dapat memfasilitasi penyebaran buku pendidikan secara global dan meningkatkan reputasi kinerja instansi pusat dan daerah di Indonesia³.
Kesimpulan
Krisis ISBN di Indonesia merupakan tantangan serius yang harus dihadapi oleh lembaga-lembaga penerbitan dan Perpusnas. Dengan upaya-upaya yang intensif seperti pengetatan proses pengajuan ISBN dan optimasi alokasi nomor, Perpusnas berusaha untuk mengatasinya. Alternatif seperti ESBN juga dapat menjadi solusi jangka panjang untuk memastikan setiap buku pendidikan tetap mendapatkan pengakuan yang layak tanpa harus tergantung pada keterbatasan ISBN. Dengan demikian, diharapkan artikel ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kondisi dan solusi krisis ISBN di Indonesia.
Referensi:
¹ https://www.liputan6.com/regional/read/5469388/indonesia-krisis-isbn-apa-dampaknya
² https://identitasunhas.com/krisis-isbn-tantangan-dunia-penerbitan/
³ https://isbn.perpusnas.go.id/Home/Statistik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H