Mohon tunggu...
Aisyah Rizkya
Aisyah Rizkya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Surabaya

Ilmu Administrasi Negara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Dinasti di Indonesia: Penerapan Demokrasi di Era Kepemimpinan Presiden Jokowi

3 Mei 2024   20:42 Diperbarui: 3 Mei 2024   21:56 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

       

      Negara merupakan suatu bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan orang. Pada prinsipnya seluruh warga negara adalah anggota negara dan harus tunduk pada kekuasaan atau pemimpin negara. Untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti perdamaian, ketertiban, dan terwujudnya kesejahteraan sosial, melalui kehidupan berbangsa yang didalamnya terdapat pemerintahan. Dalam mencapai pemerintahan yang baik dan terarah tentunya sangat dibutuhkan seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan yang bisa dikatakan ideal dan matang, terutama dalam memimpin sebuah organisasi yang besar bahkan pemerintahan sekalipun. Setiap pemimpin memiliki ciri khas atau gaya kepemimpinan sendiri dalam memimpin sebuah negara. Salah satu pemimpin yang memiliki ciri khas dengan tiga gaya kepemimpinan yakni presiden Joko Widodo. Joko Widodo atau yang dikenal dengan nama jokowi memiliki nama lengkap Ir. H. Joko Widodo. Beliau lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 21 Juni 1961. Masa kepemimpinan Jokowi mulai 20 Oktober 2014 sampai sekarang. Gaya kepemimpinan presiden Jokowi yaitu ada tiga gaya kepemimpinan Jokowi yaitu partisipatif, karismatik, dan transformasional.   Menjelang berakhirnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau yang sering disapa dengan Jokowi, ramai terdengar gaya kepemimpinannya banyak mendapat penilaian yang pro dan kontra dari masyarakat. Meskipun tidak dapat dipungkiri pro dan kontra tersebut merupakan interpretasi masyarakat dari apa yang terlihat dari berbagai media yang menyampaikan pesan berkaitan dengan gaya kepemimpinan beliau. 

      Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai perilaku atau strategi yang merupakan hasil perpaduan dan falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang sering digunakan pemimpin ketika mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Adapun, isu politik dinasti pada akhir pemerintahannya juga muncul. Tudingan tersebut mencuat tidak lain tidak bukan akibat keikutsertaan Bobby dan Gibran pada kontestasi politik lokal Pemilihan Kepala Daerah yang menimbulkan pro dan kontra dalam kontestasi perpolitikan di Indonesia. Sebabkan hal ini dikarenakan keduanya merupakan keluarga presiden yang sedang menjabat yaitu Presiden Joko Widodo yang mana Gibran Rakabuming Raka merupakan anak sulung Presiden Jokowi dan Bobby Nasution yang merupakan menantu presiden Jokowi. Banyak dari mereka menyebut politik Jokowi tidak wajar, tidak beretika, dan bahkan tidak layak mendapatkan penghargaan. 

      Fenomena dinasti politik di Indonesia merusak kesempurnaan keterwakilan demokratis politik dengan memungkinkan kelompok tertentu mengambil alih kekuasaan dan pengaruh politik, yang pada akhirnya berdampak negatif pada masyarakat secara keseluruhan. Contohnya keputusan yang dibuat oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman tentang batas usia kandidat cawapres dan capres, keputusan tersebut jelas hanya menguntungkan keponakannya sendiri, yaitu Gibran yang akan menjadi cawapres untuk Prabowo pada pemilu 2024 dan dengan Jokowi masih menjabat sebagai presiden, Prabowo akan mendapatkan dukungan penuh dari Jokowi. Sementara itu, kekuasaan besar yang dimiliki Jokowi dapat memengaruhi banyak orang, dan dapat menghalangi kesempatan orang lain yang lebih berkompeten dalam memimpin. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam memilih pemimpin yang berkualitas akan tertutup karena kekuasaan hanya berputar di kalangan elit dan tidak menutup kemungkinkan terjadinya negoisasi dalam menyelesaikan tugas kenegaraan. Keterbatasan pengawasan terhadap penguasaan kekuasaan menghambat kemampuan demokrasi dan tata pemerintahan untuk beroperasi secara efektif dan bersih. Dampaknya, kinerja pemerintah terganggu dan terbuka peluang bagi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kehadiran politik dinasti semakin memperkuat ketidakadilan politik yang merusak struktur pemerintahan Indonesia. 

       Dalam mencegah dan mengatasi Dinasti Politik, terdapat langkah-langkah yang dapat dilakukan. Pertama, Perlu ada kebijakan yang membatasi keluarga atau kelompok tertentu dari memegang jabatan politik. Ini dapat dicapai dengan membuat undang-undang yang menetapkan batas waktu tertentu di mana kelompok atau keluarga tertentu dapat menduduki jabatan politik. Untuk mencegah konflik kepentingan politik, reformasi hukum yang lebih ketat harus dilakukan. Undang-undang yang lebih tegas dalam melarang keluarga dekat pejabat politik terlibat langsung dalam proses politik dapat membantu mencegah dinasti politik. Selain itu, otoritas yang independen dan lembaga pengawas harus melakukan pengawasan yang ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan tersebut. Kedua, Untuk memperkuat sistem demokrasi dan mencegah dinasti politik, dibutuhkan partisipasi secara aktif dari masyarakat dalam proses politik, seperti pemilihan umum dan mengawasi kinerja pemerintah. Masyarakat harus mendapatkan akses dalam memperoleh informasi yang transparan tentang politik dan pemerintahan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan juga harus diberikan kepada masyarakat tentang bahaya nepotisme dan dinasti politik bagi sistem demokrasi dan pemerintahan yang baik. Sehingga mereka dapat membuat pilihan yang tepat tentang siapa yang harus mereka pilih sebagai pemimpin atau pejabat publik. Ketiga, membuat peraturan yang ketat dalam perekrutan dan promosi pegawai negeri dan pejabat publik berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja. Peraturan ini harus memastikan seleksi yang objektif, adil, dan tidak melibatkan kepentingan pribadi atau keluarga. Aturan ini juga harus melarang kerabat dekat atau anggota keluarga pejabat publik untuk mengambil posisi atau jabatan yang sama di lembaga publik yang sama. Peraturan ini harus diatur dalam undang-undang dengan sanksi yang tegas Keempat, memperkuat independensi lembaga peradilan dan pengawas. Lembaga-lembaga tersebut harus dapat bertindak secara independen dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu, sehingga dapat memastikan aturan yang ada ditegakkan dengan baik dan memberikan sanksi yang tegas kepada pelanggar aturan termasuk pelanggaran yang berkaitan dengan dinasti politik. 

       Dinasti politik merupakan fenomena yang kontroversial yang dapat merugikan demokrasi dan tatanan pemerintahan suatu negara. Hal ini terjadi ketika kekuasaan politik terkonsentrasi di tangan keluarga atau kelompok tertentu, sehingga dapat berujung pada penipuan, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan. Untuk mencegah dan mengatasi dinasti politik, diperlukan reformasi hukum dan kebijakan dengan adanya pembatasan kekuasaan politik pada keluarga dan kelompok tertentu, partisipasi aktif masyarakat lokal dalam proses politik juga memberikan edukasi dan meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya dinasti politik bagi sistem demokrasi dan pemerintahan yang baik, masyarakat perlu memahami dampak negatif dari praktik nepotisme dan korupsi dalam jangka panjang. Aturan ketat dalam rekrutmen seperti dengan rekrutmen berbasis kompetensi yang harus secara objek dan andil tanpa memandang hubungan keluarga dan promosi pegawai negeri berdasarkan prestasi sistem dan memperkuat independensi dan peradilan. Kita juga memerlukan badan pengawas. Kami berharap melalui langkah-langkah ini kita dapat memperkuat institusi demokrasi dan mencegah munculnya dinasti politik yang merugikan masyarakat dan negara.


Dosen Pengampu Kepemimpinan: Muhammad Farid Ma'ruf, S.Sos., M.AP., Galih Wahyu Pradana, S.A.P., M.Si., Adam Jamal, S.I.P., M.P.A. 

Penulis: Carissa Pratiwi Salsadila, Aisyah Rizkya Az Zahra, Marcella Mardiana, Ayu Zuana Sari.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun