Mohon tunggu...
Aisyah Rohaniyah
Aisyah Rohaniyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Allahumma Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Inovasi Perencanaan Strategi di Pesantren, Menyiapkan Generasi Unggul dalam Menghadapi Bonus Demografi 2045

22 Oktober 2024   11:03 Diperbarui: 22 Oktober 2024   11:17 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak abad ke-15 sampai dengan era saat ini, terdapat pesantren yang menjadi lembaga kunci dalam sejarah pendidikan negara Indonesia. Pesantren adalah lembaga tertua di Indonesia yang telah melahirkan banyak generasi hebat; dengan banyak tokoh nasional yang ketika itu terkenal berasal dari pesantren. 

Kata pesantren sendiri diambil dari kata santri, yaitu murid. Pesantren adalah tempat santri menempuh jenjang ilmu pengetahuan, mencari barokah ke kyai, dan mempelajari ilmu agama islam. Pesantren sendiri lahir dari komunitas suku bangsa yang melibatkan ketiga elemen yaitu kyai, santri, dan pondok. 

Ketiganya lalu diakui sebagai lembaga islam ori milik negara Nusantara. Seorang kyai adalah figur panutan santri dan sekaligus masyarakat umum yang dianut baik diintelektual, dalam hal moralitas tingkah laku dan adabnya. 

Menurut Imam Zarkasyi, pesantren adalah lembaga pendidikan agama (Islam) dengan sistem pondok (asrama), kiai sebagai figur utama, masjid sebagai pusat kegiatan, dan santri yang mengikuti pengajaran agama (Islam) dari kiai sebagai fokus kegiatan mereka. 

Singkatnya, pesantren juga dapat dianggap sebagai miniatur laboratorium kehidupan dan tempat para santri mempelajari aspek-aspek kehidupan masyarakat.

Pada awalnya, pembelajaran di pesantren itu bersifat nonklasikal yaitu Kyai mengajarkan mantiq, nahwu, tafsir, fikih dan bahasa Arab sebagai alat untuk belajar agama. Sorogan, weton dan bandongan biasanya digunakan dalam model pendidikan pesantren.


Dalam sistem weton, Kiai membaca kitab yang dikaji dan santri menyimak, mendengarkan, dan memberi maknanya. Dalam sistem sorogan, santri membaca kitab dan kemudian didiskusikan dengan teman melalui forum diskusi. 

Santri menulis catatan kecil yang dianggap sulit atau penting. Apabila Kyai tidak bisa rawuh (hadir) untuk memberikan pengajaran, Kyai menunjuk santri senior untuk bertindak sebagai pengganti sebagai bentuk pelatihan dan pengujian mental santri agar menjadi orang yang tangguh di kemudian hari.

Pesantren juga memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk masyarakat yang literasi dan melek budaya sehingga mampu menyiapkan generasi unggul dalam menghadapi bonus demografi 2045. pesantren berkembang dan tumbuh dengan pesat saat ini karena rasa percaya diri masyarakat Indonesia terhadap mutu pendidikan pesantren. Santri mendukung moderasi agama, yang berfungsi sebagai tameng utama untuk memerangi radikalisme dan ekstremisme yang dapat mengancam kestabilan bangsa. Selain keterampilan moderasi, inovasi juga penting bagi santri untuk menghadapi tantangan masa depan. 

Pondok pesantren, yang dulunya merupakan institusi pendidikan tradisional, kini mulai mengalami transformasi dengan membuka akses terhadap teknologi dan ilmu pengetahuan. Banyak dari mereka kini menggabungkan kurikulum keagamaan dengan pendidikan umum dan beberapa bahkan memulai program yang berfokus pada teknologi digital dan kewirausahaan.

Pesantren tidak hanya dapat dianggap sebagai pusat pendidikan agama Islam dan tempat meningkatkan kualitas sumber daya manusia generasi bangsa. Ciri-ciri unik pesantren harus dipertahankan di tengah-tengah kemajuan zaman, meskipun dewasa ini semakin banyak model lembaga pendidikan yang mirip dengan pesantren, tetapi tanpa ruh pesantren. 

Saat ini, santri tidak hanya perlu mempelajari ilmu agama, tetapi juga harus mampu berkompetisi di era revolusi industri 4.0. 

Kemampuan kreatif ini akan menjadi kunci untuk menghasilkan generasi guru yang kreatif, adaptif, dan produktif. Mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan ekonomi kreatif, kewirausahaan berbasis komunitas, dan teknologi digital, yang semuanya akan berkontribusi pada perekonomian nasional.

Santri memiliki peluang besar untuk berkontribusi pada penyelesaian masalah bonus demografi melalui inovasi. Untuk menghadapi bonus demografi 2045, kolaborasi antara moderasi beragama dan inovasi sangat penting. 

Sangat penting bagi santri untuk menjamin bahwa Indonesia tidak hanya menjadi negara yang maju secara ekonomi dan teknologi, tetapi juga mempertahankan nilai-nilai nasional seperti moralitas, toleransi, dan kemanusiaan. 

Santri akan menjadi generasi penggerak masa depan yang membawa Indonesia menuju kemajuan yang berkelanjutan dengan mempertahankan moderasi agama dan memanfaatkan potensi inovasi. Mereka tidak hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga memimpin dalam membangun negara yang unik, inklusif, dan kompetitif di tingkat global.

Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada tahun 2045 yang dimana total penduduk usia produktif di ASEAN sekitar 38% dari negara Indonesia sendiri. Oleh karena itu Indonesia memiliki petensi menduduki lima besar kekuatan ekonomi dunia setelah negara India, China, Jepang dan Korea Selatan. Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada ulang tahun kemerdekaannya yang pertama. 

Sesuai dengan Visi Indonesia Emas 2045, pembangunan tenaga kerja unggul harus didukung oleh pendidikan berkualitas tinggi. Pada tahun 2045, diperkirakan Amerika Serikat tidak lagi menjadi pusat perekonomian global. Asia termasuk India, Korea Selatan, Jepang dan China adalah tempat pusat ekonomi dunia beralih. 

Ini disebabkan oleh bonus demografi atau populasi usia produktif di wilayah Asia. Demografi global, urbanisasi global, perdagangan internasional, keuangan global, kelas pendapatan menengah, persaingan sumber daya alam, perubahan iklim, kemajuan teknologi, perubahan geopolitik dan perubahan geoekonomi adalah beberapa faktor yang menentukan ketercapaian tren dunia pada tahun 2045.

Pendidikan sangat penting untuk mengelola bonus demografi. Pendidikan bukan hal yang mudah, investasi adalah sesuatu yang membutuhkan waktu yang lama sebelum Anda bisa menikmatinya. 

Oleh karena itu, untuk mencapai bonus demografi 2045, semua bagian masyarakat harus bekerja sama. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, masalah yang ada dapat diselesaikan melalui kerjasama yang baik. 

Melalui layanan pendidikan Pesantren, guru, kiai, dan ustadz memainkan peran penting dalam mewujudkan generasi emas pada tahun 2045. Mereka memainkan peran penting dalam pembentukan sumber daya manusia Indonesia yang religius, cerdas, produktif, andal, dan kompetitif.

Sebagai penyelenggara pendidikan, pesantren memiliki tanggung jawab strategis untuk mewujudkan sumber daya manusia yang unggul untuk mencapai Visi Indonesia Emas.
Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga harus dibarengi dengan peran ini, seperti yang ditunjukkan oleh perkembangan pesantren yang cepat. Menurut data dari Emis Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, ada 34.580 lembaga pesantren di seluruh Indonesia, dengan 4.766.447 siswa. Ini menunjukkan bahwa pesantren menghadapi banyak tantangan dalam menyiapkan siswa yang berkualitas. 

Martin van Bruinessen membuat tiga model pesantren. 

Model pertama adalah yang paling sederhana, model pesantren ini menerapkan kurikulum dasar, seperti membaca huruf Arab dan menghafal beberapa surat pendek sampai fasih membaca al-Qur'an. 

Model kedua adalah model pesantren sedang, yang dimana dengan meningkatkan tingkat kurikulum, model pesantren ini lebih tinggi dari pesantren dasar. Santri diajarkan tentang kitab fiqih, aqidah, akhlak, tata bahasa arab dan pelajaran lainnya yang selevel. 

Model ketiga adalah model pesantren paling maju, model pesantren ini mulai memberi siswa mata pelajaran seperti mengakji kitab-kitab lebih tinggi yang bersifat perbandingan madzhab atau antar golongan dan menekankan pada aspek praktik.

Menurut data Emis dari Kementerian Agama, tidak semua pesantren memiliki materi dan kurikulum yang memadai. Ada ketimpangan antar pesantren di Indonesia, dan banyak di antaranya tidak layak dianggap sebagai institusi pendidikan. 

Ini menjadi bagian dari masalah unik yang harus diselidiki secara menyeluruh. Melihat model dan variasi yang ditunjukkan di atas, pesantren dapat dibagi menjadi dua bagian: masalah akademis dan masalah nonakedemis. 

Problematika akademis berhubungan dengan banyak subjek guru, pendekatan pengajaran, dan kurikulum. Pro blematik nonakademis mencakup pendidikan dan sumber daya keuangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun