Kegiatan pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia tepatnya pada bulan Maret 2020 lalu hingga saat ini. Kegiatan pembelajaran berubah menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau biasa disebut dengan pembelajaran dalam jaringan (daring). Dikutip dari Wikipedia pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang berdasarkan pada teknologi media digital yang bahan belajarnya dikirim secara elektronik atau dalam bentuk file ke peserta didik dari jarak jauh menggunakan jaringan internet dengan media komputer. Pembelajaran daring biasanya menggunakan aplikasi Zoom, Google Classroom, Google Meet, WhatsApp, dan lain sebagainya.
Berubahnya sistem pendidikan secara mendadak tentunya menimbulkan goncangan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Banyak ketidaksiapan dari berbagai pihak mulai dari pemerintah, para guru, para peserta didik, hingga para orang tua. Ketidaksiapan ini dikarenakan tidak semua sekolah dan tidak semua siswa memiliki fasilitas pendukung seperti laptop, komputer, dan telepon seluler. Meskipun pemerintah telah memberikan bantuan kuota internet bagi para peserta didik dan juga para guru, namun pada kenyataanya hal ini masih belum efektif sebab pendistribusiannya belum merata.
Pendidikan Karakter Menjadi Terhambat
Arjantodan Sumunar (2018) menyatakan bahwa pembelajaran daring ini merupakan proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital sehingga memiliki tantangan dan peluang tersendiri. Hambatan yang dihadapi Indonesia dalam dunia pendidikan di masa pandemi ini memberikan tantangan baru. Adanya hambatan pada proses pembelajaran dapat menurunkan minat belajar peserta didik (Suryani, 2010). Selain itu, penanaman nilai-nilai karakter yang biasanya diajarkan secara langsung dalam kegiatan yang dilakukan di sekolah menjadi terhambat karena pembelajaran dilakukan secara daring.
Pendidikan karakter merupakan komponen penting dalam proses pendidikan di Indonesia agar masa depan anak bangsa menjadi cerah. Namun, sangat disayangkan sekali pendidikan karakter ini menjadi hal yang kurang diperhatikan semenjak pembelajaran daring ini berlangsung. Pembelajaran daring yang dilakukan pada saat ini hanya sebatas pemberian materi akademik saja dan parahnya lagi beberapa guru hanya memberikan mentahan materi melalui sebuah file atau video yang diambil dari media sosial tanpa dibahas lebih detail oleh guru bersangkutan. Hal ini menyebabkan para peserta didik merasa jenuh dengan proses pembelajaran sehingga minat mereka dalam belajar menjadi turun.
Pembelajaran daring ini memberikan peluang yang luas bagi para peserta didik untuk melakukan apapun sehingga ketika mereka merasa bosan dalam pembelajaran, mereka akan cenderung mengalihkan ke hal-hal yang membuat mereka merasa senang. Namun, hal ini lebih banyak mengarah ke hal-hal negatif seperti memilih main game, candu terhadap sosial media, melihat video yang tidak senonoh, dan sebagainya. Tentunya perbuatan negatif tersebut menyebabkan peserta didik menjadi lebih malas, kurang produktif, daya ingat menurun, dan berkurangnya nilai disiplin dalam hidupnya. Dengan demikian, hal itu dapat mendorong turunnya nilai moralitas dan karakter peserta didik. Apabila nilai moralitas dan karakter menurun, maka akan mudah sekali bagi generasi muda untuk terjerumus ke dalam penyimpangan kenakalan remaja.
Degradasi Moral Semakin Terlihat Jelas
Semenjak pembelajaran berubah menjadi daring, kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur mengalami peningkatan. KPAI mencatat adanya peningkatan kekerasan fisik dari 157 menjadi 249 dan kekerasan psikis dari 32 menjadi 119 atau hampir 3,7 kali lipat. Sementara kekerasan seksual naik dua kali lipat. Bukti nyatanya yaitu sejumlah anak di bawah umur nekat mencuri buku paket pelajaran SD Tugu 2, Kelurahan Tugujaya, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Mereka mengaku mencuri buku dengan cara masuk lewat jendela yang dilakukan pada Minggu, 14 Februari 2021. Aksi ini baru diketahui sekolah pada besoknya yaitu Senin, 15 Februari 2021.
Dari contoh kasus di atas menimbulkan suatu tanya yaitu masih layakkah pembelajaran daring ini terus dilakukan? Disaat seperti ini, para peserta didik kesulitan untuk memilih sosok yang patut ditiru. Mereka akan meniru apa yang sering mereka lihat. Apabila mereka lebih sering melihat hal negatif di sosial media, melihat tontonan tidak senonoh, melihat karakter game yang mengarah ke pembunuhan dan pencurian, pastinya secara tidak sadar hal ini dapat mengganggu kesehatan psikisnya. Dengan demikian, timbulah di dalam dirinya penyimpangan tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa dampak yang paling terlihat dari pembelajaran daring ini yaitu menurunnya nilai moralitas dan nilai karakter peserta didik. Tentunya hal ini harus menjadi perbincangan serius untuk mencari jalan keluar agar pendidikan karakter ini tidak dilupakan. Pandemi bukanlah hambatan bagi kita untuk terus menanamkan nilai-nilai karakter dalam masyarakat terutama generasi muda Indonesia. Hal ini bertujuan agar jati diri bangsa ini dapat terus lestari dan mampu mewujudkan generasi muda Indonesia menjadi generasi emas di tahun 2045 mendatang yang mampu membawa kebangkitan dan kemajuan negara.
Penulis : Oleh Aisyah Saharani Zulfahnur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H