Fiqih prioritas adalah cabang pemikiran dalam ilmu fiqih yang menekankan pentingnya memahami skala prioritas dalam pengambilan keputusan. Salah satu prinsip utamanya adalah mengutamakan upaya untuk menghindari mafsadah (kerusakan atau mudharat) yang memiliki efek lebih luas dibandingkan yang bersifat terbatas. Prinsip ini tidak hanya bersumber dari akal sehat tetapi juga berlandaskan dalil-dalil syar'i yang kuat.
Pengertian dan Prinsip Dasar
Dalam kaidah ini, jika ada dua pilihan antara mafsadah yang berefek luas kepada masyarakat dan mafsadah yang hanya berdampak pada beberapa pihak, maka yang menjadi prioritas adalah mencegah mafsadah yang efeknya lebih luas. Kaidah ini merujuk pada prinsip dasar yang disebutkan dalam fiqih:
"Dharar yang sifatnya terbatas dilakukan untuk mencegah dharar yang lebih luas."
"Mudharat tidak boleh dihilangkan dengan dharar yang sejenis."
Kaidah ini menekankan bahwa meskipun tindakan untuk menghindari mafsadah yang lebih besar mungkin menimbulkan kerugian pada skala kecil, tindakan tersebut tetap lebih diutamakan demi kebaikan masyarakat secara keseluruhan.
Contoh Aplikasi Kaidah
Salah satu contoh yang terkenal adalah pendapat Imam Malik tentang penetapan harga (tas'ir). Dalam kondisi normal di mana pasar berjalan secara sehat, penetapan harga oleh otoritas dilarang karena dianggap bertentangan dengan mekanisme pasar yang adil. Namun, dalam kondisi pasar yang tidak sehat, seperti adanya monopoli, penetapan harga menjadi wajib demi melindungi masyarakat dari mafsadah yang lebih besar berupa lonjakan harga yang tidak wajar.
Contoh lainnya adalah kebijakan pemerintah dalam mengatasi monopoli barang pokok. Ketika seorang pedagang besar menolak menjual barang yang sangat dibutuhkan masyarakat, pemerintah dapat memaksa pedagang tersebut untuk menjualnya. Tindakan ini, meskipun menjadi mafsadah bagi pedagang tersebut, tetap lebih diutamakan demi mencegah mafsadah yang lebih besar, yaitu kelangkaan barang pokok yang dapat mengancam kesejahteraan masyarakat.
Studi Kasus: Warung Inflasi di Serang
Pemerintah Kota Serang meluncurkan program "warung inflasi" sebagai respons terhadap kenaikan harga bahan pokok. Program ini memungkinkan masyarakat memperoleh sembako dengan harga terjangkau, meskipun langkah ini mungkin menurunkan pendapatan sebagian pedagang pasar. Kebijakan ini mencerminkan penerapan standar fiqih prioritas karena penurunan pendapatan pedagang merupakan mafsadah yang lebih kecil dibandingkan potensi krisis ekonomi dan sosial akibat masyarakat tidak mampu membeli kebutuhan pokok.
Implikasi Sosial dan Ekonomi
Prinsip ini memiliki implikasi luas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kebijakan publik, ekonomi, dan agama. Dalam bidang ekonomi, penerapan kaidah ini dapat membantu pemerintah mengambil keputusan yang sulit, seperti pengendalian harga barang, pengelolaan sumber daya, atau subsidi bagi masyarakat miskin. Sementara itu, dalam konteks agama, langkah-langkah seperti melarang individu yang tidak kompeten atau bermasalah dari memberikan fatwa juga sejalan dengan kaidah ini demi melindungi umat dari mafsadah yang lebih besar.
Relevansi dengan Kehidupan Modern
Dalam dunia modern yang kompleks, prinsip fiqih ini memberikan landasan etis dan syar'i untuk mengelola masalah yang melibatkan banyak pihak. Sebagai contoh, kebijakan penanganan pandemi COVID-19 sering kali mencerminkan prinsip ini. Pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penyebaran virus, meskipun tindakan tersebut berdampak pada sektor ekonomi dan sosial. Dalam hal ini, mafsadah ekonomi dianggap lebih kecil dibandingkan risiko kesehatan dan keselamatan masyarakat secara keseluruhan.